Pinang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 90:
 
Pinang kelapa (''Actinorhytis calapparia'' BI Wendi) ialah pinang yang asalnya dari Pulau Sulawesi. Namun tumbuhan ini sudah menyebar luas ke seluruh pelosok negeri sebagai tanaman hias. Masyarakat suku jawa biasa menyebut tanaman ini sebagai jawar. Berbeda dengan masyarakat suku sunda yang lebih suka menyebutnya jambe sinagar. Metode perbanyakan pinang kelapa bisa dilakukan melalui biji dan anakan. Istilah kelapa yang disematkan pada tanaman pinang ini bukan lantaran bentuknya menyerupai pohon kelapa. Tetapi tanaman ini dinamakan pinang kelapa karena bisa tumbuh lebih tinggi dan lebih besar daripada jenis-jenis pinang yang lain. Pohon pinang kelapa mampu tumbuh hingga tingginya mencapai lebih dari 20 m. Keistimewaan lainnya dari pinang ini yaitu rupa tajuknya yang indah sekali. Sedangkan ekstrak buah pinang kelapa bisa dimanfaatkan sebagai bedak bayi dan keperluan menyirih <ref>Abidin, Zaenal. 2017. ''Jenis-jenis Pinang Ada Banyak, Lho.'' [online]. <nowiki>http://pakarbudidaya.blogspot.com/2017/09/jenis-jenis-pinang-ada-banyak-lho.html</nowiki>. Diakses pada 24 April 2019 pukul 20.20 WIB</ref>
 
=== Geografis Tanam ===
Pohon pinang merupakan tanaman tropis yang lebih sensitif dibandingkan dengan tanaman tropis lainnya dimana tanaman pinang sangat mudah kering dan sebaiknya ditanam di tanah lempung dengan pengairan yang mencukupi untuk tumbuh secara maksimal. Pinang umumnya ditanam di pekarangan, di taman atau dibudidayakan dan terkadang tumbuh liar di tepi sungai atau di tempat-tempat lain. Pohon pinang tumbuh tegak dan tingginya 10-30 m, diameternya 15-20 cm dan batangnya tidak bercabang. Pinang termasuk jenis tanaman yang cukup dikenal luas di masyarakat karena secara alami penyebarannya pun cukup luas di berbagai daerah<ref>Sihombing. 2000. ''Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan''. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.</ref>. Nama lain dari pinang yang terkenal di Indonesia adalah Jambe, Penang, Woham, Pineng, Pineung (Jawa), Batang Mayang, Batang Bongkah, Batang Pinang, Pining, Bonai (Sumatera), Gahat, Gehat, Kahat Laam, Hunoto, Luguto, Poko Rapu, Amongun (Sulawesi), Biwa, Biwasoi, Mucillo Palm (Maluku) <ref>Septiatin and Eatin, 2008, Apotek Hidup dari Rempah-Rempah, Tanaman Hias, dan Tanaman Liar, CV. Yrama Widya, Bandung</ref>. Tanaman Pinang dapat berproduksi optimal pada ketinggian 0-1.000 m dpl (meter diatas permukaan laut). Tanaman pinang idealnya ditanam pada ketinggian di bawah 600 m diatas permukaan laut.
 
=== Persyaratan Tumbuh ===
Tanah yang baik untuk pengembangan pinang adalah tanah beraerasi baik, solum tanah dalam tanpa lapisan cadas, jenis tanah laterik, lempung merah dan alluvial, pinang membutuhkan curah hujan antara 750-4.000 mm/tahun dengan bulan basah antara 3-6 bulan atau tersedia air sepanjang tahun (pada lahan pasang surut). Selain itu,  pinang dapat tumbuh dengan baik pada suhu optimum antara 20ºC-32ºC, dengan kelembaban udara antara 50-90%, keasaman (pH) tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman pinang adalah sekitar 4-8 dan memerlukan penyinaran langsung untuk pertumbuhannya di lapangan sekitar 6 hingga 8 jam per hari untuk memperoleh produksi secara optimal <ref>Dinas Perkebunan Jabar. 2018. ''Tanaman Pinang''. [online]. <nowiki>http://disbun.jabarprov.go.id/page/view/64-id-pinang</nowiki>. Diakses pada 3 April 2019 pukul 11.00 WIB</ref>
 
=== Persebaran, Kecepatan Tumbuh dan Produksi ===
[[Berkas:Distribusi Geografis Pinang.gif|al=Distribusi geografis pinang|jmpl|Distribusi geografis pinang<ref>Dawn, F. Rooney. 1995. ''Bettel Chewing in South-East Asia''. [online]. <nowiki>http://rooneyarchive.net/lectures/betel_chewing_in_south-east_asia.htm</nowiki>. Diakses pada 3 April 2019 pukul 12.00 WIB.</ref>]]
Asal usul tanaman pinang (''Areca catechu'' L.) hingga saat ini belum diketahui dengan pasti. Namun, tanaman ini diduga merupakan tanaman asli Asia Selatan. Penyebarannya meliputi Asia Selatan, Asia Tenggara serta beberapa pulau di Laut Pasifik. Spesies terbesar dari tanaman ini terdapat di Semenanjung Malaya (Malay-Archipelago), Filipina dan Kepulauan Hindia Timur (''East Indies Island''). Pola penyebaran spesies ''Areca'' di Indonesia terutama di Malaya, Kalimantan dan Sulawesi yang terdiri dari 24 spesies. Kelompok Hindia Timur merupakan pusat keragaman tanaman pinang terbesar <ref>Bavappa, K.V.A., M.K. Nair, and T. Prem Kumar. 1988. ''The Arecanut Palm'' (Areca catechu Linn). Central Plantation Crops Research Institute. Kasaragod, Kerala,India.</ref>. Luas tanaman pinang di Indonesia ±147.890 ha dengan penyebaran hampir di semua wilayah Indonesia, terutama di Pulau Sumatera 42,388 ha, Nusa Tenggara/Bali 42.388 ha, Kalimantan luas 4,475 ha, Sulawesi 2.407 ha, dan Maluku/Papua 1.428 ha. Produksi biji kering dapat mencapai 69.881 ton dengan volume ekspor pada tahun 2009 sebesar 197,197 ton <ref>Anonim. 2011. Direktorat Jenderal Perkebunan. </ref>
 
Linneaus menamakan ''Areca catechu'' pada saat melakukan deskripsi pada tahun 1753. ''Areca'' berasal dari kata Melayu ''adeka'' atau ''adaka''. Kata ''Catechu'' berasal dari bahasa Portugis ''cacho'' (dalam bahasa Inggris ''cutch''), kemudian ditranskrip ke dalam bahasa Jepang sebagai ''catechu'' dan digunakan sebagai kata asli untuk obat-obatan dari kata ''Acacia catechu'', yang diimpor dari Jepang ke Jerman pada abad ke-17 sebagai ''Terra japonica''. Budidaya pinang secara komersil hanya dilakukan di India, Bangladesh dan Sri Lanka. Di Indonesia, tanaman pinang tumbuh secara liar atau ditanam sebagai tanaman pekarangan kecuali di beberapa daerah di Sumatera sebagian petani sudah mulai membudidayakan walaupun tidak dalam areal yang luas. Pinang sudah umum dimanfaatkan di India, Sri Lanka, Maldives, Bangladesh, Myanmar dan sebagian besar masyarakat di Kepulauan Asia Pasifik. Juga populer di Indonesia Thailand, Kamboja, Malaysia, Vietnam, Filipina, Laos dan Cina <ref>Gupta, P.C., and S. Warnakularuriya. 2002. Global epidemiology of areca nut usage. ''Addiction Biology'' (2002) 7, 77- 83</ref>
 
Keragaman karakter pinang berdasarkan genetiknya cukup luas. Beberapa karakter yang dapat dijadikan sebagai pembeda antarvarietas antara lain, tinggi batang, warna buah, ukuran buah dan produksi buahnya. Di India, terdapat 5 varietas unggulan yang didasarkan pada produksi buah matang/pohon/tahun. Kelima varietas tersebut adalah: a) Mangala 10 kg buah matang/ pohon/ tahun; b) Sumangala 17,25 kg buah matang/pohon/tahun; c) Sree Mangala 15,63 kg buah matang/pohon/ tahun; d) Mohitnagar 15,8 kg buah matang/pohon/tahun; dan e) Calicut 18,89 kg buah matang/ pohon/tahun. Sejak tahun 1980-an Balai Penelitian Tanaman Palma telah melakukan eksplorasi pinang unggul di berbagai daerah di Indonesia, dan berhasil mengoleksi 41 aksesi pinang. Dalam koleksi tersebut, 24 aksesi diantaranya memiliki keunggulan produksi. Karakteristik ke-24 aksesi pinang Indonesia tersebut dapat dilihat pada Tabel di samping.
 
Berdasarkan produktivitas buah per tandan per pohon, beberapa aksesi memperlihatkan produktivitas tinggi, aksesi-aksesi tersebut adalah Betara (131.35 butir), Bengkulu-1 (119 butir), Sumbar (100 butir), Nifasi-1 (91 butir), Oyehe (83 butir), Sumbar-2 (81 butir), Sumut-2 (79 butir), Jaharun (79 butir), Sumut-1 (75.38 butir), Muara Sabak Timur3 (73.07 butir), Kalisusu (71 butir), Molinow-2 (67 butir), Sumbar-3 (65.36 butir), Kampung Harapan (65 butir), Kaliharapan (63 butir), Bengkulu-2 (61.92 butir), Galangsuka (60 butir), Mongkonai (59 butir), dan Muara Sabak Timur-2 (53.17 butir). Varietas pinang yang sudah dilepas Menteri Pertanian Indonesia dan menjadi varietas unggul ialah Pinang Betara.
 
Ketersediaan pohon induk pinang produksi tinggi sebagai sumber benih merupakan persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengembangan tanaman pinang. Seleksi pohon induk dilakukan dalam suatu populasi tanaman atau suatu blok pertanaman. Beberapa tahap dalam menghasilkan bahan tanaman yang berkualitas meliputi evaluasi Blok Penghasil Tinggi, seleksi Pohon Induk, seleksi benih dan teknik perkecambahan yang baik. Dalam memperbanyak tanaman pinang, persyaratan yang sangat penting adalah benih berasal dari pohon induk unggul. Beberapa karakter yang menjadi persyaratan dalam memilih pohon induk unggul pinang adalah : (1) Berbunga lebih awal  sampai dengan 7 tahun); (2) Persentase buah jadi atau ''fruit set'' tinggi; (3) Jarak antar nodus (ruas batang) pendek; (4) Jumlah daun banyak (minimal 7, tergantung varietas); (5) Produksi tandan minimal 4 tandan per tahun dan (6) Produksi buah per tandan minimal di atas 50 butir. Selain itu, disarankan tidak memilih pohon induk yang berasal dari blok pertanaman yang telah berumur lebih dari 25 tahun karena cenderung menurun produktivitasnya.
 
=== Kecepatan Tumbuh ===
Pada umumnya tanaman pinang mulai berbunga pada umur 4-5 tahun dan mulai panen pada umur 6-7 tahun
 
=== Cara Tanam ===
Produksi pinang yang tinggi akan dicapai dengan penerapan teknik budidaya yang baik. Beberapa tahapan yang perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman pinang adalah sebagai berikut.
 
'''A. Persiapan Benih'''
 
# '''Jumlah Benih'''
#* Budidaya tanaman pinang dilakukan mulai dari penyemaian biji. Walaupun daya kecambah pinang tergolong tinggi yakni lebih dari 90%, kebutuhan biji untuk disemaikan sebaiknya dicadangkan sebanyak 25% dari jumlah benih yang dibutuhkan dalam setiap hektar areal tanam. Misalnya, penanaman dengan jarak tanam 2,7 m X 2,7 m membutuhkan 1300 tanaman/ha sehingga disiapkan sebanyak 1625 benih untuk disemaikan.
# '''Kriteria Buah untuk Benih'''
#* Beberapa kriteria tentang buah pinang yang baik untuk dijadikan benih yakni ukuran, berat dan umur buah. Khusus untuk ukuran buah, sangat tergantung pada varietas pinang. Ukuran buah pinang bervariasi dari ukuran kecil sampai besar. Kriteria buah pinang untuk benih adalah: (a) buah diambil yang berukuran besar dan seragam dengan acuan buah yang besar berpotensi menghasilkan keturunan dengan buah besar juga ; (b) berat buah yang dijadikan benih sekitar 60 buah/kg atau kurang lebih bobot buah sekitar 35 g/butir; (c) umur pohon yang baik lebih dari 10 tahun dan telah stabil berproduksi hingga umur 25 tahun; (d) buah untuk benih harus matang secara fisiologis yang ditandai dengan warna buah oranye atau telah berumur kurang lebih 12 bulan; (e) tidak terserang hama dan penyakit.
# '''Persiapan Lahan'''
#* Sebelum mengecambahkan biji, pesemaian perlu disiapkan terlebih dahulu. Untuk kebutuhan benih pada penanaman di lahan seluas 1 ha, maka luas pesemaian yang diperlukan berkisar 4-5 m² atau sekitar 400 biji/m<sup>2</sup>. Langkah-langkah persiapan pesemaian sebagai berikut: (a) pesemaian harus cukup baik atau subur dan aman dari gangguan orang, ternak dan organisme pengganggu lainnya; (b) lahan dibersihkan dari rumput dan digemburkan; (c) dibuat bedengan memanjang sesuai kebutuhan dan kondisi lahan dengan lebar 1 m yakni dengan menggali saluran drainase diantara dua bedengan dan tanah galiannya ditimbun ke tengah sambil diratakan.
# '''Perkecambahan'''
#* Tahapan perkecambahan biji adalah sebagai berikut: (a) buah pinang terpilih disusun pada bedengan dengan posisi horizontal. Penyusunan harus rapat agar daya tampung bedengan maksimal; (b) buah pinang tersebut ditutup dengan tanah berpasir; (c) bedengan diberi naungan agar kelembaban terjaga dan terhindar dari teriknya penyinaran matahari langsung; (d) bedengan diberi pagar agar terhindar dari gangguan hewan. Perkecambahan berlangsung sekitar 1,5 hingga 3 bulan. Saat itu, akar atau tunas dari buah diperkirakan sudah bermunculan dan daya kecambah buah pinang dapat mencapai 90%. Pemindahan buah yang telah berkecambah ke pembibitan langsung dipindahkan ke dalam medium tanam dalam polybag. Pembibitan dilakukan dalam dua tahap, sebagai berikut.
# '''Pembibitan'''
#* '''Pembibitan Tahap Pertama'''
#** Kecambah buah dibibitkan pada lahan dengan lebar 1 m dan panjang disesuaikan dengan kondisi lapangan dan bedengan diberi dinding keliling dari papan setinggi polybag (15 cm). Tujuannya agar polybag dapat disusun tegak dan rapi. Polybag yang digunakan berukuran 25 cm x 25 cm atau volume 1 kg media tanam. Polybag harus memiliki lubang di bagian bawahnya agar drainasenya baik. Polybag diisi dengan tanah hingga setinggi 3/4 bagian, lalu dipadatkan. Biji pinang yang sudah berkecambah ditanam di dalam polybag pada kedalaman 4 cm atau posisi rata dengan tanah. Setiap polybag diisi satu kecambah. Selanjutnya, kecambah ditutup dengan tanah secukupnya agar kelihatan rapi. Bedengan diberi naungan dengan tinggi tiang naungan sekitar 2,5 m. Naungan terbuat dari daun kelapa, nipah dan alang-alang. Naungan mulai dikurangi setelah bibit berumur 2 bulan. Pengurangan ini dilakukan hingga bibit akan dipindahkan pada pembibitan kedua atau sudah berumur 5 bulan. Selama dalam pembibitan, bibit perlu dipelihara dengan cara sebagai berikut. a.      Penyiraman dilakukan setiap pagi atau sore hari sebanyak 0,25 L/polybag, atau kondisi tanah dalam polybag sudah jenuh air. b.     Penyiangan gulma dilakukan bila di dalam dan disekitar polybag tumbuh gulma. c.      Pemberian pupuk majemuk NPK dilakukan dengan dosis 4 g/polybag. d.     Pencegahan hama dan penyakit dilakukan dengan menyemprotkan insektisida dan fungisida. e.      Seleksi bibit yang baik adalah bibit yang berpangkal relatif besar berbentuk seperti botol dan helaian daun melengkung.
#* '''Pembibitan Tahap Kedua'''
#** Pada pembibitan tahap kedua ini, bibit pada pembibitan pertama dipindahkan ke dalam polybag ukuran 40 cm x 50 cm. Lahan yang digunakan dapat dilakukan di lahan pembibitan tahap pertama. Jarak antar polybag pada pembibitan tahap kedua sekitar 30 cm x 30 cm. Lahan harus datar agar polybag tidak rebah. Ke dalam polybag, diisi tanah subur 2/3 bagian dan dapat pula ditambah kompos. Dari 2/3 bagian polybag yang akan diisi dengan media tanam, 50% adalah kompos plus (pada bagian bawah) dan 50% sisanya diisi tanah biasa (pada bagian atas). Bibit dari polybag kecil pada pembibitan tahap pertama dapat dipindahkan ke dalam polybag tersebut di atas dengan cara menyobek polybag kecil dan selanjutnya bibit ditanam dalam polybag besar. Tanah dalam polybag harus relatif padat dan pangkal batang bibit tepat pada permukaan polybag. Agar pertumbuhan tanaman di polybag sempurna, perlu dilakukan pemupukan dengan pupuk NPK dengan dosis 20 g/polybag. Lokasi pembibitan sebaiknya diberi pagar keliling agar terlindung dari gangguan ternak maupun hewan lainnya. Lokasi pembibitan kedua ini sebaiknya dekat dengan sumber air. Pemeliharaan pembibitan tahap kedua ini dilakukan selama 12 bulan sebelum dipindahkan ke lapang.
#* '''Seleksi Bibit'''
#** Sebelum dipindahkan ke lapang, sebaiknya dilakukan seleksi bibit yang vigor atau kekar dengan kriteria sebagai berikut: (a) Umur bibit yang akan dipindahkan ke lapang sekitar 12 hingga 18 bulan; (b) jumlah daun minimal 5 helai; (c) tinggi sekitar 60-75 cm dengan lingkar batang yang kekar; (d) tidak terserang hama dan penyakit.
 
 
'''B. Persiapan Lahan Penanaman'''
 
Tahapan yang harus dilakukan setelah lokasi tanam ditentukan adalah persiapan lahan yang dimulai dari pembukaan lahan (jika tanah berupa hutan semak, atau hutan lainnya) sampai dengan pembuatan lubang tanam
 
# '''Pembukaan Lahan'''
#* Lahan yang dapat ditanami tanaman pinang adalah lahan semak belukar, lahan tidur atau lahan pekarangan.
# '''Penentuan Jarak Tanam'''
#* Jarak tanam yang umum digunakan di lapang adalah 2,7 m x 2,7 m segi empat. Jarak tanam ini dianggap cukup efisien untuk pertumbuhan tanaman. Dengan jarak tanam demikian, diantara tanaman pinang dalam barisan dapat ditanami dengan tanaman lain seperti tanaman palawija sebagai tanaman tumpang sari.
# '''Pemancangan Tiang Ajir'''
#* Pemancangan tiang ajir akan memudahkan penentuan letak lubang tanam dan jarak menjadi lebih teratur. Peralatan yang digunakan untuk pengajiran adalah tali nilon, meteran dan tiang ajir dari bambu setinggi 1,75 m. Tali nilon disiapkan sepanjang 100 m. Kemudian diberi tanda dengan mengikatkan potongan tali nilon yang warnanya berbeda dengan tali induk. Batas setiap tanda sepanjang 2,7 m disesuaikan dengan jarak tanam anjuran (2,7 m x 2,7 m). Setelah peralatan siap, pemancangan tiang ajir dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: (a) menentukan arah timur dan barat serta menentukan satu titik di sudut Barat dan satu titik lainnya di sudut timur; (b) menancapkan tiang ajir pada kedua titik tersebut dan membentangkan tali nilon 100 meter (sesuai kebutuhan) yang menghubungkan kedua ajir tersebut; (c) memasang simpul sepanjang tali (simpul dari tali nilon dengan warna berbeda dari tali pertama) dengan jarak antar simpul 2.7 meter. Tali bersimpul ini merupakan baris pertama (bukan urutan baris pertanaman); (d) membuat baris kedua. Pada baris pertama, ditentukan satu titik secara acak (tepat pada salah satu simpul) dan dari titik tersebut ditarik meteran sepanjang 8 meter; (e) dari titik yang sama, ditarik meteran ke arah samping (kiri atau kanan) sepanjang 6 meter tegak lurus dengan baris pertama dan menghubungkan titik pada ujung titik 6 meter dengan ujung dari titik 8 meter pada baris pertama sehingga membentuk segi tiga siku-siku. Penarikan garis ini harus diatur sampai membentuk sisi dengan panjang 10 meter mengikuti Rumus Pitagoras; (f) Setelah diperoleh segitiga siku-sikunya, maka ditarik garis lurus pada sisi 6 meter dari segitiga siku-siku tersebut, diperoleh baris kedua; (g) pembuatan baris ketiga dilakukan pada bagian sebelah dari baris pertama atau baris kedua dengan cara yang sama seperti point (d) sampai point (f); (h) selanjutnya, dengan menggunakan tali nilon panjang yang telah diberi simpul berjarak 2,7 meter, baris pertama, kedua dan ketiga dihubungkan sambil memancangkan tiang ajir sampai seluruh lahan terisi dengan tiang ajir
# '''Pembuatan Lubang Tanam'''
#* Lubang tanam untuk pinang dibuat dengan ukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm. Lubang tanam harus sudah dibuat 1 bulan sebelum penanaman karena perlu dibiarkan terbuka terkena sinar matahari. Setelah itu, lubang dapat diisi tanah lapisan atas yang telah dicampur dengan kompos atau pupuk kandang sebanyak 1 kg. Selain itu, tanah lapisan atas tersebut dapat dicampur pupuk NPK sebanyak 50-75 g/lubang. Tanah tercampur pupuk tersebut dimasukan ke lubang hingga 2/3 bagian.
 
 
'''C. Sistim Penanaman'''
 
Ada dua sistim penanaman pinang yang dapat dilakukan, yaitu penanaman dengan sistim monokultur dan penanaman dengan sistim tumpang sari, yakni :
 
# '''Penanaman Sistim Monokultur'''
 
Dalam sistim ini hanya satu jenis tanaman menghasilkan. Penanaman sebaiknya pada musim penghujan. Bibit yang ditanam sudah merupakan hasil seleksi.
 
# '''Penanaman dengan Sistim Tumpang Sari'''
 
Penanaman sistem tumpang sari memberikan nilai tambah petani karena tanaman pinang baru berproduksi pada umur 5 tahun. Tanaman tumpang sari yang biasa ditanam adalah tanaman palawija antara lain jagung dan kacang-kacangan. Tanaman tumpang sari pada pertanaman pinang akan memberikan manfaat ganda pada petani, yakni pendapatan sebelum tanaman berproduksi dan efektifitasnya pemeliharaan tanaman pinang.
 
 
'''D. Pemeliharaan Tanaman'''
 
# '''Penyulaman,''' dilakukan untuk tanaman-tanaman yang mati atau rusak. Sebaiknya dalam penyediaan bibit untuk dipindahkan ke lapang, disisihkan sebanyak 25% dari total kebutuhan tanaman untuk satu hektar lahan yang akan ditanami sebagai tanaman sulaman.
# '''Pemupukan,''' dilakukan dua kali dalam 1 tahun, yaitu pada awal musim penghujan dan pada akhir musim penghujan.
# '''Penyiangan Gulma,''' yang dapat dilakukan dengan ''Ring Weeding'' maupun pembersihan blok pertanaman
# '''Pengairan,''' penting dilakukan pada daerah yang memiliki musim kering panjang karena pinang sangat peka terhadap kekeringan. Tanaman perlu diairi sekali dalam 4 sampai 7 hari tergantung jenis tanah dan iklim.
 
== Perdagangan ==
Baris 97 ⟶ 174:
[[Berkas:Sukuh-relief02.jpg|jmpl|kiri|150px|Pohon pinang (tengah) di Setra Gandamayit, tempat bersemayam Batari [[Durga]] (membawa pedang). Relief [[Candi Sukuh]] dari abad ke-15.]]
Biji pinang yang diperdagangkan terutama adalah yang telah dikeringkan, dalam keadaan utuh (bulat) atau dibelah. Di negara-negara importir tersebut biji pinang diolah menjadi semacam permen sebagai makanan kecil.
 
 
 
 
 
 
 
 
== Inovasi dalam Industri ==
Pinang sangat banyak manfaatnya, khususnya dalam industri makanan maupun energi sebagai biofuel. Pemanfaatan buah pinang sebagai ramuan yang dimakan bersama sirih, telah menjadi kebiasaan secara turun temurun pada beberapa daerah tertentu di Indonesia, tetapi konsumennya terbatas. Secara empiris biji pinang dapat mengatasi berbagai jenis penyakit. Berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan biji pinang adalah sebagai berikut: 1) sebagai kebutuhan pokok, sumber energi dan untuk upacara adat, 2) sebagai pengganti rokok, mengatur pencernaan dan mencegah ngantuk, 3) sebagai bahan kosmetik dan pelangsing, 4) sebagai bahan baku obat, dan 5) sebagai antidepresi. Agar aneka manfaat biji pinang dapat dinikmati banyak orang, maka perlu ada inovasi untuk memanfaatkan biji pinang dalam pengolahan berbagai produk pangan sehingga mudah dikonsumsi. Dengan demikian akan lebih banyak konsumen yang merasakan manfaat biji pinang terutama untuk kesehatan. Berikut akan diuraikan peluang untuk memanfaatkan biji pinang dalam pengolahan produk pangan. Berikut merupakan beberapa peluang pemanfaatan biji pinang dalam pengolahan produk pangan.
 
=== Permen ===
Permen merupakan produk pangan yang sangat digemari semua kalangan. Jika sebagian orang sudah ada yang mengkonsumsi biji pinang yang telah diiris dengan ukuran 1 cm x 1 cm, layaknya seperti mengkonsumsi permen, namun bagi sebagian besar masyarakat mungkin masih sulit untuk melakukannya. Sehingga diperlukan inovasi dalam mengolah biji pinang menjadi permen yang lazim dikonsumsi. Mengingat bahwa tanaman pinang ada yang menanam di antara tanaman kelapa, maka akan menjadi harmonis jika memanfaatkan daging buah kelapa untuk diperas santannya dan diformulasi dengan tepung biji pinang, sehingga menghasilkan produk baru yaitu ”permen kelapa pinang”.
 
=== Makanan Ringan ===
Di Indonesia, mengkonsumsi makanan ringan telah menjadi gaya hidup tersendiri, terutama pada masyarakat perkotaan. Hal ini terlihat dengan semakin banyaknya jenis makanan ringan yang beredar di pasar tradisional dan pasar swalayan. Bahan baku yang digunakan bermacam-macam, dari golongan umbiumbian, buah-buahan dan hasil samping ternak, berupa bagian kulitnya. Konsumen makanan ringan tidak mengenal batas usia, dari kalangan balita, anak-anak, remaja sampai dewasa. Oleh karena itu sangatlah tepat apabila biji pinang dapat diolah menjadi tepung kemudian diformulasi dengan komponen bahan pangan lain, seperti tepung umbiumbian, kacang-kacangan atau juga tepung jagung yang diproses menjadi makanan ringan. Sehingga semua lapisan konsumen dapat menikmati khasiat dari biji pinang. Namun dalam melakukan formulasi diperlukan perhitungan untuk menentukan takaran yang sesuai sehingga efek sampingan seperti mual, muntah, pusing dsb. yang disebabkan senyawa alkaloid tidak akan dialami konsumen.
 
=== Bahan Baku Kopi ===
Sebagian konsumen di China, menganggap bahwa mengkonsumsi biji pinang dapat juga mencegah rasa kantuk, maka hal ini dapat menjadi suatu inspirasi untuk mengolah biji pinang menjadi tepung lalu diformulasi dengan tepung biji kopi, sehingga dapat menghasilkan formula baru, yaitu kopi-pinang. Akan tetapi perlu diuji coba untuk menentukan formulasi yang tepat kemudian dilakukan beberapa pengujian, antara lain sifat fisik, kimia dan organoleptik, sehingga dapat diperoleh formula yang tepat.<ref>Barlina, Rindengan. 2007. Peluang Pemanfaatan Buah Pinang Untuk Pangan Opportunity of Arecanut for Food Utilizing, ''Buletin Palma'' No. 33</ref>
<br />
 
== Potensi Pinang di Indonesia ==
Pinang adalah tanaman yang memiliki banyak manfaat, tetapi belum dianggap sebagai komoditas utama di Indonesia. Produksi buah pinang dapat mencapai 50-100 buah/mayang dan 150-250/mayang untuk ukuran buah lebih kecil. Tahun 2003, volume ekspor pinang mencapai 77.126.347 kg dengan nilai US$ 22.960.446. Pemanfaatan buah pinang sebagai ramuan yang dimakan bersama sirih, telah menjadi kebiasaan secara turun temurun pada berbagai daerah tertentu di Indonesia, tetapi konsumennya terbatas.
<br />
 
== Potensi Pinang di Jawa Barat ==
Di Jawa Barat sendiri, pinang merupakan salah satu komoditas unggulan spesies lokal. Budidaya pinang dapat menjadi salah satu kontributor utama dalam perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di Jawa Barat. Hal ini didukung dari sisi geografisnya sendiri dimana perkebunan di Provinsi Jawa Barat memiliki luas 488.168 hektar, yang terdiri dari perkebunan besar negara seluas 68.850 hektar, perkebunan besar swasta 54.633 hektar dan perkebunan rakyat seluas 364.685 hektar. Selain itu, sumber daya manusia petani yang terlibat dalam pembangunan perkebunan di Jawa Barat sebanyak 1.381.775 kepala keluarga, 5.543 kelompok tani dan 10 asosiasi komoditas perkebunan (Pikiran Rakyat, 2017). Produksi pinang pada tahun 2017 sekitar 186 ton dengan rata-rata produksi 404 kg/Ha dan dapat dilihat lebih rinci pada
 
Ditilik dari potensinya yang cukup besar, maka diperlukan inovasi untuk memanfaatkan biji pinang dalam pengolahan berbagai produk pangan sehingga mudah dikonsumsi sehingga akan lebih banyak konsumen yang merasakan manfaat biji pinang terutama untuk kesehatan. Terlebih harga pinang sendiri mengalami penurunan yang sangat drastis sejak tahun 2018 di wilayah Sumatera Barat. Harga jual buah pinang hanya mencapai angka Rp 7.100,00/kg. Padahal, di tahun 2017, harga jual pinang sempat melejit hingga Rp 18.300,00/kg. Dari catatan Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (Gapperindo), harga pinang di Sumbar sendiri menunjukkan ''trend'' peningkatan sejak 2015. Pada 2015, harga pinang tercatat Rp11.600/kg. Tahun 2016 harganya naik menjadi Rp13.200/kg dan puncaknya pada 2017 mencapai Rp18.300/kg. Ketua Gapperindo Sumatera Barat Irman mengatakan, salah satu faktor yang menjatuhkan harga pinang disebabkan karena minimnya permintaan pinang dari negara yang menjadi tujuan ekspor pinang yakni India dan Pakistan (Warsito, 2018). Berdasarkan hal tersebut, potensi pengembangan produk berbahan dasar pinang ini dapat menjadi peluang yang sangat besar, terlebih kandungan pinang yang kaya akan manfaat seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Selain itu, diperlukan peningkatan kualitas tiap produk pinang agar dapat meningkatkan nilai ekonominya serta meningkatkan pula kesejahteraan masyarakat pelopor produsen produk pinang ini.
<br />
 
== Produk Utama dan Sekunder Pinang Beserta Karakterisasi dan Kualitas yang Dicari ==
Berdasarkan data Dirjen pertanian, sedikitnya ada 13 provinsi selain Jawa Barat yang memiliki area cukup baik untuk tanaman pinang, seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Riau, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Berdasarkan data statistik Dinas Perkebunan Jawa Barat sendiri, pinang berpotensi besar dalam perkembangannya di Jawa Barat dan salah satu wujud produksi utama yakni minyak atsiri. Minyak atsiri sendiri memiliki banyak manfaat, beberapa produk turunannya (produk sekunder pinang) diantaranya dalam industri farmasi karena dapat mengobati radang dan pangkal tenggorokan, pembuluh bronchial, obat antinyeri, antikanker, antiinfeksi, antibakteri dan memiliki aktivitas menolak nyamuk atau ''repelen''. Selain itu, minyak atsiri dapat digunakan sebagai bahan baku dalam perisa, pewangi dan juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pengganti solar.
 
Pemeriksaan karakteristik minyak atsiri bertujuan untuk mengetahui kualitas dari minyak atsiri yang dihasilkan. Pemeriksaan karakteristik yang dilakukan meliputi warna, bobot jenis, indeks bias, kelarutan dalam etanol, dan bilangan asam. Berat jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan kualitas mutu minyak atsiri. Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat dari komponen yang terkandung pada minyak atsiri tersebut. Uji kelarutan dalam etanol memberikan gambaran apakah suatu minyak larut atau tidak. Semakin mudah larut minyak dalam etanol maka semakin banyak kandungan senyawa polar dalam minyak. Pada umumnya minyak atsiri yang mengandung senyawa terpena teroksigenasi lebih mudah larut dalam alkohol daripada yang mengandung terpena tak teroksigenasi. Semakin tinggi kandungan terpena tak teroksigenasi maka makin rendah daya larutnya atau makin sukar larut dalam etanol (pelarut polar), karena senyawa terpena tak teroksigenasi merupakan senyawa non polar yang tidak mempunyai gugus fugsional. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin besar kelarutan minyak atsiri pada etanol, maka kualitas minyak atsirinya semakin baik. Bilangan asam menunjukan kadar asam bebas dalam minyak atsiri. Bilangan asam yang semakin besar dapat mempengaruhi terhadap kualitas minyak atsiri, yaitu senyawa-senyawa tersebut dapat merubah bau khas dari minyak atsiri. Oksidasi komponen-komponen minyak atsiri terutama golongan aldehid dapat membentuk asam karboksilat sehigga akan menambah nilai bilangan asam suatu nilai bilangan atsiri. Bilangan asam adalah ukuran dari lemak bebas serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak (Susetyo dan Reny, 2004). Selain minyak atsiri, biji pinang juga mengandung tanin alkaloid. Tanin merupakan senyawa yang penting penggunaannya dalam bidang kesehatan dan industri. Tanin diperoleh dengan cara ekstraksi dengan pelarut air dan etanol karena tanin dapat larut dalam pelarut tersebut. Kadar tanin yang terdapat pada biji pinang memiliki kandungan yang berbeda-beda pada suatu wilayah atau daerah, hal ini disebabkan oleh faktor keadaan iklim dan faktor lingkungan tempat tumbuhnya. Faktor iklim meliputi keadaan suhu, cuaca dan curah hujan, sementara faktor lingkungan meliputi jenis tanah, kesuburan tanah, ketinggian tempat tumbuh dan pemeliharaan tanaman.
 
Beberapa produk sekunder dari biji pinang adalah produk kosmetik dan pelangsing, ekstrak etanolik sebagai senyawa antikanker, obat cacing, permen, dsb. Ekstrak etanolik sebagai senyawa antikanker yang dapat menghambat proliferasi dan memacu apoptosis sel MCF-7 (sel kanker payudara). Biji pinang dikenal mengandung senyawa antioksidan sehingga berpotensi sebagai antikanker. Standardisasi ekstrak etanolik biji buah ''Areca catechu'' (EP) dilakukan sesuai standar BPOM dan dapat dilihat pada '''Tabel 5.'''
 
Pengujian dilakukan terhadap parameter non spesifik yang meliputi penetapan kadar air, penetapan kadar abu. Biji pinang yang baik memiliki kadar air yang rendah sehingga dapat lebih mudah disintesis menjadi obat. Pengujian terhadap parameter spesifik meliputi Identitas Ekstrak, organoleptik dan kandungan kimia ekstrak. Untuk mengetahui profil adanya senyawa fenolik, flavonoid dan alkaloid dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak Kloroform:Metanol (1:3). Deteksi adanya senyawa fenolik dilakukan dengan penyemprotan FeCl<sub>3</sub> dan memberikan hasil positif bila bercak mengalami pemadaman pada 254 nm dan fluorosensi pada 366 nm. Deteksi flavonoid dilakukan dengan penyemprotan sitroborat dan memberikan hasil positif bila bercak berfluorosensi kuning kehijauan. Deteksi alkaloid dengan penyemprotan Dragendorf dan memberikan hasil positif apabila muncul bercak merah bata dan arekolin digunakan sebagai standar. Ekstraksi serbuk biji buah ''Areca catechu'' dilakukan dengan menggunakan etanol 96%. Pengamatan sitotoksik untuk mendapatkan nilai IC50 dan penghambatan proliferasi sel (menggunakan uji ''doubling time'') dilakukan dengan menggunakan metode MTT. Pengamatan dan pemeriksaan apoptosis dilakukan dengan pengecatan akridin oranye-etidium bromida (double staining). Hasilnya menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak etanolik biji buah ''Areca catechu'' (25-100 µg/mL) selama 48 jam menghambat pertumbuhan sel sebesar 13-84% (IC50 77 µg/mL), sedangkan perlakuan arekolin (10-500 µg/mL) menghasilkan penghambatan pertumbuhan sel sebesar 8-73% (IC50 180 µg/mL). Ekstrak tersebut juga mampu menurunkan proliferasi sel serta memacu apoptosis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanolik biji buah ''Areca catechu'' (EP) memiliki efek antiproliferatif dengan menghambat pertumbuhan dan memacu apoptosis (Majalah farmasi Indonesia, 2008).
 
Selain itu, produk sekunder lain biji pinang yakni obat cacing yang telah diuji efektifitasnya, baik secara ''in vitro'' maupun ''in vivo''. Infeksi cacing usus seperti cacing gelang (''Ascaris lumbricoides''), cacing cambuk (''Trichuris trichiura''), dan cacing kait (''N. americanus''), terutama pada anak-anak, cukup memprihatinkan. Dalam kasus infeksi cacing gelang, bila larvanya sampai ke paru-paru bisa membuat orang yang menjadi induk semangnya menderita batuk, bila cacing tersebut dapat bermigrasi sampai ke usus buntu dapat mengakibatkan radang usus dan bila sampai ke hati, abses hati yang diderita induk semangnya. Sedangkan, infeksi cacing cambuk akan menyebabkan nyeri di daerah perut, diare dan terkadang anus menonjol ke luar. Selama ini obat yang sering digunakan untuk memberantas ketiga cacing di atas adalah pirantel pamoat, piperazin sitrat, dan mebendazol. Dari ketiganya, mebendazol paling efektif karena terbukti menghasilkan penyembuhan terhadap cacing gelang 93%, cacing cambuk 91%, dan terhadap cacing kait 100%. Namun, mebendazol ternyata ada efek sampingannya, diantaranya mulas, muntah, diare dan pusing. Sehingga dewasa kini, biji pinang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan obat cacing. Senyawa arekolina (komponen alkaloid) pada biji pinang, ternyata memiliki kadar tertinggi dan senyawa tersebut diduga berfungsi sebagai antihelmintik (anticacing). Penelitian khasiat antihelmintik biji pinang ini telah diuji secara ''in vitro'' (dalam media buatan) terhadap cacing kait anjing. Sebagai pembanding, digunakan obat modern pirantel pamoat dan garam faal. Dosis yang digunakan 15 mg serbuk biji pinang kering dalam 25 cc air suling dan serbuk pirantel pamoat 1 mg dalam 1.000 cc air suling. Hasil pengujian menunjukkan bahwa setelah direndam selama 1 jam ada 18 cacing mati dalam larutan biji pinang, sedangkan dalam pirantel pamoat belum ada yang mati. Pada perendaman 4 jam jumlah cacing yang mati dalam larutan biji pinang hampir sama dengan yang dalam larutan pirantel pamoat, dan setelah perendaman 10 jam, cacing mati semua baik dalam larutan biji pinang maupun dalam larutan pirantel pamoat. Sementara, dalam kelompok kontrol (dengan menggunakan garam faal), cacing mati hanya 3,3%. Hasil ini menunjukkan bahwa biji pinang secara in vitro terbukti memiliki efek antihelmintik terhadap cacing kait anjing. Sedangkan pengujian secara ''in vivo'' (dalam tubuh hidup) adalah membandingkan khasiat biji pinang dengan mebendazol dengan menggunakan anjing yang diinfeksi larva cacing kait. Hasil pengujian menujukkan bahwa meskipun tidak seefektif mebendazol, biji pinang dapat menurunkan jumlah telur cacing sampai sebesar 74,3%. Sedangkan mebendazol dapat menurunkan hingga 83%. Hal ini membuktikan bahwa biji pinang dapat digunakan sebagai obat cacing tradisional untuk infeksi cacing kait pada anjing.
 
Namun, pemanfaatan biji pinang sebagai bahan baku obat harus sangat diperhatikan dosisnya. Senyawa alkaloid yang dikandung pada pinang cukup berbahaya untuk sistem saraf. Yang umum terjadi adalah mual dan muntah (20-30%), sakit perut, pening dan ''nervous'' (gelisah). Efek samping yang jarang terjadi adalah luka pada lambung yang disertai muntah darah. Tanda-tanda kelebihan dosis adalah banyak keluar air liur (''qalivation''), muntah, mengantuk dan serangan jantung. Untuk mengurangi efek racunnya, pemakaian biji pinang sebaiknya yang telah dikeringkan, atau lebih baik bila biji pinang kering direbus (Anonim, 2007). Kebiasaan mengunyah biji pinang dapat juga menyebabkan kanker mulut, yang telah menjangkiti sekitar 0,5% pengguna biji pinang (Agusta, 2007), sehingga dianjurkan penggunaan serbuk biji pinang, sebaiknya tidak lebih dari 4 g/sekali konsumsi.
<br />
 
== Kajian Metabolomik yang Telah Dilakukan dan yang Dapat Dilakukan untuk Penentuan Kualitas Produk ==
Sampai saat ini, terdapat beberapa kajian metabolomik yang telah dilakukan dalam penentuan kandungan senyawa yang terdapat dalam pinang. Dalam jurnal ''A Metabolomic Approach to the Metabolism of the Areca Nut Alkaloids Arecoline and Aracaidine in the Mouse,'' metabolisme arekolin (20 mg/kg) dan ''arecaidine'' (20 mg/kg) diselidiki dalam tikus melalui pendekatan metabolomik menggunakan analisis Ultra-Performance Liquid Chromatography–time-of-flight Mass Spectrometric (UPLC-MS) dari urin tikus. Hasilnya diperoleh 11 metabolit ''arecoline'' teridentifikasi termasuk arecaidine, arecoline N-oxide, arecaidine N-oxide, N-methylnipecotic acid, N-methylnipecotylglycine, arecaidinylglycine, arecaidinylglycerol, arecaidine mercapturic acid, arecoline mercapturic acid, dan arecoline N-oxide mercapturic acid, bersamaan dengan 9 metabolit yang tak teridentifikasi. ''Arecoline'' yang tak berubah terdiri dari 0,3–0,4%, arecaidine 7,1–13,1%, arecoline N-oxide 7,4–19%, dan N-methylnipecotic acid 13,5–30,3% dari dosis diekskresikan dalam urin 0-12 jam setelah pemberian ''arecoline.'' Arecaidine yang tidak berubah terdiri dari 15,1-23,0%, dan asam N-methylnipecotic 14,8%-37,7% dari dosis diekskresikan dalam urin 0-12 jam setelah pemberian arecaidine. Metabolit utama arecoline dan arecaidine, asam N-methylnipecotic, adalah metabolit baru yang timbul dari pengurangan ikatan rangkap karbon-karbon.  Metabolomik telah digunakan sebagai alat yang kuat untuk analisis dan penilaian kualitas obat-obatan atau produk yang dihasilkan produk alami.
 
Metabolomik juga semakin banyak digunakan dalam kontrol kualitas dan standarisasi obat-obatan yang diturunkan produk alami karena mereka terdiri dari ratusan senyawa alami. Teknik yang paling umum yang digunakan dalam metabolomik terdiri dari NMR, GC-MS, dan LC-MS (pada '''Gambar 6.''') dalam kombinasi dengan analisis statistik multivariat termasuk analisis komponen utama (PCA) dan analisis parsial least squares-diskriminant (PLS-DA) pada '''Gambar 9'''. Saat ini, kontrol kualitas obat-obatan yang diturunkan produk alami biasanya dilakukan menggunakan HPLC dan ditentukan oleh satu atau dua indikator. Untuk membuat kerangka kendali mutu yang unggul dan menghindari obat-obatan yang dipalsukan, perlu untuk dapat menentukan dan menetapkan standar berdasarkan berbagai bahan menggunakan ''metabolite profiling'' dan ''fingerprinting''. Sebagai tanaman obat, biji pinang memiliki biomarker atau senyawa penanda yakni ''arecoline'' yang dapat dideteksi dengan HPLC. Sejumlah platform analitis, seperti resonansi magnetik nuklir (NMR), spektroskopi inframerah-transformasi Fourier (FT-IR), dan spektrometri massa (MS) digabungkan dengan teknik pemisahan termasuk kromatografi gas (GC)-MS, kromatografi cair (LC)-MS, dan UPLC-MS telah digunakan dalam ''fingerprinting metabolites'' dan metabolisme.
 
 
 
Pada kromatogram akan terbentuk beberapa puncak atau ''peak'' yang dapat merepresentasikan suatu senyawa berdasarkan nilai atau skala di sumbu x. Skala tersebut menunjukkan perbedaan senyawa yang dapat teridentifikasi berdasarkan gugus alifatik yang dimiliki, dsb. Baru-baru ini, teknologi yang biasa digunakan untuk studi metabolisme global telah semakin dikombinasikan dengan teknik multi-hyphenated seperti GC × GC-waktu-penerbangan (TOF), GC-TOF-MS, dan UPLC-quadrupole (Q)-TOF-MS untuk memungkinkan analisis senyawa menggunakan berbagai perspektif metabolisme yang lebih luas. NMR adalah teknik analisis yang umum digunakan, yang mengidentifikasi dan mengukur berbagai senyawa organik. Alat ini memiliki langkah persiapan sampel sederhana sementara biofluida seperti urin dan serum dapat dianalisis secara langsung tanpa langkah persiapan. Selain itu, ia menilai banyak kelompok metabolit sehingga sangat cocok untuk menganalisis komponen tanaman obat yang tidak diketahui untuk penentuan kemanjuran lebih lanjut. Karena NMR bersifat non-selektif, semua senyawa dengan berat molekul rendah dapat dideteksi bersamaan dengan informasi struktural, yang juga membantu mengkarakterisasi komponen dari setiap campuran kompleks. Keuntungan dari NMR membuatnya menjadi teknik yang berguna dengan sejarah panjang digunakan dalam analisis metabolisme. Oleh karena itu, protokol dan database yang terkait dikembangkan dengan baik, menyediakan sumber informasi operasional yang kaya. Keterbatasan utama NMR adalah bahwa ia memiliki sensitivitas yang relatif rendah (rentang mikromolar) dibandingkan dengan MS (rentang picomolar). Baru-baru ini, teknik NMR ''throughput'' tinggi telah mengatasi kekurangan ini, sehingga memungkinkan deteksi biomarker penyakit dan penanda pengganti untuk pemberian obat dan kemanjuran. Beberapa studi telah melaporkan profil metabolik sumber daya alam menggunakan NMR dan analisis multivariat untuk kontrol kualitas. Spektrometri FT-IR adalah alat sidik jari metabolik yang berharga lainnya, yang menganalisis beragam jenis sampel dan metabolit seperti karbohidrat, asam amino, lipid, asam lemak, protein, dan polisakarida secara bersamaan. Ini juga membutuhkan persiapan sampel minimum dan pelatihan latar belakang yang relatif sedikit dan, oleh karena itu, dapat dengan mudah digunakan sebagai teknik yang sangat fleksibel. Ia bekerja dengan mengkorelasikan penyerapan dan getaran cahaya pada panjang gelombang tertentu dengan gugus fungsi molekul untuk identifikasi metabolit yang tidak diketahui. Keterbatasan utama spektrometri FT-IR adalah sensitivitas dan selektivitas yang relatif rendah. Selain itu, sampel basah sulit dianalisis karena air dapat menjadi masalah pada pertengahan IR. Baru-baru ini, FT-IR telah digunakan untuk pengendalian kualitas sumber daya alam. MS adalah teknologi yang banyak digunakan, yang dapat mengidentifikasi metabolit dengan menyediakan data kualitatif dan kuantitatif yang cepat dan selektif dengan sensitivitas dan resolusi tinggi. Alat ini beroperasi dengan pembentukan dan pemisahan ion dan deteksi ion yang terpisah, hasil dalam jurnal diperlihatkan pada '''Gambar 7'''. GC-MS adalah sistem gabungan di mana campuran volatil senyawa dipisahkan oleh GC, dan senyawa yang dielusi kemudian dideteksi menggunakan MS. GC-MS melibatkan derivatisasi untuk menginduksi volatilitas dan stabilitas termal sebelum menganalisis metabolit volatil. Setelah derivatisasi, dimungkinkan untuk memetakan ratusan metabolit secara bersamaan, termasuk asam organik, asam amino, gula, alkohol gula, amina aromatik, dan asam lemak, dengan pemisahan dan kuantifikasi langsung. Kontrol kualitas ekstrak herbal adalah upaya yang menantang karena biasanya mengandung banyak ''phytochemical.'' Selanjutnya, analisis statistik multivariat diperlukan untuk mengurangi kompleksitas data dari profil metabolik dan memfasilitasi deteksi pola perubahan yang terkait dengan faktor lingkungan atau genetik dalam komposisi metabolit.
 
 
 
PCA, analisis parsial kuadrat-diskriminan (PLS-DA), dan PLS-regresi (PLS-R) banyak digunakan metode analisis data multivariat. PCA adalah metode analisis multivariat tanpa pengawasan, yang banyak digunakan dalam sidik jari metabolik dan profil. Alat ini menunjukkan gambaran umum dari data yang diperoleh dengan mewakili data multivariat asli sebagai data output dimensi yang lebih rendah. Tinjauan umum ini memberikan informasi tidak hanya pada kelompok pengamatan, ''trend'', dan ''outlier'' tetapi juga tentang hubungan antara pengamatan. PCA ditentukan dengan menggunakan plot skor yang menunjukkan perbedaan statistik antara kelompok dan plot pemuatan yang menampilkan senyawa yang bertanggung jawab atas perbedaan antara kelompok. PCA memiliki batas untuk memvalidasi model statistik karena tidak dapat menetapkan anggota kelas sampel uji yang tidak diketahui. Beberapa ''tools'' yang telah disebutkan dapat digunakan dalam peningkatan kualitas produk dari pinang. Seperti misalnya dalam pembuatan kopi berbahan dasar pinang, dapat diketahui beberapa metabolit yang dapat merepresentasikan rasa dari kopi tersebut dan dapat dilakukan perbaikan mengenai citarasa yang terbentuk, senyawa apa yang harus ditingkatkan atau direduksi atau dihilangkan (Lee, ''et al.,'' 2016).
 
 
 
 
Melalui pendekatan metabolomik dengan beragam ''tools'' yang telah disebutkan di atas, kualitas obat cacing berbahan dasar biji pinang dapat ditingkatkan dengan membuat kadar atau formula yang tepat untuk senyawa ''arecoline'' karena selain dapat menyembuhkan penderita cacingan, senyawa tersebut juga memiliki efek samping yang harus dihindari. Selain itu, produk kosmetik dan pelangsing berbahan dasar pinang juga dapat ditingkatkan kualitasnya melalui metabolomik dengan meningkatkan rasio senyawa tanin dibandingkan dengan senyawa ''arecoline,'' karena senyawa pada pinang bersifat astringent yang diketahui dapat mengendapkan protein mukus yang melapisi bagian dalam usus. Lapisan ini sukar ditembus zat hingga terjadi hambatan penyerapan makanan sehingga zat yang diserap berkurang dan menyebabkan orang tidak menjadi gemuk. Selain itu, tanin juga bermanfaat dalam ''peeling'' atau menghilangkan sel-sel kulit mati, sedangkan senyawa ''arecoline'' perlu ditekan sintesisnya atau tidak melebihi dosis karena dapat menyebabkan beberapa efek samping yang cukup berbahaya bagi sistem saraf seperti mual, muntah, pusing dan gelisah.
 
== Budaya ==