Fenomenologi (filsafat): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan 114.125.172.253 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Bagas Chrisara
Tag: Pengembalian
Rombak artikel lama
Baris 1:
{{Bedakan|fenologi}}
 
{{filsafat}}
'''Fenomenologi''' adalah sebuah studi dalam bidang [[filsafat]] yang mempelajari [[manusia]] sebagai sebuah [[fenomena]]. Ilmu '''fenomonologi''' dalam filsafat biasa dihubungkan dengan ilmu [[hermeneutik]], yaitu ilmu yang mempelajari arti daripada fenomena ini.
 
'''Fenomenologi''' (dari {{lang-el|φαινόμενον}}, ''phainómenon'', yang tampak, dan {{lang-el|λόγος}}, ''lógos'', ilmu) adalah sebuah disiplin ilmu dan studi inkuiri deskriptif<ref>{{cite web
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh [[Johann Heinrich Lambert]] (1728 - 1777), seorang [[filsuf]] [[Jerman]]. Dalam bukunya ''Neues Organon'' (1764). ditulisnya tentang ilmu yang tak nyata.
| url=https://www.philosophybasics.com/branch_phenomenology.html
| title=Phenomenology
| last=Mastin
| first=L.
| website=philosophybasics.com
| access-date=15 Mei 2019
| quote=It has been argued that it differs from other branches of philosophy in that it tends to be more descriptive than prescriptive.}}</ref> yang meletakkan perhatiannya pada studi atas penampakan (fenomena), akuisisi pengalaman, dan kesadaran. Fenomenologi, singkatnya, adalah studi mengenai pengalaman dan bagaimana pengalaman tersebut terbentuk. Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman subjektif dan [[intensionalitas|intensionalitas]]nya. Studi ini kemudian mengarahkan pada analisis kondisi kemungkinan intensionalitas, latar belakang praktik sosial, dan analisis bahasa.
 
Studi fenomenologi didasarkan pada premis konsepsi [[fenomena (Immanuel Kant)|fenomena Kantian]]. Studi fenomenologi didasarkan pada premis bahwa [[realitas]] terdiri atas objek dan penampakan kejadian (fenomena) yang dicerap atau dimengerti oleh kesadaran.<ref>{{cite web
Dalam pendekatan sastra, '''fenomenologi''' memanfaatkan pengalaman intuitif atas fenomena, sesuatu yang hadir dalam refleksi fenomenologis, sebagai titik awal dan usaha untuk mendapatkan fitur-hakikat dari pengalaman dan hakikat dari apa yang kita alami. [[G.W.F. Hegel]] dan [[Edmund Husserl]] adalah dua tokoh penting dalam pengembangan pendekatan [[Filsafat|filosofis]] ini.
| url=https://www.philosophybasics.com/branch_phenomenology.html
| title=Phenomenology
| last=Mastin
| first=L.
| website=philosophybasics.com
| access-date=3 April 2019
| quote=…which is based on the premise that reality consists of objects and events ("phenomena") as they are perceived or understood in the human consciousness, and not of anything independent of human consciousness.}}</ref> Sebagai [[pergerakan filsafat]], fenomenologi didirikan pada awal abad ke-20 oleh [[Edmund Husserl]] dan dikembangkan oleh lingkar studi pengikut ide Husserlian di universitas di Göttingen dan Munich di Jerman ([[Edith Stein]], [[Eugen Fink]], [[Martin Heidegger]], [[Max Scheler]], [[Nicolai Hartmann]], [[Roman Ingarden]]) dan khususnya di Prancis ([[Paul Ricœur]], [[Emmanuel Levinas]], [[Jean-Paul Sartre]], [[Maurice Merleau-Ponty]]) dan di Amerika Serikat ([[Alfred Schütz]], [[Eric Voegelin]]), meski diiringi dengan kritik yang menjauhkannya dari ide awal Husserlian tanpa menghilangkan ide fondasi yang melandasinya.
 
Dalam konsepsi Husserl, fenomenologi berpusat pada refleksi sistematis dan studi struktur kesadaran dan fenomena yang tampak pada pikiran. Fenomenologi berbeda dari konsep analisis [[René Descartes|Cartesian]] yang memandang realitas sebagai set atas objek yang bertautan dan bertalian antar satu dengan lainnya.
[[Tujuh Tradisi Komunikasi|Tradisi fenomenologi]] berkonsentrasi pada pengalaman pribadi termasuk bagian dari individu – individu yang ada saling memberikan pengalaman satu sama lainnya. Komunikasi di pandang sebagai proses berbagi pengalaman atau informasi antar individu melalui dialog. Hubungan baik antar individu mendapat kedudukan yang tinggi dalam tradisi ini. Dalam tradisi ini mengatakan bahwa bahasa adalah mewakili suatu pemaknaan terhadap benda. Jadi, satu kata saja sudah dapat memberikan pemaknaan pada suatu hal yang ingin di maknai.
 
Fenomenologi adalah salah satu tradisi besar dalam sejarah filsafat abad ke-20. Dalam perkembangan lebih lanjut, fenomenologi tidak dilihat seperti doktrin unitaris ataupun mazhab filsafat, melainkan lebih pantas dilihat sebagai gaya berpikir atau sebuah metode yang melibatkan pengalaman terbuka yang terus-menerus diperbaharui. Sehingga upaya mendefinisikan fenomenologi tidak dapat pernah cukup dan bahkan upaya yang paradoksal karena tiadanya fokus tematik yang mendirikan fenomenologi itu sendiri.<ref>{{cite journal
Pada dasarnya fenomenologi adalah suatu tradisi pengkajian yang digunakan untuk mengeksplorasi pengalaman manusia. Seperti yang dikemukakan oleh [[Littlejohn]] bahwa fenomenologi adalah suatu tradisi untuk mengeksplorasi pengalaman manusia. Dalam konteks ini ada asumsi bahwa manusia aktif memahami dunia disekelilingnya sebagai sebuah pengalaman hidupnya dan aktif menginterpretasikan pengalaman tersebut.Asumsi pokok fenomenologi adalah manusia secara aktif menginterpretasikan pengalamannya dengan memberikan makna atas sesuatu yang dialaminya. Oleh karena itu interpretasi merupakan proses aktif untuk memberikan makna atas sesuatu yang dialami manusia. Dengan kata lain pemahaman adalah suatu tindakan kreatif, yakni tindakan menuju pemaknaan.
|last1=Farina
|first1=G.
|date=2014
|title=Some Reflections on the Phenomenological Method
|url=http://www.crossingdialogues.com/Ms-A14-07.htm
|journal=Dialogues in Philosophy, Mental and Neuro Sciences
|volume=7
|issue=2
|pages=50–62}}</ref> Fenomenologi juga mempengaruhi karya di luar lingkar pengaruh filsafatnya seperti pada [[filsafat ilmu]], [[psikiatri]], [[estetika]], [[moralitas]], [[teori sejarah]], dan [[antropologi eksistensial]].
 
== Sejarah konsep ==
Manusia memiliki paradigma tersendiri dalam memaknai sebuah realitas. Pengertian [[paradigma]] adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradigma menunjukkan sesuatu yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epistimologis yang panjang.
Kata "fenomena" sebenarnya telah ada sejak Yunani Kuno yang berarti "hal yang tampak dan tercerap oleh indra".<ref>Lihat pula Wiktionary mengenai kata [[:wikt:en:phenomenon|''fenomena'']].</ref> Pemaknaan terma "fenomenologi" telah digunakan sejak [[Skeptisisme filosofis|mazhab skeptik]] yang telah menghambat ide dogmatisme metafisis mazhab pemikiran sebelumnya seperti [[Parmenides]].<ref>{{cite book
|editor1-last=Schischkoff
|editor1-first=G.
|last1=Schmidt
|first1=H.
|title=Philosophisches Wörterbuch
|date=1982
|isbn=3-520-01321-5
|page=641
|location=Stuttgart
|publisher=Kröner}}
</ref>
 
Dalam sejarah kefilsafatan, terma "fenomenologi" memiliki sekurangnya tiga makna utama. Pertama adalah fenomenologi [[Georg Wilhelm Friedrich Hegel|G. W. F. Hegel]], kemudian dalam tulisan [[Edmund Husserl]] pada tahun 1920, dan ketiga dalam tulisan mantan asisten riset Husserl [[Martin Heidegger]] pada tahun 1927. Meski terma fenomenologi dipakai di banyak karya sebelum Husserl, pemaknaan kontemporer atas fenomenologi umumnya terkait pada metode Husserlian.
Fenomenologi menjelaskan fenomena perilaku manusia yang dialami dalam kesadaran. Fenomenolog mencari pemahaman seseorang dalam membangun makna dan konsep yang bersifat intersubyektif. Oleh karena itu, penelitian fenomenologi harus berupaya untuk menjelaskan makna dan pengalaman hidup sejumlah orang tentang suatu konsep atau gejala. Natanson menggunakan istilah fenomenologi merujuk kepada semua pandangan sosial yang menempatkan kesadaran manusia dan makna subjektifnya sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial.
 
Terma "fenomenologi" modern dapat ditemukan jauh di abad ke-18 dan dapat ditemukan di karya teolog Jerman [[Friedrich Christoph Oetinger]] (1702–1782) dalam ''Philosophie der Alten'' dan [[Johann Heinrich Lambert]] dalam ''Über die Methode, die Metaphysik, Theologie und Moral richtiger zu beweisen'' yang membahas teori penampakan yang mendasari pengetahuan empiris.
Berdasar asumsi ontologis, penggunaan paradigma fenomeologi dalam memahami fenomena atau realitas tertentu, akan menempatkan realitas sebagai konstruksi sosial kebenaran. Realitas juga dipandang sebagai sesuatu yang sifatnya relatif, yaitu sesuai dengan konteks spesifik yang dinilai relevan oleh para aktor sosial. Secara epistemologi, ada interaksi antara subjek dengan realitas akan dikaji melalui sudut pandang interpretasi subjek. Sementara itu dari sisi aksiologis, nilai, etika, dan pilihan moral menjadi bagian integral dalam pengungkapan makna akan interpretasi subjek.
 
Dalam ''[[Kritik atas Nalar Murni|Kritik der reinen Vernunft]]'', [[Immanuel Kant]] (1724–1804) juga menggunakan terma fenomenologi untuk menunjuk pada batas reseptif pengetahuan atas realitas. Kant membagi realitas objek menjadi dua: pertama, objek atas ''fenomena,'' yang manusia dapat cerap dan paham oleh indra dan budi, dan; kedua, objek "pada dirinya sendiri" (''[[an sich]]'') atau ''noumena'', yang tak tampak di ruang dan waktu sehingga penilaian absah atas ''noumena'' tak dapat dilakukan. Dalam perkembangan lebih lanjut, Hegel (1770–1831), dalam ''Phänomenologie des Geistes,'' menyatakan bahwa fenomenologi dimengerti sebagai eksplorasi yang tampak (fenomena) untuk mengetahui apa yang tak tampak di balik fenomena. Pendekatan Hegel ini disebut fenomenologi dialektis.<ref>{{cite book
== Jenis-Jenis Tradisi Fenomenologi ==
|last=Bologh
Inti dari tradisi fenomenologi adalah mengamati kehidupan dalam keseharian dalam suasana yang alamiah. Tradisi memandang manusia secara aktif mengintrepretasikan pengalaman mereka sehingga mereka dapat memahami lingkungannya melalui pengalaman personal dan langsung dengan lingkungannya. Titik berat tradisi fenomenologi adalah Pada bagaimana individu mempersepsi serta memberikan interpretasi pada pengalaman subyektifnya.
|first=R. W.
Adapun varian dari tradisi Fenomenologi ini adalah,:
|title=Dialectical Phenomenology: Marx's Method
* '''Fenomena Klasik''', percaya pada kebenaran hanya bisa didapatkan melalui pengarahan pengalaman, artinya hanya mempercayai suatu kebenaran dari sudut pandangnya tersendiri atau obyektif.
|date=2009
* '''Fenomenologi Persepsi''', percaya pada suatu kebenaran bisa di dapatkan dari sudut pandang yang berbeda – beda, tidak hanya membatasi fenomenologi pada obyektifitas, atau bisa dikatakan lebih subyektif.
|page=16
* '''Fenomenologi Hermeneutik''', percaya pada suatu kebenaran yang di tinjau baik dari aspek obyektifitas maupun subyektifitasnya, dan juga disertai dengan analisis guna menarik suatu kesimpulan.
|isbn=9780710003355}}</ref>
 
[[Franz Brentano]] (1838–1917) menggunakan terma fenomenologi sebagai psikologi deskriptif.<ref>{{cite book
== Prinsip Dasar Fenomenologi ==
|last=Brentano
Stanley Deetz menyimpulkan tiga prinsip dasar fenomenologis:
|first=F.
* Pengetahuan ditemukan secara langsung dalam pengalaman sadar. Kita akan mengetahui dunia ketika kita berhubungan dengan pengalaman itu sendiri.
|title=Psychologie vom empirischen Standpunkt
* Makna benda terdiri dari kekuatan benda dalam kehidupan seseorang. Bagaimana kita berhubungan dengan benda menentukan maknanya bagi kita.
|date=1955
* Bahasa merupakan kendaraan makna. Kita mengalami dunia melalui bahasa yang digunakan untuk mendefinisikan dan mengekspresikan dunia itu.
|page=27, 124}}
</ref> Selain itu, [[Carl Stumpf]] (1848–1936), murid Brentano dan mentor [[Edmund Husserl]], menggunakan terma fenomenologi sebagai terma yang merujuk pada pembahasan ontologi atas konten sensori.{{butuh rujukan}} Akan tetapi, fenomenologi baru menjadi suatu bahasan dan metode filsafat kontemporer independen setelah Husserl (1859–1938) menegakkannya pada awal abad ke-20. Pada awalnya, Husserl mendirikan fenomenologi sebagai pembahasan "psikologi deskriptif" dan berkembang menjadi ilmu transendental dan [[memori eidetik|eidetis]] atas kesadaran. [[Max Scheler]] (1874–1928) kemudian mengembangkan lebih lanjut metode fenomenologi Husserl dan memperluas cakupan fenomenologi pada reduksi atas [[metode saintifik]].
 
[[Martin Heidegger]] (1889–1976) kemudian mengajukan kritik dan ekspansi atas fenomenologi Husserl dan mengembangkan teori ontologi miliknya yang mengarahkan pada konsep ''[[Dasein]],'' manusia nondualistis yang eksis dalam dunia. Heidegger kemudian menarik fenomenologi sebagai basis [[metafisika|ontologis]] ketimbang menjadikannya basis disiplin kajian filsafat seperti Husserl. Kembangan Heidegger atas fenomenologi eksistensial amat berpengaruh pada pergerakan [[eksistensialisme Prancis]].
== Prosedur Penelitian Fenomenologi ==
Dalam melaksankan penelitian dengan metode fenomenologi, terdapat 4 tahapan yang perlu dilakukan, diantaranya sebagai berikut<ref>Creswell, John W. 2013. Oualitative Inquiry & Research Design. California: Sage Publications.</ref>.
# ''Epoche.'' Seorang peneliti harus melepaskan dirinya dari dugaan-dugaan awal penelitian, artinya peneliti tidak bisa melibatkan penelitian dengan pengalaman pribadinya.
# Reduksi Fenomenologi. Dalam tahapan ini peneliti bisa menemukan inti penelitian yang dilakukan dengan cara membandingkan persepsi.
# Variasi Imajinasi. Dalam tahapan ini penelitia mulai menggali tema-tema pokok dimana fenomena mulai muncul dengan sistematis.
# Sintesis makna dan esensi. Menggambarkan kondisi fenomena yang dialami objek penelitian secara keseluruhan.
 
== Akar fenomenologi ==
= Sumber =
Praktik fenomenologi sebenarnya telah dilakukan sejak lama sebelum formalisasi Husserl.<ref>{{cite web
* {{id}} [http://mediasastra.com/glossary/pendekatan_sastra/fenomenologi Fenomenologi dalam Pendekatan Sastra]
|last=Smith
|first=D. W.
|title=Phenomenology
|website=The Stanford Encyclopedia of Philosophy
|date=Summer 2018
|editor1-last=Zalta
|editor1-first=E. N.
|url=https://plato.stanford.edu/archives/sum2018/entries/phenomenology/
|access-date=4 Mei 2019}}
</ref> Fenomenologi, dikembangkan oleh Husserl, dapat dimengerti sebagai kembangan ide Kant mengenai hubungan [[fenomena]]–[[noumena]]. Kant memahami bahwa noumena (hal-di-dalam-dirinya (''Ding an sich'') yang secara fundamental tak dapat diketahui) harus dimengerti terpisah dari fenomena (realitas yang tampak dan dicerap oleh budi). Kant dengan ini menyatakan bahwa apa yang tercerap dan dirasakan oleh budi (sekumpulan fenomena) adalah apa yang disebut realitas bagi individu. Atas dasar mengenai konsepsi fenomena ini, fenomenologi berkembang dan menjadi studi makna fenomena yang terisolasi yang terhubung dengan budi.
 
Di lain hal, fenomenologi Husserlian memiliki akar yang sangat kuat pada pemikiran psikologi deskriptif Brentano. Psikologi deskriptif Brentano memaparkan bahwa fenomena batiniah berdiri independen terhadap stimuli fisis yang diterima budi. Kontras terhadap [[psikologi empiris]], dengan premis tersebut Brentano mendirikan konsep [[kesadaran intensional]]. Dalam artian lain, intensionalitas tidak pernah tanpa merujuk pada sesuatu; intensionalitas selalu merupakan kesadaran atas sesuatu.
 
Penemuan yang terkesan trivial tersebut melandasi pembahasan problem filosofis fundamental—divisi objek–subjek dalam realitas. Didasari oleh pengertian bahwa kesadaran bersifat intensional, problem divisi subjek–objek dapat dilihat dari perspektif alternatif. Brentano pula berasumsi bahwa fondasi logika takkan dapat ditemukan dalam psikologi natural. Melihat problem tersebut, Husserl mengambil aspek tersebut dan mengembangkan gagasan psikologi deskriptif Brentano menjadi fenomenologi transendental.
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
== Pranala luar ==
[[Kategori:Filsafat]]
* [http://www.husserlpage.com/ Info mengenai Edmund Husserl]
* [http://www.iep.utm.edu/phenom/ Fenomenologi–Internet Encyclopedia of Philosophy]
* [http://plato.stanford.edu/entries/phenomenology/ Fenomenologi–Stanford Encyclopedia of Philosophy]
 
[[Kategori:Fenomenologi| ]]
[[Kategori:Filsafat abad ke-20]]
[[Kategori:Filsafat kontinental]]
[[Kategori:Edmund Husserl]]
[[Kategori:Metodologi filosofis]]
[[Kategori:Pergerakan filsafat]]