Pura Besakih: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pierrewee (bicara | kontrib)
k ←Suntingan 158.140.180.46 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh 182.1.83.106
Tag: Pengembalian
Mrbonbon (bicara | kontrib)
Menghapus bagian tidak relevan
Baris 7:
 
Keberadaan fisik bangunan Pura Besakih, tidak sekadar menjadi tempat pemujaan terhadap Tuhan YME, menurut kepercayaan Agama Hindu Dharma, yang terbesar di pulau Bali, namun di dalamnya memiliki keterkaitan latar belakang dengan makna [[Gunung Agung]]. Sebuah gunung tertinggi di pulau Bali yang dipercaya sebagai pusat Pemerintahan Alam Arwah, Alam Para [[Dewata]], yang menjadi utusan Tuhan untuk wilayah pulau Bali dan sekitar. Sehingga tepatlah kalau di lereng Barat Daya Gunung Agung dibuat bangunan untuk kesucian umat manusia, Pura Besakih yang bermakna filosofis.
 
Makna filosofis yang terkadung di Pura Besakih dalam perkembangannya mengandung unsur-unsur kebudayaan yang meliputi:
# Sistem pengetahuan,
# Peralatan hidup dan teknologi,
# Organisasi sosial kemasyarakatan,
# Mata pencaharian hidup,
# Sistem bahasa,
# Religi dan upacara, dan
# Kesenian.
 
Ketujuh unsur kebudayaan itu diwujudkan dalam wujud budaya ide, wujud budaya aktivitas, dan wujud budaya material. Hal ini sudah muncul baik pada masa pra-Hindu maupun masa Hindu yang sudah mengalami perkembangan melalui tahap mitis, tahap ontologi dan tahap fungsional.
 
== Objek penelitian ==
Baris 26 ⟶ 15:
 
Latar belakang keberadaan bangunan fisik Pura Besakih di lereng Gunung Agung adalah sebagai tempat ibadah untuk menyembah Dewa yang dikonsepsikan gunung tersebut sebagai istana Dewa tertinggi.
 
Pada tahapan fungsional manusia Bali menemukan jati dirinya sebagai manusia homo religius dan mempunyai budaya yang bersifat sosial religius, bahwa kebudayaan yang menyangkut aktivitas kegiatan selalu dihubungkan dengan ajaran Agama Hindu.
 
Dalam budaya masyarakat Hindu Bali, ternyata makna Pura Besakih diidentifikasi sebagai bagian dari perkembangan budaya sosial masyarakat Bali dari mulai pra-Hindu yang banyak dipengaruhi oleh perubahan unsur-unsur budaya yang berkembang, sehingga memengaruhi perubahan wujud budaya ide, wujud budaya aktivitas, dan wujud budaya material. Perubahan tersebut berkaitan dengan ajaran [[Tattwa]] yang menyangkut tentang konsep ketuhanan, ajaran [[Tata-susila]] yang mengatur bagaimana umat Hindu dalam bertingka laku, dan ajaran [[Upacara]] merupakan pengaturan dalam melakukan aktivitas ritual persembahan dari umat kepada [[Tuhan]]Nya, sehingga ketiga ajaran tersebut merupakan satu kesatuan dalam ajaran Agama Hindu Dharma di Bali.