Pinang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
LaninBot (bicara | kontrib)
k efektifitas → efektivitas
Baris 150:
# '''Penanaman dengan Sistim Tumpang Sari'''
 
Penanaman sistem tumpang sari memberikan nilai tambah petani karena tanaman pinang baru berproduksi pada umur 5 tahun. Tanaman tumpang sari yang biasa ditanam adalah tanaman palawija antara lain jagung dan kacang-kacangan. Tanaman tumpang sari pada pertanaman pinang akan memberikan manfaat ganda pada petani, yakni pendapatan sebelum tanaman berproduksi dan efektifitasnyaefektivitasnya pemeliharaan tanaman pinang<ref name=":1" />.
 
 
Baris 199:
Pengujian dilakukan terhadap parameter non spesifik yang meliputi penetapan kadar air, penetapan kadar abu. Biji pinang yang baik memiliki kadar air yang rendah sehingga dapat lebih mudah disintesis menjadi obat. Pengujian terhadap parameter spesifik meliputi Identitas Ekstrak, organoleptik dan kandungan kimia ekstrak. Untuk mengetahui profil adanya senyawa fenolik, flavonoid dan alkaloid dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak Kloroform:Metanol (1:3). Deteksi adanya senyawa fenolik dilakukan dengan penyemprotan FeCl<sub>3</sub> dan memberikan hasil positif bila bercak mengalami pemadaman pada 254 nm dan fluorosensi pada 366 nm. Deteksi flavonoid dilakukan dengan penyemprotan sitroborat dan memberikan hasil positif bila bercak berfluorosensi kuning kehijauan. Deteksi alkaloid dengan penyemprotan Dragendorf dan memberikan hasil positif apabila muncul bercak merah bata dan arekolin digunakan sebagai standar. Ekstraksi serbuk biji buah ''Areca catechu'' dilakukan dengan menggunakan etanol 96%. Pengamatan sitotoksik untuk mendapatkan nilai IC50 dan penghambatan proliferasi sel (menggunakan uji ''doubling time'') dilakukan dengan menggunakan metode MTT. Pengamatan dan pemeriksaan apoptosis dilakukan dengan pengecatan akridin oranye-etidium bromida (double staining). Hasilnya menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak etanolik biji buah ''Areca catechu'' (25-100 µg/mL) selama 48 jam menghambat pertumbuhan sel sebesar 13-84% (IC50 77 µg/mL), sedangkan perlakuan arekolin (10-500 µg/mL) menghasilkan penghambatan pertumbuhan sel sebesar 8-73% (IC50 180 µg/mL). Ekstrak tersebut juga mampu menurunkan proliferasi sel serta memacu apoptosis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanolik biji buah ''Areca catechu'' (EP) memiliki efek antiproliferatif dengan menghambat pertumbuhan dan memacu apoptosis <ref>Majalah Farmasi Indonesia. 2008. Ekstrak Etanolik Biji Buah Pinang (Areca catechu L.) mampu menghambat proliferasi dan memacu apoptosis sel MCF-7''. Majalah Farmasi Indonesia'', 19(1), 12 – 19</ref>.
 
Selain itu, produk sekunder lain biji pinang yakni obat cacing yang telah diuji efektifitasnyaefektivitasnya, baik secara ''in vitro'' maupun ''in vivo''. Infeksi cacing usus seperti cacing gelang (''Ascaris lumbricoides''), cacing cambuk (''Trichuris trichiura''), dan cacing kait (''N. americanus''), terutama pada anak-anak, cukup memprihatinkan. Dalam kasus infeksi cacing gelang, bila larvanya sampai ke paru-paru bisa membuat orang yang menjadi induk semangnya menderita batuk, bila cacing tersebut dapat bermigrasi sampai ke usus buntu dapat mengakibatkan radang usus dan bila sampai ke hati, abses hati yang diderita induk semangnya. Sedangkan, infeksi cacing cambuk akan menyebabkan nyeri di daerah perut, diare dan terkadang anus menonjol ke luar. Selama ini obat yang sering digunakan untuk memberantas ketiga cacing di atas adalah pirantel pamoat, piperazin sitrat, dan mebendazol. Dari ketiganya, mebendazol paling efektif karena terbukti menghasilkan penyembuhan terhadap cacing gelang 93%, cacing cambuk 91%, dan terhadap cacing kait 100%. Namun, mebendazol ternyata ada efek sampingannya, diantaranya mulas, muntah, diare dan pusing. Sehingga dewasa kini, biji pinang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan obat cacing. Senyawa arekolina (komponen alkaloid) pada biji pinang, ternyata memiliki kadar tertinggi dan senyawa tersebut diduga berfungsi sebagai antihelmintik (anticacing). Penelitian khasiat antihelmintik biji pinang ini telah diuji secara ''in vitro'' (dalam media buatan) terhadap cacing kait anjing. Sebagai pembanding, digunakan obat modern pirantel pamoat dan garam faal. Dosis yang digunakan 15 mg serbuk biji pinang kering dalam 25 cc air suling dan serbuk pirantel pamoat 1 mg dalam 1.000 cc air suling. Hasil pengujian menunjukkan bahwa setelah direndam selama 1 jam ada 18 cacing mati dalam larutan biji pinang, sedangkan dalam pirantel pamoat belum ada yang mati. Pada perendaman 4 jam jumlah cacing yang mati dalam larutan biji pinang hampir sama dengan yang dalam larutan pirantel pamoat, dan setelah perendaman 10 jam, cacing mati semua baik dalam larutan biji pinang maupun dalam larutan pirantel pamoat. Sementara, dalam kelompok kontrol (dengan menggunakan garam faal), cacing mati hanya 3,3%. Hasil ini menunjukkan bahwa biji pinang secara in vitro terbukti memiliki efek antihelmintik terhadap cacing kait anjing. Sedangkan pengujian secara ''in vivo'' (dalam tubuh hidup) adalah membandingkan khasiat biji pinang dengan mebendazol dengan menggunakan anjing yang diinfeksi larva cacing kait. Hasil pengujian menujukkan bahwa meskipun tidak seefektif mebendazol, biji pinang dapat menurunkan jumlah telur cacing sampai sebesar 74,3%. Sedangkan mebendazol dapat menurunkan hingga 83%. Hal ini membuktikan bahwa biji pinang dapat digunakan sebagai obat cacing tradisional untuk infeksi cacing kait pada anjing.
 
Namun, pemanfaatan biji pinang sebagai bahan baku obat harus sangat diperhatikan dosisnya. Senyawa alkaloid yang dikandung pada pinang cukup berbahaya untuk sistem saraf. Yang umum terjadi adalah mual dan muntah (20-30%), sakit perut, pening dan ''nervous'' (gelisah). Efek samping yang jarang terjadi adalah luka pada lambung yang disertai muntah darah. Tanda-tanda kelebihan dosis adalah banyak keluar air liur (''qalivation''), muntah, mengantuk dan serangan jantung. Untuk mengurangi efek racunnya, pemakaian biji pinang sebaiknya yang telah dikeringkan, atau lebih baik bila biji pinang kering direbus. Kebiasaan mengunyah biji pinang dapat juga menyebabkan kanker mulut, yang telah menjangkiti sekitar 0,5% pengguna biji pinang, sehingga dianjurkan penggunaan serbuk biji pinang, sebaiknya tidak lebih dari 4 g/sekali konsumsi.