Revolusi Prancis: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Mrbonbon (bicara | kontrib)
Dikembalikan ke revisi 14721458 oleh Mimihitam (bicara): Kredibilitas sumber (TW)
Tag: Pembatalan
LaninBot (bicara | kontrib)
k namun (di tengah kalimat) → tetapi
Baris 28:
[[Berkas:Ludvig XVI av Frankrike porträtterad av AF Callet.jpg|jmpl|Pemerintah Prancis menghadapi krisis keuangan pada tahun 1780-an, dan [[Louis XVI dari Prancis|Louis XVI]] dikritik karena tidak mampu menangani masalah ini.]]
 
Sebagian besar [[sejarawan]] berpendapat bahwa sebab utama Revolusi Prancis adalah ketidakpuasan terhadap ''[[Ancien Régime]]''. Lebih khusus, para sejarawan juga menekankan adanya konflik kelas dari perspektif [[Marxis]]; hal yang umum terjadi pada akhir abad ke-19. Perekonomian yang tidak sehat, panen yang buruk, kenaikan harga pangan, dan sistem transportasi yang tidak memadai adalah hal-hal yang memicu kebencian rakyat terhadap pemerintah. Rentetan peristiwa yang mengarah ke revolusi dipicu oleh kebangkrutan pemerintah karena sistem pajak yang buruk dan utang yang besar akibat keterlibatan Prancis dalam berbagai perang besar. Upaya Prancis dalam menantang [[Inggris]]{{ndash}}kekuatan militer utama di dunia pada saat itu{{ndash}}dalam [[Perang Tujuh Tahun]] berakhir dengan bencana, menyebabkan hilangnya jajahan Prancis di [[Amerika Utara]] dan hancurnya Angkatan Laut Prancis. Tentara Prancis dibangun kembali dan kemudian berhasil menang dalam [[Perang Revolusi Amerika]], namuntetapi perang ini sangat mahal dan secara khusus tidak menghasilkan keuntungan yang nyata bagi Prancis. Sistem keuangan Prancis terpuruk dan kerajaan tidak mampu menangani utang negara yang besar. Karena dihadapkan pada krisis keuangan ini, raja lalu memanggil [[Majelis Bangsawan]] pada tahun [[1787]], pertama kalinya selama lebih dari satu abad.
 
Sementara itu, keluarga kerajaan hidup nyaman di [[Istana Versailles|Versailles]] dan terkesan acuh tak acuh terhadap krisis yang semakin meningkat. Meskipun secara teori pemerintahan [[Louis XVI dari Prancis|Raja Louis XVI]] berbentuk [[monarki absolut]], namuntetapi dalam praktiknya ia sering ragu-ragu dan akan mundur jika menghadapi oposisi yang kuat. [[Louis XVI]] memang berusaha mengurangi pengeluaran pemerintah, namuntetapi lawannya di ''[[parlement]]'' berhasil menggagalkan upayanya untuk memberlakukan reformasi yang lebih luas. Penentang kebijakan Louis semakin banyak dan berupaya menjatuhkan kerajaan dengan berbagai cara, misalnya dengan membagikan pamflet yang melaporkan informasi palsu dan dilebih-lebihkan untuk mengkritik pemerintah dan aparatnya, yang semakin memperkuat opini publik dalam melawan monarki.<ref name="britannicatraite">{{cite web|url=http://www.britannica.com/EBchecked/topic/602094/traite|title=Encyclopædia Britannica&nbsp;— Traite|accessdate=16 October 2008}}</ref>
 
Faktor lainnya yang dianggap sebagai penyebab Revolusi Prancis adalah kebencian terhadap pemerintah, yang muncul seiring dengan berkembangnya cita-cita [[Zaman Pencerahan|Pencerahan]]. Ini termasuk kebencian terhadap absolutisme [[kerajaan]]; kebencian oleh masyarakat petani, buruh, dan [[kaum borjuis]] terhadap hak-hak istimewa yang dimiliki oleh kaum bangsawan; kebencian terhadap [[Gereja Katolik]] atas pengaruhnya dalam kebijakan publik dan di lembaga-lembaga negara; keinginan untuk memperjuangkan [[kebebasan beragama]]; kebencian para pendeta perdesaan miskin terhadap uskup aristokrat; keinginan untuk mewujudkan kesetaraan sosial, politik, ekonomi, serta (khususnya saat Revolusi berlangsung) [[republikanisme]]; kebencian terhadap Ratu [[Marie Antoinette]], yang dituduh sebagai seorang pemboros dan mata-mata [[Kekaisaran Romawi Suci|Austria]]; serta kemarahan terhadap Raja karena memecat bendahara keuangan [[Jacques Necker]], salah satu orang yang dianggap sebagai wakil rakyat di kerajaan.<ref>William Doyle, ''The Oxford History of the French Revolution'' (2nd ed. 2003), hal.73–74</ref>
Baris 42:
Necker menyadari bahwa sistem pajak di Prancis sangat [[pajak regresif|regresif]]; masyarakat kelas bawah dikenakan pajak yang lebih besar,<ref name="Hib35">Hibbert, hal. 35, 36</ref> sementara kaum bangsawan dan pendeta diberikan banyak pengecualian.<ref name="Frey2">Frey, hal. 2</ref> Necker beranggapan bahwa pembebasan pajak untuk kaum bangsawan dan pendeta harus dikurangi, dan mengusulkan untuk meminjam lebih banyak uang agar permasalahan keuangan negara bisa teratasi. Necker menerbitkan sebuah laporan untuk mendukung anggapannya ini, yang menunjukkan bahwa defisit negara menembus angka 36 juta livre. Necker juga mengusulkan pembatasan kekuasaan ''[[parlement]]''.<ref name="Hib35"/>
 
Usulan Necker ini tidak diterima dengan baik oleh para menteri Raja, dan Necker, yang berharap bisa memperkuat posisinya, berpendapat bahwa ia harus diangkat sebagai menteri, namuntetapi Raja menolaknya. Necker dipecat dan [[Charles Alexandre de Calonne]] ditunjuk menjadi bendahara yang baru.<ref name="Hib35"/> Calonne dengan cepat menyadari situasi keuangan negara yang sedang kritis dan mengusulkan pembentukan [[kode pajak]] yang baru.<ref name="D34">Doyle, ''The French Revolution: A very short introduction'', hal. 34</ref>
 
Usulan Calonne ini termasuk penarikan [[pajak bumi dan bangunan|pajak bumi]] yang konsisten, yang juga dipungut pada kaum bangsawan dan pendeta. Karena ditentang oleh ''parlement'', Calonne mengadakan pertemuan dengan [[Majelis Bangsawan]], berharap mendapat dukungan. Namun bukannya mendukung rencana Calonne, Majelis malah melemahkan posisi Calonne dengan mengkritiknya. Sebagai tanggapan, untuk pertama kalinya sejak 1614, Raja memanggil [[Etats-Généraux 1789|''Etats-Généraux'' pada bulan Mei 1789]]. Pemanggilan ini sekaligus menjadi pertanda bahwa [[Wangsa Bourbon|monarki Bourbon]] sedang dalam keadaan lemah dan tunduk pada tuntutan rakyatnya.<ref name="D36">Doyle 2003, hal. 93</ref>
Baris 69:
[[Berkas:Le Serment du Jeu de paume.jpg|jmpl|ka|Majelis Nasional mengambil [[Sumpah Lapangan Tenis]] (sketsa oleh [[Jacques-Louis David]]).]]
 
Pada 10 Juni 1789, Abbé Sieyès pindah keanggotaan menjadi ''Etats'' Ketiga, dan sekarang mengikuti pertemuan sebagai ''Communes'' (Rakyat Biasa). Ia mengajak dua ''etats'' lainnya untuk ikut serta, namuntetapi ajakannya ini tidak diindahkan.<ref>John Hall Stewart. ''A Documentary Survey of the French Revolution''. New York: Macmillan, 1951, hal. 86.</ref> ''Etats'' Ketiga yang sekarang menjadi lebih radikal mendeklarasikan diri sebagai [[Majelis Nasional (Revolusi Prancis)|Majelis Nasional]], majelis yang bukan berasal dari ''etats'', namuntetapi dari golongan "Rakyat". Mereka mengajak yang lainnya untuk bergabung, namuntetapi menegaskan bahwa "dengan atau tanpa bantuan, mereka tetap akan mengatasi permasalahan bangsa."<ref>Schama 2004, hal.303</ref>
 
Dalam upayanya untuk tetap mengontrol dan mencegah Majelis mengadakan pertemuan, Louis XVI memerintahkan penutupan Salle des États, tempat Majelis biasanya mengadakan pertemuan. Di saat yang bersamaan, cuaca tidak memungkinkan Majelis untuk menggelar pertemuan di luar ruangan, sehingga Majelis pada akhirnya memindahkan pertemuan mereka ke sebuah lapangan [[tenis]] dalam ruangan. Di tempat ini, mereka mengambil [[Sumpah Lapangan Tenis]] pada 20 Juni 1789, yang menyatakan bahwa Majelis tidak akan berpisah hingga mereka bisa memberikan sebuah [[konstitusi]] bagi Prancis.<ref name="Schama">Schama 2004, hal.312</ref>
Baris 90:
Raja Louis yang khawatir dengan tindak kekerasan terhadapnya mundur untuk sementara waktu. [[Marquis de la Fayette]] mengambilalih komando Garda Nasional di Paris. [[Jean-Sylvain Bailly]], presiden Majelis pada saat [[Sumpah Lapangan Tenis]], menjadi wali kota di bawah struktur pemerintahan baru yang dikenal dengan [[komune]]. Raja mengunjungi Paris pada tanggal 17 Juli dan menerima sebuah simpul pita [[Bendera Prancis|triwarna]], diiringi dengan teriakan ''Vive la Nation'' ("Hidup Bangsa") dan ''Vive le Roi'' ("Hidup Raja").<ref>Schama 2004, hal.357</ref>
 
Necker kembali menduduki jabatannya, namuntetapi kejayaannya berumur pendek. Necker memang seorang ahli keuangan yang cerdik, namuntetapi sebagai politisi, ia kurang terampil. Necker dengan cepat kehilangan dukungan rakyat setelah menuntut amnesti umum.<ref>Schama 2004, hal.248</ref>
 
Setelah kemenangan Majelis, situasi di Prancis masih tetap memburuk. Kekerasan dan penjarahan terjadi di seantero negeri. Kaum bangsawan yang mengkhawatirkan keselamatan mereka berbondong-bondong pindah ke negara tetangga. Dari negara-negara tersebut, para ''[[émigré]]'' ini mendanai kelompok-kelompok kontra-revolusi di Prancis dan mendesak monarki asing untuk memberikan dukungan pada [[kontra-revolusi]].<ref>Lefebvre, hal.187–188.</ref>
Baris 100:
Pada tanggal 4 Agustus 1789, Majelis Konstituante Nasional menghapuskan [[feodalisme]] (meskipun pada saat itu telah terjadi pemberontakan petani yang hampir mengakhiri feodalisme). Keputusan ini dituangkan dalam dokumen yang dikenal dengan [[Dekret Agustus]], yang menghapuskan seluruh hak istimewa kaum ''Estate'' Kedua dan hak ''[[:wikt:tithe|dîme]]'' (menerima zakat) yang dimiliki oleh ''Estate'' Pertama. Hanya dalam waktu beberapa jam, bangsawan, pendeta, kota, provinsi, dan perusahaan kehilangan hak-hak istimewanya.
 
Pada tanggal 26 Agustus 1789, Majelis menerbitkan [[Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara]], yang memuat pernyataan prinsip, bukannya konstitusi dengan efek hukum. Majelis Konstituante Nasional tidak hanya berfungsi sebagai [[legislatif]], namuntetapi juga sebagai [[Majelis konstituen|badan untuk menyusun konstitusi baru]].
 
Necker, Mounier, Lally-Tollendal dan yang lainnya tidak berhasil mencapai kesepakatan dengan senat, yang keanggotaannya ditunjuk oleh Raja dan dicalonkan oleh rakyat. Sebagian besar bangsawan mengusulkan agar [[majelis tinggi]] dipilih oleh kaum bangsawan. Sidang segera dilakukan pada hari itu, yaang memutuskan bahwa Prancis akan memiliki majelis tunggal dan unikameral. Kekuasaan Raja terbatas hanya untuk "menangguhkan [[veto]]"; ia bisa menunda implementasi undang-undang, namuntetapi tidak bisa membatalkannya. Pada akhirnya, Majelis menggantikan [[Provinsi di Prancis|provinsi]] bersejarah di Prancis dengan 83 ''départements,'' yang dikelola secara seragam menurut daerah dan jumlah penduduk.
 
Di tengah kegiatan Majelis yang disibukkan dengan urusan konstitusional, krisis keuangan terus berlanjut, sebagian besarnya belum terselesaikan, dan [[defisit]] negara semakin meningkat. [[Honoré Gabriel Riqueti, comte de Mirabeau|Honoré Mirabeau]] kemudian memimpin gerakan untuk mengatasi permasalahan ini, dan Majelis memberi Necker hak penuh untuk mengelola keuangan negara.
Baris 143:
* Kegagalan Louis XVI untuk menangani gejala-gejala ini secara efektif.
 
Aktivitas proto-revolusioner bermula ketika raja Prancis [[Louis XVI dari Prancis|Louis XVI]] (memerintah [[1774]]-[[1792]]) menghadapi krisis dana kerajaan. Keluarga raja Prancis, yang secara keuangan sama dengan negara Prancis, memiliki utang yang besar. Selama pemerintahan [[Louis XV dari Prancis|Louis XV]] ([[1715]]-[[1774]]) dan Louis XVI sejumlah menteri, termasuk [[Anner Robert Jacques Turgot, Baron de Laune|Turgot]] (Pengawas Keuangan Umum [[1774]]-[[1776]]) dan [[Jacques Necker]] (Direktur-Jenderal Keuangan [[1777]]-[[1781]]), mengusulkan sistem perpajakan Prancis yang lebih seragam, namuntetapi gagal. Langkah-langkah itu mendapatkan tantangan terus-menerus dari ''[[parlement]]'' (pengadilan hukum), yang didominasi oleh "Para Bangsawan", yang menganggap diri mereka sebagai pengawal nasional melawan pemerintahan yang sewenang-wenang, dan juga dari fraksi-fraksi pengadilan. Akibatnya, kedua menteri itu akhirnya diberhentikan. [[Charles Alexandre de Calonne]], yang menjadi Pengawas Umum Keuangan pada [[1783]], mengembangkan strategi pengeluaran yang terbuka sebagai cara untuk meyakinkan calon kreditur tentang kepercayaan dan stabilitas keuangan Prancis.
 
Namun, setelah Callone melakukan peninjauan yang mendalam terhadap situasi keuangan Prancis, menetapkan bahwa hal itu tidak mungkin dilakukan, dan karenanya ia mengusulkan [[pajak tanah]] yang seragam sebagai cara untuk memperbaiki keuangan Prancis dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek, dia berharap bahwa dukungan dari Dewan Kaum Terkemuka yang dipilih raja akan mengemalikan kepercayaan akan keuangan Prancis, dan dapat memberikan pinjaman hingga pajak tanah mulai memberikan hasilnya dan memungkinkan pembayaran kembali dari utang tersebut.
Baris 160:
penduduk Paris yang liberal, mulai melakukan agitasi melawannya, menuntut agar Kelompok Ketiga digandakan dan pemungutan suara dilakukan per kepala (seperti yang telah dilakukan dalam berbagai dewan perwakilan daerah). Necker, yang berbicara untuk pemerintah, mengakui lebih jauh bahwa Kelompok Ketiga harus digandakan, tetapi masalah pemungutan suara per kepala harus diserahkan kepada pertemuan Etats sendiri. Namun kemarahan yang dihasilkan oleh pertikaian itu tetap mendalam, dan pamflet-pamflet, seperti tulisan [[Abbé Sieyès]] ''Apakah Kelompok Ketiga itu?'' yang berpendapat bahwa ordo-ordo yang memiliki hak-hak istimewa adalah parasit, dan Kelompok Ketiga adalah bangsa itu sendiri, membuat kemarahan itu tetap bertahan.
 
Ketika Etats-Généraux bertemu di [[Versailles]] pada [[5 Mei]] [[1789]], pidato-pidato panjang oleh Necker dan Lamoignon, yang bertugas menyimpan meterai, tidak banyak membantu untuk memberikan bimbingan kepada para wakil, yang dikembalikan ke tempat-tempat pertemuan terpisah untuk membuktikan kredensi para panggotanya. Pertanyaan tentang apakah pemilihan suara akhirnya akan dilakukan per kepala atau diambil dari setiap orde sekali lagi disingkirkan untuk sementara waktu, namuntetapi Kelompok Ketiga kini menuntut agar pembuktian kredensi itu sendiri harus dilakukan sebagai kelompok. Namun, perundingan-perundingan dengan kelompok-kelompok lain untuk mencapai hal ini tidak berhasil, karena kebanyakan rohaniwan dan kaum bangsawan tetap mendukung pemungutan suara yang diwakili oleh setiap orde.
 
=== Majelis Nasional ===
{{Untuk|gambaran lebih jelas tentang peristiwa [[17 Juni]] - [[9 Juli]] [[1789]]|Majelis Nasional (Revolusi)}}
 
Pada tanggal [[28 Mei]] 1789, Romo [[Emmanuel Joseph Sieyès|Sieyès]] memindahkan Estate Ketiga itu, kini bertemu sebagai ''Communes'' (bahasa Indonesia: "Majelis Perwakilan Rendah"), memulai pembuktian kekuasaannya sendiri dan mengundang 2 estate lainnya untuk ambil bagian, namuntetapi bukan untuk menunggu mereka. Mereka memulai untuk berbuat demikian, menyelesaikan proses itu pada tanggal [[17 Juni]]. Lalu mereka mengusulkan langkah yang jauh lebih radikal, menyatakan diri sebagai [[Majelis Nasional (Revolusi Prancis)|Majelis Nasional]], majelis yang bukan dari estate namun dari "rakyat". Mereka mengundang golongan lain untuk bergabung dengan mereka, namuntetapi kemudian nampak jelas bahwa mereka cenderung memimpin urusan luar negeri dengan atau tanpa mereka.
 
Louis XVI menutup Salle des États di mana majelis itu bertemu. Majelis itu memindahkan pertemuan ke lapangan tenis raja, di mana mereka mereka mulai mengucapkan [[Sumpah Lapangan Tenis]] ([[20 Juni]] 1789), di mana mereka setuju untuk tidak berpisah hingga bisa memberikan sebuah [[konstitusi]] untuk Prancis. Mayoritas perwakilan dari pendeta segera bergabung dengan mereka, begitupun 57 anggota bangsawan. Dari tanggal [[27 Juni]] kumpulan kerajaan telah menyerah pada lahirnya, meski militer mulai tiba dalam jumlah besar di sekeliling [[Paris]] dan Versailles. Pesan dukungan untuk majelis itu mengalir dari Paris dan kota lainnya di Prancis. Pada tanggal [[9 Juli]], majelis itu disusun kembali sebagai [[Majelis Konstituante Nasional]].
Baris 215:
''Untuk diskusi lebih lanjut, lihat [[Revolusi Prancis dari penghapusan feodalisme Konstitusi Sipil Pendeta|Ke arah Konstitusi]].''
 
Majelis Konsituante Nasional tak hanya berfungsi sebagai [[legislatur]], namuntetapi juga sebagai badan untuk mengusulkan konstitusi baru.
 
Necker, Mounier, Lally-Tollendal, dll tidak berhasil mengusulkan sebuah [[senat]], yang anggotanya diangkat oleh raja pada pencalonan rakyat. Sebagian besar bangsawan mengusulkan [[majelis tinggi]] aristokrat yang dipilih oleh para bangsawan. Kelompok rakyat menyatakan pada hari itu: Prancis akan memiliki majelis tunggal dan unikameral. Raja hanya memiliki "veto suspensif": ia dapat menunda implementasi hukum, namuntetapi tidak bisa mencabutnya sama sekali.
 
Rakyat Paris menghalangi usaha kelompok Royalis untuk mencabut tatanan baru ini: mereka berbaris di Versailles pada tanggal [[5 Oktober]] 1789. Setelah sejumlah perkelahian dan insiden, raja dan keluarga kerajaan merelakan diri dibawa kembali dari Versailles ke Paris.
Baris 241:
Pada tanggal [[14 Juli]] [[1790]], dan beberapa hari berikutnya, kerumuman di [[Champ-de-Mars]] memperingati jatuhnya Bastille; Talleyrand melakukan sumpah massal untuk "setia pada negara, hukum, dan raja"; raja dan keluarga raja ikut serta secara aktif.
 
Para pemilih awalnya memilih anggota [[Dewan Jenderal Prancis|Dewan Jenderal]] untuk bertugas dalam setahun, namuntetapi dengan [[Sumpah Lapangan Tenis]], ''commune'' tersebut telah sepakat bertemu terus menerus hingga Prancis memiliki konstitusi. Unsur sayap kanan kini mengusulkan pemilu baru, namuntetapi Mirabeau menang, menegaskan bahwa status majelis itu telah berubah secara fundamental, dan tiada pemilu baru yang terjadi sebelum sempurnanya konstitusi.
 
Pada akhir 1790, beberapa huru-hara kontrarevolusi kecil-kecilan pecah dan berbagai usaha terjadi untuk mengembalikan semua atau sebagian pasukan pasukan terhadap revolusi yang semuanya gagal. Pengadilan kerajaan, dalam kata-kata [[François Mignet]], "mendorong setiap kegiatan antirevolusi dan tak diakui lagi." [http://www.outfo.org/literature/pg/etext06/8hfrr10.txt]
Baris 260:
{{untuk|diskusi lebih jelas|Pelarian ke Varennes}}
 
Louis XVI, yang ditentang pada masa revolusi, namuntetapi menolak bantuan yang kemungkinan berbahaya ke penguasa Eropa lainnya, membuat kesatuan dengan Jenderal Bouillé, yang menyalahkan emigrasi dan majelis itu, dan menjanjikannya pengungsian dan dukungan di kampnya di [[Montmedy]].
 
Pada malam [[20 Juni]] [[1791]], keluarga kerajaan lari ke Tuileries. Namun, keesokan harinya, sang Raja yang terlalu yakin itu dengan sembrono menunjukkan diri. Dikenali dan ditangkap di [[Varennes]] (di ''[[département di Prancis|département]]'' [[Meuse]]) di akhir [[21 Juni]], ia kembali ke Paris di bawah pengawalan.
Baris 283:
Malahan sebelum "Pelarian ke Varennes", para anggota majelis telah menentukan untuk menghalangi diri dari legislatur yang akan menggantikan mereka, [[Majelis Legislatif Prancis|Majelis Legislatif]]. Kini mereka mengumpulkan sejumlah hukum konstitusi yang telah mereka sahkan ke dalam konstitusi tunggal, menunjukkan keuletan yang luar biasa dalam memilih untuk tidak menggunakan hal ini sebagai kesempatan untuk revisi utama, dan mengajukannya ke Louis XVI yang dipulihkan saat itu, yang menyetujuinya, menulis "Saya mengajak mempertahankannya di dalam negeri, mempertahankannya dari semua serangan luar; dan menyebabkan pengesahannya yang tentu saja ditempatkan di penyelesaian saya". Raja memuji majelis dan menerima tepukan tangan penuh antusias dari para anggota dan penonton. Majelis mengakhiri masa jabatannya pada tanggal [[29 September]] [[1791]].
 
Mignet menulis, "Konstitusi 1791... adalah karya kelas menengah, kemudian yang terkuat; seperti yang diketahui benar, karena kekuatan yang mendominasi pernah mengambil kepemilikan lembaga itu... Dalam konstitusi ini rakyat adalah sumber semua, namuntetapi tak melaksanakan apapun." [http://www.outfo.org/literature/pg/etext06/8hfrr10.txt]
 
=== Majelis Legislatif dan kejatuhan monarki ===
Baris 289:
 
==== Majelis Legislatif ====
Di bawah Konstitusi 1791, Prancis berfungsi sebagai monarki konstitusional. Raja harus berbagi kekuasaan dengan [[Majelis Legislatif (Prancis)|Majelis Legislatif]] yang terpilih, namuntetapi ia masih bisa mempertahankan vetonya dan kemampuan memilih menteri.
 
Majelis Legislatif pertama kali bertemu pada tanggal [[1 Oktober]] 1791, dan jatuh dalam keadaan kacau hingga kurang dari setahun berikutnya. Dalam kata-kata [[1911 Encyclopædia Britannica]]: "Dalam mencba memerintah, majelis itu sama sekali gagal. Majelis itu membiarkan kekosongan keuangan, ketidakdisiplinan pasukan dan angkatan laut, dan rakyat yang rusak moralnya oleh huru-hara yang aman dan berhasil."
Baris 298:
 
==== Perang ====
Politik masa itu membawa Prancis secara tak terelakkan ke arah perang terhadap [[Austria]] dan sekutu-sekutunya. Sang Raja, kelompok Feuillant dan Girondin khususnya menginginkan perang. Sang Raja (dan banyak Feuillant bersamanya) mengharapkan perang akan menaikkan popularitasnya; ia juga meramalkan kesempatan untuk memanfaatkan tiap kekalahan: yang hasilnya akan membuatnya lebih kuat. Kelompok Girondin ingin menyebarkan revolusi ke seluruh Eropa. Hanya beberapa Jacobin radikal yang menentang perang, lebih memilih konsolidasi dan mengembangkan revolusi di dalam negeri. Kaisar Austria [[Leopold II, Kaisar Romawi Suci|Leopold II]], saudara [[Marie Antoinette]], berharap menghindari perang, namuntetapi meninggal pada tanggal [[1 Maret]] [[1792]].
 
Prancis menyatakan perang pada [[Austria]] ([[20 April]] [[1792]]) dan [[Prusia]] bergabung di pihak Austria beberapa minggu kemudian. [[Perang Revolusi Prancis]] telah dimulai.
Baris 353:
 
== Pengaruh Revolusi Prancis Terhadap Indonesia ==
Salah satu wilayah yang terkena dampak positif dari terjadinya revolusi Prancis adalah Indonesia. Meskipun pada saat itu kedaulatan NKRI dan kemerdekaan Indonesia belum menemu jalannya, namuntetapi peristiwa revolusi Prancis memberikan inspirasi bagi para tokoh di Indonesia. Beberapa paham yang turut dijadikan sebagai motor penggerak massa mencari jalan Indonesia dalam kebabasan dan kemerdekaan adalah sebagai berikut:
==== Paham Nasionalisme ====
Sebagaimana catatan sejarah yang ada, paham nasionalisme muncul dan berkembang di daratan Eropa. Setelah adanya revolusi Prancis paham ini menyebar dengan cepat di daratan Asia dan Afrika, tidak terkecuali Indonesia dalam melawan negara imperialis Barat yang telah lama berkongko di Indonesia.
Baris 360:
 
==== Paham Demokrasi ====
Meskipun tidak secara langsung terkena dampak dari terjadinya revolusi Prancis, namuntetapi secara tidak langsung paham demokrasi yang mulai muncul di Indonesia pada Abad ke-20 merupakan bukti menyebarnya paham demokrasi ke seluruh penjuru dunia. Hal ini dibuktikan pada saat pemerintah Belanda yang pada waktu itu berkuasa di Indonesia memutuskan kaum bumi putera wajib militer guna memperkuat keamanan. Mendengar keputusan tersebut yang terjadi pada tahun 1916 ini maka Boedi Oetomo mengirimkan wakilnya yakni Dwidjosewoyo untuk melakukan perundingan dan negosiasi terhadap para pemimpin Belanda di Indonesia. Dari hasil negosiasi tersebut pemerintah Belanda tidak jadi memberikan wajib militer bagi penduduk pribumi melainkan diganti dengan pendirian Volksraad yakni Dewan Perwakilan Rakyat Hindia Belanda yang diresmikan pada tanggal 16 bulan Desember tahun 1916.
 
Selain hal tersebut diatas, bukti paham demokrasi muncul di Indonesia setelah adanya revolusi Prancis ialah adanya tuntutan Indonesia Ber-parlemen. Bentuk perjuangan dan asas yang dianut dalam sistem parlemen tetunya sedikit banyak terinspirasi oleh perjuangan rakyat Prancis pada masa revolusi Prancis. Dengan adanya paham ini kemudian partai-partai politik di Indonesia bergabung membentuk wadah baru yang disebut dengan Gabungan Politik Indonesia atau yang sering disingkat GAPI. Dalam perjuangannya GAPI menyerukan bahwa Indonesia Berparlemen. Hal ini dilakukan guna menghindari paham fasisme yang pada saat itu sangat meresahkan dunia khususnya pada masa perang dunia II.