Pembiusan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan 180.253.31.155 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Veracious
Tag: Pengembalian
Baris 28:
 
== Sejarah anestesi ==
[[Eter]] ([CH3CH2]2O) adalah salah satu zat yang banyak digunakan sebagai anestesi dalam dunia kedokteran hingga saat ini. Eter ditemukan seorang ahli [[kimia]] berkebangsaan [[Spanyol]], [[Raymundus Lullius]] pada tahun [[1275]]. Lullius menamai eter "sweet vitriol". Eter pertama kali disintesis [[Valerius Cordus]], ilmuwan dari [[Jerman]] pada tahun [[1640]]. Kemudian seorang ilmuwan bernama [[W.G. Frobenius]] mengubah nama "sweet vitriol" menjadi eter pada tahun [[1730]]. Sebelum penemuan eter, [[Priestly]] menemukan [[gas nitrogen-oksida]] pada tahun [[1777]], dan berselang dua tahun dari temuannya itu, [[Davy]] menjelaskan kegunaan gas [[nitrogen-oksida]] dalam menghilangkan rasa sakit.
Dunia kedokteran Barat mengklaim sebagai perintis di bidang anestesi atau pembiusan. Mereka menyebut Oliver Wendel Holmes Sr sebagai dokter pertama di dunia yang memperkenalkan istilah anestesi. Klaim itu tentu saja sangat ahistoris. Betapa tidak, ratusan tahun sebelum Holmes mengenal anestesi tahun 1846, dunia kedokteran Islam telah mengenal dan mengembangkan anestesi.
 
Sebelum tahun [[1844]], gas eter maupun [[nitrogen-oksida]] banyak digunakan untuk pesta mabuk-mabukan. Mereka menamai zat tersebut "[[gas tertawa]]", karena efek dari menghirup gas ini membuat orang tertawa dan lupa segalanya.
Anestesi berasal dari bahasa Yunani yang berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit saat melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya pada tubuh. Sembilan abad sebelum Holmes lahir, para dokter Muslim terkemuka, seperti Ibnu Sina, Al-Zahrawi, Ibnu Zuhr, dan Ibnu Al-Nafis telah sukses melakukan operasi pembedahan.
 
Penggunaan eter atau gas nitrogen-oksida sebagai penghilang sakit dalam dunia kedokteran sebenarnya sudah dimulai [[Horace Wells]] sejak tahun [[1844]]. Sebagai [[dokter gigi]], ia bereksperimen dengan nitrogen-oksida sebagai penghilang rasa sakit kepada pasiennya saat dicabut [[gigi]]nya. Sayangnya usahanya mempertontonkan di depan mahasiswa kedokteran [[John C. Warren]] di [[Rumah Sakit]] Umum [[Massachusetts]], [[Boston]] gagal, bahkan mendapat cemoohan. Usahanya diteruskan [[William Thomas Green Morton]].
Menurut Prof Dr M Taha Jasser dalam tulisannya bertajuk Anaesthesia In Islamic Medicine and Its Influence on Western, dokter Muslim di era keemasan sudah menguasai ilmu bedah. Mereka sudah terbiasa melakukan operasi besar, seperti amputasi, operasi tumor, pengobatan tulang patah, dan beragam operasi lainnya. Sebuah pencapaian gemilang yang belum pernah dilakukan peradaban sebelumnya.
 
Morton adalah sesama [[dokter gigi]] yang sempat buka praktik bersama Horace Wells pada tahun [[1842]]. Ia lahir di [[Charlton]], [[Massachusetts]], [[Amerika Serikat]] pada tanggal 9 Agustus [[1819]]. Pada usia 17 tahun, ia sudah merantau ke Boston untuk berwirausaha. Beberapa tahun kemudian mengambil [[kuliah]] kedokteran gigi di [[Baltimore College of Dental Surgery]]. Morton meneruskan kuliah di [[Harvard]] pada tahun [[1844]] untuk memperoleh gelar [[dokter]]. Namun karena kesulitan biaya, tidak ia teruskan. Pada tahun yang sama, ia menikah dengan [[Elizabeth Whitman]] dan kembali membuka praktik giginya. Ia berkonsentrasi dalam membuat dan memasang gigi palsu serta cabut gigi. Suatu pekerjaan yang membutuhkan cara menghilangkan rasa sakit.
Peradaban sebelum Islam dan kebudayaan lain yang sezaman dengan dunia Islam memandang, penderitaan kerena rasa sakit merupakan harga yang harus dibayar seorang manusia atas dosa yang diperbuat. Namun, para dokter Islam menolak konsep yang menyatakan rasa sakit sebagai hukuman dari Tuhan.
 
Morton berpikir untuk menggunakan gas nitrogen-oksida dalam praktiknya sebagaimana yang dilakukan Wells. Kemudian ia meminta gas nitrogen-oksida kepada [[Charles Jackson]], seorang ahli kimia ternama di [[sekolah kedokteran Harvard]]. Namun Jackson justru menyarankan eter sebagai pengganti gas nitrogen-oksida.
<nowiki>''Itulah yang mendorong para dokter Muslim mengembangkan bidang anestesi,''</nowiki> papar Prof Taha. Menurut dia, untuk menghilangkan rasa sakit pada pasien yang akan menjalani operasi atau pembedahan, para dokter Muslim di era kekhalifahan menggunakan obat penenang dan campuran analgesik.
 
Morton menemukan efek bius eter lebih kuat dibanding gas nitrogen-oksida. Bahkan pada tahun [[1846]] Morton mendemonstrasikan penggunaan eter dalam pembedahan di rumah sakit umum Massachusetts. Saat pasien dokter Warren telah siap, Morton mengeluarkan gas eter (atau disebutnya [[gas letheon]]) yang telah dikemas dalam suatu kantong gas yang dipasang suatu alat seperti [[masker]]. Sesaat pasien yang mengidap [[tumor]] tersebut hilang kesadaran dan tertidur. Dokter Warren dengan sigap mengoperasi tumor dan mengeluarkannya dari leher pasien hingga operasi selesai tanpa hambatan berarti.
Dalam Canon of Medicine, dokter Muslim legendaris Ibnu Sina telah mengungkapkan penggunaan anestesi. Dokter kelahiran Afshana, Bukhara, tahun 980 M itu telah mempersiapkan minuman campuran mandagora (tanamaman mandrak) dan obat tidur. Tanaman lainnya yang digunakan untuk anestesi saat operasi pembedahan, antara lain, hashish, opium poppies, shweikran, bhang, dan hyoscyamus.
 
Tanggal 16 Oktober [[1846]] menjadi hari bersejarah bagi dunia kedokteran. [[Demonstrasi Morton]] berhasil dengan baik dan memicu penggunaan eter sebagai anestesi secara besar-besaran. Revolusi [[pembedahan]] dimulai dan eter sebagai anestesi dipakai hingga saat ini. Ia bukanlah yang pertama kali menggunakan anestesia, namun berkat usahanyalah anestesia diakui dunia kedokteran. Wajar jika Morton masuk dalam 100 orang paling berpengaruh dalam sejarah dunia dalam buku yang ditulis [[William H. Hart]] beberapa tahun yang lalu.
Prof Mohamad S Takrouri dari Departemen Anestesi Universitas King Khalid Riyadh mengatakan, anestesi yang dikembangkan kedokteran Islam sangat unik. <nowiki>''</nowiki>Benar-benar mampu menghilangkan rasa sakit pada pasien yang akan dioperasi,<nowiki>''</nowiki> paparnya. Anestesi dalam dunia Islam, imbuh Prof Takrouri, jauh berbeda bila dibandingkan yang dikembangkan peradaban India, Yunani, dan Romawi.
 
Di balik kesuksesan zat anestesi dalam membius pasien, para penemu dan penggagas zat anestesi telah terbius ketamakan mereka untuk memiliki dan mendapatkan penghasilan dari [[paten]] anestesi yang telah digunakan seluruh dokter di seluruh bagian dunia.
<nowiki>''Anestesi dari ketiga peradaban itu tak membantu menghilangkan rasa sakit,'' imbuh Takrouri. Ia mengungkapkan, salah satu bentuk anestesi asli yang dikembangkan peradaban Islam adalah 'spon obat tidur'</nowiki> (soporific sponge). Teknik tersebut, papar, Prof Takrouri, tak dikenal dalam peradaban sebelum Islam.
 
Terjadilah perseteruan di antara Morton, Wells, dan Jackson. Masing-masing mengklaim zat anestesi adalah hasil penemuannya. Di tempat berbeda, seorang dokter bernama [[Crawford W. Long]] telah menggunakan eter sebagai zat anestesi sejak tahun [[1842]], empat tahun sebelum Morton memublikasikan ke masyarakat luas. Ia telah menggunakan eter di setiap operasi bedahnya. Sayang, ia tidak memublikasikannya, hanya mempraktikkan untuk pasien-pasiennya. Sementara ketiga dokter dan ilmuwan yang awalnya adalah tiga sahabat itu mulai besar kepala, dokter Long tetap menjalankan profesinya sebagai dokter spesialis bedah.
Spon obat tidur itu terbuat dari campuran hashish, papver, dan hyocymine. <nowiki>''Campuran itu lalu dikeringkan di bawah sinar matahari,''</nowiki> ujar Prof Takrouri. Ketika akan digunakan, campuran itu kemudian dilembabkan dan ditempatkan di hidung pasien yang akan menjalani operasi. Seketika pasien akan tertidur dan tak akan merasakan sakitnya operasi.
 
Wells, Morton, dan Jackson menghabiskan hidupnya demi pengakuan dari dunia bahwa zat anestesi merupakan hasil temuannya. Morton selama dua puluh tahun menghabiskan waktu dan uangnya untuk mempromosikan hasil temuannya. Ia mengalami masalah meskipun ia telah mendaftarkan [[hak paten]]nya di [[lembaga paten]] Amerika Serikat (U.S. Patent No. 4848, November 12, [[1846]]). Ketika tahun [[1847]] dunia kedokteran mengetahui, zat yang digunakan adalah eter yang telah digunakan sejak [[abad 16]], Morton tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk mendapat keuntungan dari patennya. Jackson juga mengklaim, dirinya juga berhak atas penemuan tersebut.
Teknik anestesi seperti ini baru dikenal kedokteran Barat--terutama Eropa--pada abad ke-18 M. Dunia kedokteran Barat kemudian mengembangkan anestesi inhalational modern pada abad ke-19. Penemuan itu telah dipengaruhi oleh karya-karya dokter Muslim yang beredar dan diajarkan di universitas-universitas Barat. <nowiki>''</nowiki>Dasar-dasar anestesi melalui pernapasan berasal dari Islam,<nowiki>''</nowiki> kata Prof Takrouri menegaskan.
 
Ketika [[Akademi Kedokteran Prancis]] menganugerahkan [[penghargaan Monthyon]] yang bernilai 5.000 [[frank]] pada tahun [[1846]], Morton menolak untuk membaginya dengan Jackson. Ia mengklaim, penemuan tersebut adalah miliknya pribadi. Sementara itu, Wells mencoba eksperimen dengan zat lain ([[kloroform]]) sebagai bahan anestesi.
Di bidang kimia, papar Prof Dr M Taha Jasser, ikatan eter (-0-) merupakan bahan dasar yang digunakan untuk anestesi (diethyl, eter, methoxyflurane, enflurane, fluroxene, forane). Lagi-lagi peradaban Barat juga mengklaim sebagai penemu zat yang menjadi bahan utama untuk anestesi. Adalah Velerius Cordus yang mengaku sebagai penemu ikatan eter. Namun, Amstrong Davidson meragukan klaim Cordus itu.
 
Selama bertahun-tahun Morton menghabiskan waktu dan materi untuk mengklaim patennya. Ia mulai [[stres]] dan tidak memedulikan lagi [[klinik gigi]]nya. Morton meninggal tanggal 15 Juli [[1868]] di usia 49 tahun di [[Rumah Sakit St. Luke's]], [[New York]]. Begitu juga dengan Jackson yang meninggal dalam keadaan [[gila]] dan Wells yang meninggal secara mengenaskan dengan cara [[bunuh diri]].(Dewi Marthaningtyas:"Terbius Memburu Paten Gas Tertawa", ''Cakrawala'', 2005).
"Saya tak yakin bahwa Cordus yang meninggal di 1544 pantas disebut sebagai penemuan ikatan eter,<nowiki>''</nowiki> papar Davidson. Keraguan Davidson ternyata benar. Faktanya, beberapa abad sebelum Cordus menemukan eter,  dokter Muslim di era kejayaan Islam telah berhasil menemukannya. Menurut Prof Taha, penemu eter radikal (-0-) itu adalah Al-Kindi.
 
Ilmuwan Muslim itu berhasil melakukan penyaringan alkohol. Bahkan, sebenarnya nama alkohol pun berasal dari bahasa Arab, yakni 'Al-goul' yang berarti sesuatu yang berada di bawah sadar. Alkisah, pada zaman keemasan Islam di Kudus Turan beredar 'anggur surga' yang bebas al-goul. Orang-orang meminumnya tak mabuk. "Kata alkohol adalah bentuk jamak dari Al-kuhl,<nowiki>''</nowiki> ungkap MY Hashimi (1968).
 
Selain itu, terdapat bukti bahwa Sulfuric Acid telah ditemukan oleh al-Razi. Senyawa ini digunakan untuk menyuling alkohol. Mengingat bahwa diethyl eter dapat dihasilkan oleh ekstraksi air dari alkohol (2C2H5OH + H2S04 ------- C2H5 + H2O-O-C2H5 + H2 SO4), terdapat kemungkinan bahwa umat Islam telah lama menguasai pembuatan bahan yang digunakan untuk anestesi.
 
Dalam dunia kedokteran dikenal dua jenis obat untuk menghilangkan nyeri, yaitu analgetik dan anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara total. Seseorang yang mengonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar. Analgetik tidak selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu meringankan rasa nyeri.
 
Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap sadar. Selain itu, terdapat beberapa tipe anestesi, antara lain, pembiusan total yang mampu menghilangkan kesadaran total dan pembiusan lokal yang dapat menghilangkan rasa sakit pada bagian tubuh tertentu yang diinginkan.
 
Serta, pembiusan regional, yakni hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya. Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia kehilangan kesadaran.
 
Umat Muslim selalu tampil sebagai penemu dalam berbagai bidang di dunia kedokteran modern. Dalam bidang anestesi, kontribusi umat Islam sungguh sangat besar. Pengaruhnya terhadap dunia Barat juga tak dapat dibantah. Hal itu dapat dilihat dari penemuan kedokteran Barat di dunia modern yang terinspirasi oleh karya-karya dokter Muslim. <nowiki>''</nowiki>Kini, saatnya dunia Islam harus menunjukkan kembali kontribusinya,<nowiki>''</nowiki> tutur Prof Taha. N heri ruslan/desy susilawati
 
Dokter Muslim Perintis Anestesi
 
Ibnu Zuhr
 
Ia dijuluki sebagai bapak ilmu bedah eksperimental. Ibnu Zuhr dokter Muslim kelahiran Seville, Spanyol itu memang telah dianggap telah berjasa memperkenalkan metode eksperimental dalam ilmu bedah. Sang dokter pun tercatat sebagai dokter perintis yang memperkenalkan metode bedah manusia dan autopsi.
 
Ibnu Zuhr belajar di Universitas Cordoba. Dia merupakan keluarga Bani Zuhr yang menghasilkan lima generasi dokter, termasuk dua dokter perempuan yang bertugas di Almohad penguasa Abu Yusuf Ya'qub Al-Mansur. Ibnu Zuhr juga merupakan guru dari Averroes. Dia mulai melakukan praktik dan pelatihan medikal setelah ayahnya, Abu'l-Ala Zuhr.
 
Dia dikenal sebagai pencetus operasi berkat percobaan yang dilakukannya. Awalnya, ia menguji coba hewan, selanjutnya ia mencoba pembedahan terhadap mayat. Cara ini kemudian dikenalkan olehnya kepada manusia berkat hasil eksperimennya itu.Ibn Zuhr juga disebut sebagai anestesiolog. Dalam anestesiologi, anestesi modern dikembangkan dalam Islam Spanyol. Dia merupakan dokter pertama yang menemukan teknik anestesi lewat pernapasan.
 
Al-Zahrawi
 
Ahli bedah yang termasyhur hingga ke abad ke-21 itu bernama lengkap Abu al-Qasim Khalaf ibn al-Abbas Al-Zahrawi. Ia terlahir pada tahun 936 M di kota Al-Zahra, sebuah kota berjarak 9,6 km dari Cordoba, Spanyol. Al-Zahrawi merupakan keturunan Arab Ansar yang menetap di Spanyol. Di kota Cordoba itulah dia menimba ilmu, mengajarkan ilmu kedokteran, mengobati masyarakat, serta mengembangkan ilmu bedah bahkan hingga tutup usia.
 
Dalam kitab yang diwariskannya bagi peradaban dunia, Al-Tasrif-- Al-Zahrawi secara perinci dan lugas mengupas tentang ilmu bedah, orthopedi, opththalmologi, farmakologi, serta ilmu kedokteran secara umum. Ia juga mengupas tentang kosmetika. Al-Zahrawi pun ternyata begitu berjasa dalam bidang kosmetika. Sederet produk kosmetika, seperti deodoran, hand lotion, dan pewarna rambut yang berkembang hingga kini merupakan hasil karya Al-Zahrawi.
 
Popularitas Al-Zahrawi sebagai dokter bedah yang andal menyebar hingga ke seantero Eropa. Tak heran, bila kemudian pasien dan anak muda yang ingin belajar ilmu kedokteran dari Abulcasis berdatangan dari berbagai penjuru Eropa. Menurut Will Durant, pada masa itu Cordoba menjadi tempat favorit bagi orang-orang Eropa yang ingin menjalani operasi bedah. Di puncak kejayaannya, Cordoba memiliki tak kurang 50 rumah sakit yang menawarkan pelayanan yang prima.
 
Orang Barat mengenalnya sebagai Abulcasis. Al-Zahrawi adalah seorang dokter bedah yang amat fenomenal. Karya dan hasil pemikirannya banyak diadopsi para dokter di dunia Barat. <nowiki>''</nowiki>Prinsip-prinsip ilmu kedokteran yang diajarkan Al-Zahrawi menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di Eropa,<nowiki>''</nowiki> ujar Dr Campbell dalam History of Arab Medicine.
 
 
(sumber: republika / anestesi di era peradaban islam)
 
== Penggunaan obat-obatan dalam anestesi ==