Hamka: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 182:
Kesehatan Hamka menurun setelah mengundurkan diri dari jabatan ketua MUI. Meningikuti anjuran dokter Karnen Bratawijaya, dokter keluarga Hamka, Hamka diopname di Rumah Sakit Pusat Pertamina pada 18 Juli 1981, bertepatan dengan awal Ramadan. Pada hari keenam dirawat, Hamka sempat menunaikan salat Dhuha dengan bantuan putrinya, Azizah, untuk bertayamum. Siangnya, beberapa dokter datang memeriksa kondisinya, menyatakan bahwa ia berada dalam keadaan koma. Tim dokter menyatakan bahwa ginjal, paru-paru, dan saraf sentralnya sudah tidak berfungsi lagi, dan kondisinya hanya bisa dipertahankan dengan alat pacu jantung. Pada pukul sepuluh pagi keesokan harinya, anak-anaknya sepakat untuk mencabut alat pacu jantung, dan Hamka menghembuskan napas terakhirnya tidak lama setelah itu.{{sfn|Irfan|2013|pp=273-287}}
 
Hamka meninggal dunia pada hari Jum'atJumat, 24 Juli 1981 pukul 10:37 WIB dalam usia 73 tahun. Jenazahnya disemayamkan di rumahnya di Jalan Raden Fatah III. Antara pelayat yang hadir untuk memberi penghormatan terakhir hadir [[Presiden Soeharto]] dan Wakil Presiden [[Adam Malik]], Menteri Negara Lingkungan Hidup [[Emil Salim]], dan Menteri Perhubungan [[Azwar Anas]] yang menjadi imam salat jenazahnya. Jenazah Hamka dibawa ke Masjid Agung Al-Azhar dan dishalatkan lagi, sebelum dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan, dipimpin Menteri Agama [[Alamsyah Ratu Perwiranegara]].{{sfn|Irfan|2013|pp=273-287}}
 
Sepeninggal Hamka, pemerintah menyematkan [[Bintang Mahaputra Utama]] secara anumerta kepada Hamka. Sejak 2011, ia ditetapkan sebagai [[Daftar pahlawan nasional Indonesia|Pahlawan Nasional Indonesia]]. Namanya diabadikan untuk perguruan tinggi Islam di Jakarta milik Muhammadiyah, yakni [[Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka|Universitas Muhammadiyah Hamka.]] Dari syair berbahasa Minang ciptaan [[Agus Taher]], [[Zalmon]] dan [[Tiar Ramon]] menyanyikan lagu ''Selamat Jalan Buya'' untuk mengenang wafatnya Hamka.{{sfn|Irfan|2013|pp=273-287}} Novelis [[Akmal Nasery Basral]] dan [[Haidar Musyafa]] masing-masing menulis novel dwilogi tentang kisah perjalanan Hamka. Pada 2016, Majelis Ulama Indonesia berencana mengangkat kisah Hamka ke dalam film.