Tolotang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 23:
Dalam masyarakat Tolotang sendiri terdapat dua kelompok, yaitu Masyarakat Benteng (Orang Tolotang yang sudah pindah ke Agama Islam), dan Masyarakat To Wani To Lotang (Komunitas yang Masih Menganut Agama Tolotang). Kedua kelompok ini memiliki tradisi yang berbeda dalam beberapa prosesi ke-Agama-an, misalnya dalam prosesi kematian dan pesta pernikahan. Bagi Komunitas Benteng, tata cara prosesi pernikahan dan kematian sama seperti tata cara yang dilakukan dalam Agama Islam. Bagi Komunitas To Wani To Lotang, prosesi kematian, melalui prosesi memandikan jenazah yang kemudian membungkus dan melapisinya dengan menggunakan daun Sirih. Sedangkan untuk prosesi pernikahan Kelompok To Wani To Lotang. Mereka melaksanakannya di hadapan Uwatta, atau Pemimpin Ritual yang masih merupakan keturunan langsung dari pendiri To Wani To Lotang.
 
Bagi Masyarakat ToTowani Wani To LotangTootang, ritual Sipulung yang dilaksanakan sekali dalam setahun mengambil tempat di Perrynyameng yang merupakan lokasi kuburan I Pabbere. KelengkapanKelengkaplan ritual masyarakat To Wani To Lotang, mereka diwajibkan membawa sesajian berupa nasi dan lauk pauk, yang diyakini sebagai bekal di hari kemudian. Sehingga semakin banyak sesajian yang dibawa, akan semakin banyak pula bekal yang akan dinikmati di hari kemudian. Sementara bagi Kelompok Benteng, ritual Sipulung dilaksanakan di sumur PakkawaruE, dimana pada siang hari masyarakat berkumpul di kediaman Uwatta dan barulah pada malam harinya, mereka melaksanakan prosesi Sipulung. Prosesi Sipulung berupa pembacaan Lontara (Kitab Sucinya orang To Lotang ) oleh Uwatta, dimana masyarakat yang hadir pada saat itu memberikan daun Sirih dan Pinang kepada Uwatta.
 
== Upacara ==
Upacara Adat To LotangTolotang dilakukan oleh masyarakat To LotangTolotang yang dilaksanakan di Bulu (Gunung) Lowa, berada di poros KotaKabupaten Pangakajene dengan KotaKabupaten Soppeng, dan terletak di Amparita Kecamatan Tellu Limpoe. Daerah ini merupakan lokasi upacara adat Perrynyameng. Ritual tersebut dilakukan sekali setahun (Bulan Januari), dengan waktu pelaksanaan harus dimusyawarahkan oleh tokoh-tokoh (penting Tolotang yang disebut Uwa. Ritual adat dilaksanakan karena adanya pesan dari I Pabbere. Apabila ia telah tiada, maka anak cucunya harus datang menziarahinya sekali setahun. Penyiraman minyak bau (berbau harum) Tolotangoleh Uwa, atraksi Massempe yang merupakan permainan adu kekuatan kaki, kini hanya dilakukan oleh anak-anak. Semua pengikut sealiran dari berbagai desa maupun kota, berkumpul dengan berpakaian serba putih-putih, sarung dan tutup kepala untuk para laki-laki, sedangkan Untuk perempuan mengenakan pakaian seperti kebaya.
 
Ritual adat dilaksanakan karena adanya pesan dari I Pabbere. Apabila ia telah tiada, maka anak cucunya harus datang menziarahinya sekali setahun. Penyiraman minyak bau (berbau harum) oleh Uwa, atraksi Massempe (permainan adu kekuatan kaki), yang kini hanya dilakukan oleh anak-anak.
 
Semua pengikut sealiran dari berbagai desa maupun kota, berkumpul dengan Berpakaian Serba Putih-putih, Sarung dan Tutup Kepala, Untuk Para Laki-laki, Sedangkan Untuk Perempuan Mengenakan Pakaian Seperti Kebaya.
 
Pada saat ritual, mereka duduk bersila di atas tikar tradisional dengan penuh hikmat dan keheningan, serta konsentrasi pemusatan jiwa dan raga kepada Sang Pencipta (Dewata SeuwaE). Selanjutnya dilanjutkan dengan penyembahan oleh Uwatta, ditandai dengan penyiraman minyak bau (minyak berbau wangi-wangian) pada Batu Leluhur yang sangat disakralkan, kemudian dilanjutkan kegiatan Massempe.