Rumah Gadang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
LaninBot (bicara | kontrib)
k namun (di tengah kalimat) → tetapi
Baris 17:
== Arsitektur ==
[[Rumah adat]] ini memiliki keunikan bentuk [[arsitektur]] dengan bentuk puncak [[atap]]nya runcing yang menyerupai [[tanduk]] [[kerbau]] dan dahulunya dibuat dari bahan [[ijuk]] yang dapat tahan sampai puluhan tahun,<ref name="Daw" /> namun belakangan atap rumah ini banyak berganti dengan atap seng.
Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bahagian, muka dan belakang. Bagian depan dari Rumah Gadang biasanya penuh dengan ukiran ornamen dan umumnya bermotif akar, bunga, daun serta bidang persegi empat dan genjang<ref name="Navis" />. Sedangkan bagian luar belakang dilapisi dengan belahan bambu. Rumah tradisional ini dibina dari tiang-tiang panjang, bangunan rumah dibuat besar ke atas, namuntetapi tidak mudah rebah oleh goncangan<ref name="Navis" />, dan setiap elemen dari Rumah Gadang mempunyai makna tersendiri yang dilatari oleh [[tambo]] yang ada dalam adat dan budaya masyarakat setempat.
 
Pada umumnya Rumah Gadang mempunyai satu tangga yang terletak pada bagian depan. Sementara dapur dibangun terpisah pada bagian belakang rumah yang didempet pada dinding.
Baris 33:
 
== Proses pembuatan ==
Menurut tradisinya, tiang utama Rumah Gadang yang disebut ''tonggak tuo'' yang berjumlah empat buah/batang diambil dari hutan secara [[gotong royong]] oleh ''anak nagari'', terutama kaum kerabat, dan melibatkan puluhan orang. Batang pohon yang ditebang biasanya adalah pohon juha yang sudah tua dan lurus dengan diameter antara 40&nbsp;cm hingga 60&nbsp;cm. Pohon juha terkenal keras dan kuat. Setelah di bawa ke dalam [[nagari]] pohon tersebut tidak langsung di pakai, namuntetapi direndam dulu di kolam milik kaum atau keluarga besar selama bertahun-tahun.
 
Setelah cukup waktu batang pohon tersebut diangkat atau dibangkit untuk dipakai sebagai ''tonggak tuo''. Prosesi mengangkat/membangkit pohon tersebut disebut juga sebagai ''mambangkik batang tarandam'' (membangkitkan pohon yang direndam), lalu proses pembangunan Rumah Gadang berlanjut ke prosesi berikutnya, mendirikan ''tonggak tuo'' atau tiang utama sebanyak empat buah, yang dipandang sebagai ''menegakkan kebesaran''.