Aluk Todolo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 96:
Sedangkan versi kedua menyebutkan, Islam diperkirakan masuk ke wilayah Toraja pada akhir abad ke-17 atau awal abad ke-18. Hal ini dibuktikan dengan adanya sebuah makam tua di Sangalla, yang terletak sekitar 10 km dari Makale. Di atas nisan makam itu terdapat tulisan yang menggunakan huruf Arab. Meskipun tahun pembuatannya tidak dinyatakan secara jelas, makam itu diperkirakan milik saudagar atau pendatang dari Bugis yang meninggal dunia di Tana Toraja sekitar 300 tahun lalu. Suku Bugis, salah satu suku di Sulawesi Selatan selain Makassar dan Toraja, diperkirakan menjadi pionir atau pelopor kedatangan Islam di wilayah Tana Toraja. Hubungan mereka dengan masyarakat Tana Toraja terjalin lewat transaksi dagang dalam bentuk barter. Masyarakat pada saat itu belum mengenal uang sebagai alat tukar. Hasil pertanian terkemuka masyarakat Tana Toraja seperti kopi ditukar dengan pakaian oleh para pedagang Bugis. Bahkan di saat timbul perang antara pasukan Toraja dan pasukan Kerajaan Bone yang saat itu bertujuan ingin menguasai Tana Toraja yang kemudian dikenal dengan peristiwa Untulak Buntunna Bone, tak hanya bahan pokok, tetapi senjata dan kaum budak juga menjadi alat barter. Banyak warga Toraja yang dijadikan budak pada saat itu.
 
Namun simbiosis mutualisme yang terjaditimbul pada saat itu belum begitu membawa perubahan yang berarti. Masyarakat Tana Toraja mayoritas masih berpegang teguh pada adat istiadat dan kepercayaan Aluk Todolo yang merupakan ajaran warisan nenek moyang. Apalagi, kehadiran Islam sebagai kekuatan politik kerajaan Bugis justru dipandang sebagai kekuatan agresor yang berusaha menguasai Tana Toraja. Hingga pada abad ke-19 ada satusalah seorang bangsawan Toraja yang memilih masuk Islam yang bergelar Puang Sondong atau Puang Pitu.
 
Penyebaran Islam di Tana Toraja kemudian lebih banyak dilakukan lewat perkawinan. Minimnya dakwah dan trauma sejarah pada Kerajaan Bone, yang diasosiasikan sebagai wujud Islam agresif, dimanfaatkan betul oleh penjajah [[Belanda]] saat itu. Ketika menginjakkan kaki pada tahun 1902, Belanda juga turut membawa kalangan misionaris dengan maksud melakukan [[kristenisasi]] di wilayah Tana Toraja. Sekolah-sekolah didirikan dan guru-guru sekolahnya didatangkan dari [[Sangihe Talaud]] dan [[Ambon]]. Pada awalnya, proses penjajahan dan Kristenisasi itu tidak berjalan mulus sebagaimana mestinya. Masyarakat kemudian mengadakan perlawanan, termasuk diantaranya perlawanan bersenjata oleh Pong Tiku atau Ne'Baso, pahlawan nasional asal Toraja, untuk mengusir Belanda dari Tana Toraja pada 1905 hingga 1907. Puncaknya, terjadi pembunuhan terhadap A.A. van de Loosdrecht, seorang misionaris Belanda pada 1917. Namun lewat kekuatan senjata, proses Kristenisasi itu akhirnya bisa berjalan lebih cepat. Perlawanan perlahan-lahan mulai surut. Sikap adaptif kalangan penginjil terhadap nilai-nilai Aluk Todolo memudahkan agama Kristen diterima masyarakat Toraja.