Keraton Kasepuhan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k aktifitas → aktivitas |
k Perubahan kosmetik tanda baca |
||
Baris 11:
== Sejarah ==
Keraton Kasepuhan berisi dua komplek bangunan bersejarah yaitu ''Dalem Agung Pakungwati'' yang didirikan pada tahun [[1430]] oleh Pangeran Cakrabuana<ref name= Rosmalia>Rosmalia. Dini. 2013. Identifikasi Pengaruh Kosmologi pada Lanskap Kraton Kasepuhan di Kota Cirebon. Bandung
== Tata letak dan Arsitektur ==
Baris 28:
=== Gerbang depan keraton ===
Keraton Kasepuhan memiliki dua buah pintu gerbang, pintu gerbang utama keraton Kasepuhan terletak di sebelah utara dan pintu gerbang kedua berada di selatan kompleks. Gerbang utara disebut ''Kreteg Pangrawit'' (bahasa Indonesia: jembatan baik ) berupa jembatan, sedangkan di sebelah selatan disebut ''Lawang sanga'' (bahasa Indonesia
Bangunan ''Pancaratna'' berada di kiri depan kompleks arah barat berdenah persegi panjang dengan ukuran 8 x 8 m. Lantai tegel, konstruksi atap ditunjang empat sokoguru di atas lantai yang lebih tinggi dan 12 tiang pendukung di permukaan lantai yang lebih rendah. Atap dari bahan genteng, pada puncaknya terdapat mamolo. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat ''seba'' atau tempat yang menghadap para pembesar desa yang diterima oleh Demang atau Wedana. Secara keseluruhan memiliki pagar terali besi.
Baris 56:
=== Area ''Langgar Agung'' ===
[[Berkas:Mosque of Keraton Kasepuhan.jpg|jmpl|300px|''langgar Agung'' (mushola agung) Keraton Kasepuhan dengan pos ''Bedug Samogiri'' di sebelah kiri]]
Pada batas antara area ''siti inggil'' dengan halaman ''langgar agung'' (bahasa Indonesia
Regol Pengada merupakan pintu gerbang masuk ke halaman selanjutnya dengan ukuran panjang dasar 5 x 6,5 m. Gerbang yang berbentuk paduraksa ini menggunakan batu dan daun pintunya dari kayu. Gapura Lonceng terdapat di sebelah timur Gerbang Pangada dengan ukuran panjang dasar 3,10 x 5 x 3 m. Gerbang ini berbenduk ''kori agung'' (gapura beratap) menggunakan bahan bata. Area ''langgar Agung'' ini terbagi dua yaitu halaman ''Pengada'' dan halaman ''langgar Agung'' yang keduanya dipisahkan dengan tembok yang rendah.
Baris 63:
* Halaman ''Langgar Agung'' berukuran 37 x 17 m, merupakan halaman di mana terdapat bangunan ''Langgar Agung''. Bangunan ''Langgar Agung'' menghadap ke arah timur.
Bangunan utama ''Langgar Agung'' berukuran 6 x 6 m dengan luas teras 8 x 2,5 m. Bagian terasnya berdinding kayu setengah dari permukaan lantai sementara setengah bagiannya lagi diberi terali kayu. Dinding bangunan utama merupakan dinding tembok, mihrabnya berbentuk melengkung berukuran 5 x 3 x 3 m. Di dalam mihrab terdapat mimbar terbuat dari kayu berukuran 0,90 x 0,70 x 2 m. Atap ''Langgar Agung'' merupakan atap tumpang dua dengan menggunakan sirap ([[bahasa Cirebon]]
''Pos bedug Samogiri'' yang berada di depan ''Langgar Agung'' dan menghadap ke timur ini berdenah bujursangkar berukuran 4 x 4 m yang di dalamnya terdapat bedug. Pos bedug ini dibangun tanpa dinding dan atap berbentuk limas, penutup atap didukung 4 tiang utama dan 5 tiang pendukung.<ref>[http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=215 Tim Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. 2011. Keraton Kasepuhan. Bandung
=== Area utama keraton Kasepuhan ===
[[Berkas:Reynan-Kasepuhan-Lunjuk.jpg|jmpl|300px|Bangunan ''Lunjuk'' pada area utama keraton Kasepuhan, berfungsi untuk melayani tamu, mencatat serta melaporkan kepentingannya kepada Sultan]]
Area utama keraton Kasepuhan merupakan area yang berisikan bangunan induk keraton Kasepuhan serta bangunan penunjang lainnya, antara area utama keraton dengan area ''Langgar Agung'' dibatasi tembok dengan gerbang berukuran 4x 6,5 x 4 m. Gerbang tersebut dilengkapi dua daun pintu terbuat dari kayu, jika dibuka dan ditutup akan berbunyi maka disebut pintu ''gledegan'' (bahasa Indonesia
* '''Taman Dewandaru''', berukuran 20 m2, Taman ini dikenal dengan nama taman ''Bunderan Dewandaru'' karena bentuknya yang melingkar, filosofi dari taman ini adalah bentuknya yang bulat melingkar tanpa terputus mengartikan keseluruhan, nama ''Dewandaru / Dewadaru'' yang merupakan [[bahasa Cirebon]] dapat diartikan sebagai [https://en.wikipedia.org/wiki/Cedrus_deodara Pinus Dewadaru] dalam bahasa Indonesia, pohon Pinus Dewadaru sendiri terkait dengan kisah [[Rahwana]] yang menculik dewi [[Shinta]] dan bersembunyi di dalam hutan-hutan gelap yang banyak ditumbuhi pohon ''Lodra'', ''Padmaka'' dan ''Dewadaru''. Di dalam tradisi hindu, hutan yang banyak ditumbuhi pohon Dewadaru biasa digunakan para petapa untuk memohon berkah [[Siwa]]. Namun dalam persfektif Cirebon makna Taman Dewandaru yang berbentuk lingkaran adalah sebagai sebuah ''pangeling'' (bahasa Indonesia
* '''Museum Benda Kuno''', berbentuk huruf "E" dan berada di sebelah barat taman ''Dewandaru'' berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda kuno [[kesultanan Kasepuhan]]
* '''Museum Kereta''', berukuran 13,5 x 11 m dan berada di sebelah timur taman ''Dewandaru'' berfungsi sebagai tempat penyimpanan kereta kencana [[kesultanan Kasepuhan]]
Baris 83:
[[Berkas:Reynan-Kasepuhan-Kutagara.jpg|jmpl|300px|''Kutagara Wadasan'' dan ''Kuncung'' yang dibangun oleh Sultan Sepuh I Syamsudin Martawidjaja pada tahun 1678]]
'''Bangunan Induk keraton''', Bangunan induk keraton merupakan tempat Sultan melakukan kegiatan kesultanan, di dalam bangunan ini terdapat beberapa ruangan dengan fungsi yang berbeda, di antarannya
* '''Kutagara Wadasan''', berukuran lebar 2,5 m dan tinggi ± 2,5 m, dibangun oleh Sultan Sepuh I Syamsudin Martawidjaja pada tahun 1678. ''Kutagara Wadasan'' adalah gapura yang bercat putih dengan gaya khas Cirebon, gaya Cirebon tampak pada bagian bawah kaki gapura yang berukiran wadasan dan bagian atas dengan ukiran mega mendung. Arti ukiran tersebut seseorang harus mempunyai pondasi yang kuat jika sudah menjadi pimpinan atau sultan harus bisa mengayomi bawahan dan rakyatnya.
* '''Kuncung''', berukuran 2,5 x 2,5 x 2,5 m dibangun oleh Sultan Sepuh I Syamsudin Martawidjaja pada tahun 1678 yang digunakan parkir kendaraan sultan.
* '''Jinem Pangrawit''', berfungsi sebagai tempat Pangeran Patih dan wakil sultan dalam menerima tamu, nama ''Jinem Pangrawit'' berasal dari kata jinem (bahasa Indonesia
* '''Gajah Nguling''', dibangun oleh Sultan Sepuh IX Radja Sulaeman pada tahun 1845, yaitu ruangan tanpa dinding dan terdapat 6 tiang bulat bergaya ''tuscan'' setinggi 3 m. Lantai tegel dan langit-langit berwarna hijau, sesuai dengan namanya, bentuk ruangan ini mengambil bentuk gajah yang sedang ''nguling'' (menguak) dengan belalainya yang bengkok sehingga ruangan ini tidak memanjang lurus tapi menyerong dan kemudian menyatu dengan bangsal Pringgandani, ruangan ini dibuat agar musuh tidak langsung lurus menuju sultan.
* '''Bangsal Pringgandani''', berada di sebelah selatan ruangan ''Gajah nguling''. Ruangan ini memiliki 4 tiang utama segi empat berwarna hijau yang berfungsi sebagai tempat menghadap para abdi dan dapat juga dipakai sebagai tempat sidang warga keraton sewaktu-waktu.
* '''Bangsal Prabayasa''', berada di selatan bangsal ''Pringgandani''. “Prabayasa” berasal dari kata praba artinya sayap dan yasa artinya besar berarti bahwa Sultan melindungi rakyatnya dengan kedua tangannya yang besar. Pada dinding ruangan bangsal ''Prabayasa'' juga terdapat relief yang diberi nama ''Kembang Kanigaran'' (bahasa Indonesia
* '''Bangsal Agung Panembahan''', dibangun bersamaan dengan bangunan keraton sewaktu masih bernama ''keraton Pakungwati'' tahun 1529, merupakan ruangan yang berada di selatan dan satu meter lebih tinggi dari bangsal Prabayaksa. Fungsinya sebagai singgasana Gusti Panembahan.
* '''Pungkuran''', berasal dari [[bahasa Cirebon]] ''pungkur'' (bahasa Indonesia
* '''Kaputran''', berada di sebelah timur ''Bangsal Pringgandani'', berfungsi sebagai tempat tinggal para putra
* '''Kaputren''', berada di sebelah barat ''Bangsal Pringgandani'', berfungsi sebagai tempat tinggal para putri yang belum menikah
* '''Dapur Maulud''', berada di depan ''Kaputren'' (bahasa Indonesia
* '''Pamburatan''', berada di selatan ''Kaputren''. ''Pamburatan / Burat'' berasal dari [[bahasa Cirebon]] (bahasa Indonesia
== Keraton Kasepuhan menjadi inspirasi Mataram ==
[[Berkas:Museum Sonobudoyo.JPG|jmpl|300px| Atap pada [[museum Sonobudoyo]] yang terinspirasi dari atap ''Limasan Lambang-teplok'' milik [[Masjid Agung Sang Cipta Rasa]] ]]
Keraton Kasepuhan yang dibangun oleh Pangeran Mas Zainul Arifin pada tahun 1529 dan dahulu dinamakan keraton Pakungwati ini telah memberikan inspirasi bagi [[kesultanan Mataram]] dalam membangun keraton dan bangunan penunjangnya, menurut Yuwono Suwito ( anggota tim ahli cagar budaya dan dewan pertimbangan pelestarian warisan budaya provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ) inspirasi yang diambil oleh Mataram dari bentuk arsitektur keraton Kasepuhan salah satunya adalah arsitektur dari ''Siti Inggil'' keraton Kasepuhan yang diadopsi oleh [[Sultan Agug dari Mataram|Sultan Agung Mataram]] dengan membuat ''Siti Inggil'' bagi keraton Mataram di Yogyakarta. Pada prosesnya, ''Siti Inggil'' keraton Kasepuhan dijadikan dasar acuan pembuatannya.<ref>[http://news.fajarnews.com/read/2015/10/02/5613/arsitektur.keraton.yogyakarta.mengadopsi.keraton.kasepuhan.cirebon 2015. Arsitektur Keraton Yogyakarta Mengadopsi Keraton Kasepuhan Cirebon. Cirebon
{{cquote|Beberapa arsitektur Keraton Kasepuhan Cirebon yang diadopsi oleh Keraton Yogyakarta, dikarenakan Keraton Cirebon jauh lebih tua dibandingkan dengan Keraton Yogyakarta, bahkan lebih tua dari sejarah awal Kerajaan Mataram Islam<br><br>Yuwono Suwito ( anggota tim ahli cagar budaya dan dewan pertimbangan pelestarian warisan budaya provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) )}}
Selain ''Siti Inggil'' keraton Mataram di Yogyakarta, bangunan lain yang terinspirasi dari kompleks keraton Kasepuhan adalah Masjid Margo Yuwono yang terletak di dalam benteng Baluwerti (benteng Kraton) tepatnya di Langenastran, [[Panembahan, Kraton, Yogyakarta|kelurahan Panembahan]],[[Kraton, Yogyakarta|kecamatan Kraton]], [[Kota Yogyakarta]]. Arsitek pembangunan masjid Margo Yuwono yaitu Ir. Thomas Karsten membangun ''brunjung'' (bahasa Indonesia
Selain bangunan masjid, bangunan Museum yang juga dirancang oleh Karsten seperti [[museum Sonobudoyo]] juga terinspirasi dari arsitektur atap [[Masjid Agung Sang Cipta Rasa]] milik [[kesultanan Kasepuhan]] yang berbentuk ''Limasan lambang-teplok'' dengan mengadopsi pola konstruksi ''cukit'' pada hampir keseluruhan bangunan Museum.
|