Suku Bulungan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bhant (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Bhant (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
'''Suku Bulungan''' adalah kelompok etnis di [[Kalimantan Utara]] (Kaltara) yang menduduki bekas teritorialwilayah [[Kesultanan Bulungan]] saat ini, seperti wilayah pesisir [[Kabupaten Bulungan]], [[Kabupaten Tana Tidung]], [[Kabupaten Malinau]], [[Kabupaten Nunukan]], [[Kota Tarakan]], dan [[Tawau]], di [[Kalimantan Utara]] (Kaltara).
{{sedang ditulis}}
 
Sejarah suku ini berkaitan erat dengan [[legenda]] mengenai kelahiran Kesultanan Bulungan yang dahuludulu menjadi pusat pemerintahan di wilayah ini.<ref name="WisataKaltara">{{cite web|url=http://www.wisatakaltara.com/2013/12/penduduk-adat-istiadat-dan-kebudayaan-bulungan.html |title=Penduduk, Adat Istiadat dan Kebudayaan Kabupaten Bulungan |website=WisataKaltara.com |date=2013-12-13 |accessdate=2019-03-16}}</ref>
'''Suku Bulungan''' adalah kelompok etnis yang menduduki bekas teritorial [[Kesultanan Bulungan]] saat ini, seperti wilayah pesisir [[Kabupaten Bulungan]], [[Kabupaten Tana Tidung]], [[Kabupaten Malinau]], [[Kabupaten Nunukan]], [[Kota Tarakan]] dan [[Tawau]], di [[Kalimantan Utara]] (Kaltara).
 
== Asal-usul dan Periodisasi Kepemimpinan Suku Bulungan ==
Sejarah suku ini berkaitan erat dengan legenda mengenai kelahiran Kesultanan Bulungan yang dahulu menjadi pusat pemerintahan di wilayah ini.<ref name="WisataKaltara">{{cite web|url=http://www.wisatakaltara.com/2013/12/penduduk-adat-istiadat-dan-kebudayaan-bulungan.html |title=Penduduk, Adat Istiadat dan Kebudayaan Kabupaten Bulungan |website=WisataKaltara.com |date=2013-12-13 |accessdate=2019-03-16}}</ref>
 
Kisah asal mula suku ini bermula dari [[cerita rakyat]] yang disebut "bulongan" ([[bambu]] dan [[telur]]). AlkisahDalam kisah itu disebutkan, seorang petani danyang sekaligus kepala suku di kawasan Long Sungai Kayan, Ku Anyi, menemukan sebatang bambu dan telur yang sedang digonggongi [[anjing]] di [[hutan]]. Ku Anyi dan istri merasa ada yang istimewa dengan bambu dan telur tersebut. MakaMereka merekapun membawanya pulang.<ref name="Sejarah">{{cite book |last=Nanang |first=Martinus |title=Sejarah Penyebaran & Kebudayaan Suku-suku di Kabupaten Malinau |url=https://www.academia.edu/1320521/Sejarah_Penyebaran_dan_Kebudayaan_Suku_Bulungan_di_Kabupaten_Malinau |date=2008 |publisher=Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malinau |page= |isbn= }}</ref>
== Asal-usul dan Periodisasi Kepemimpinan Suku Bulungan ==
 
Di rumah, ternyata bambu dan telur itu berubah menjadi dua [[manusia]] yang kemudian mereka namakan Jau Iru dan Lemlaisuri. Setelah dewasa, keduanya menikah dan memiliki anak bernama Jau Anyi.
Kisah asal mula suku ini bermula dari [[cerita rakyat]] yang disebut "bulongan" ([[bambu]] dan [[telur]]). Alkisah, seorang petani dan kepala suku di kawasan Long Sungai Kayan, Ku Anyi, menemukan sebatang bambu dan telur yang sedang digonggongi anjing di hutan. Ku Anyi dan istri merasa ada yang istimewa dengan bambu dan telur tersebut. Maka mereka membawanya pulang.<ref name="Sejarah">{{cite book |last=Nanang |first=Martinus |title=Sejarah Penyebaran & Kebudayaan Suku-suku di Kabupaten Malinau |url=https://www.academia.edu/1320521/Sejarah_Penyebaran_dan_Kebudayaan_Suku_Bulungan_di_Kabupaten_Malinau |date=2008 |publisher=Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malinau |page= |isbn= }}</ref>
 
Dengan adanya anak, tampukTampuk kepemimpinan suku diturunkan Ku Anyi kepada Jau Iru, kemudian Jau Anyi, Paren Jau, Paren Anyi, Wan Paren, Lahai Bara, Sibarau, Simun Luwan, hingga akhirnya Sadang (1548-1555).
Di rumah, ternyata bambu dan telur itu berubah menjadi dua manusia yang kemudian mereka namakan Jau Iru dan Lemlaisuri. Setelah dewasa, keduanya menikah dan memiliki anak bernama Jau Anyi.
 
Saat kepemimpunan Sadang, suku Kenyah dari [[Serawak]] menyerang. Kepala Suku gugur, tetapi saudari kandungnya, Asung Luwan, berhasil lolos dan lari ke pesisir [[Baratan]]. Di sana, Asung menikah dengan Datuk Mancang (Datuk Lancang) dari [[Brunei]]. Datuk Mancang bersama Asung Luwan memerintah di Baratan dan Busang Arau (Kuala Sungai Pengian) hingga 1595. Pernikahan merekatersebut mengakirimengakhiri pemerintahan yang dipimpin oleh kepala suku.
Dengan adanya anak, tampuk kepemimpinan suku diturunkan Ku Anyi kepada Jau Iru, kemudian Jau Anyi, Paren Jau, Paren Anyi, Wan Paren, Lahai Bara, Sibarau, Simun Luwan, hingga akhirnya Sadang (1548-1555).
 
SetelahPosisi Asung Luwan, posisi rajapimpinan diambil alih oleh Kenawai Lumu. Setelah itu, nama-nama Kayan (suku di sekitar sungai Kayan) tidak muncul lagi dalam silsilah raja-raja. Inilah akhir dari periode pertama asal-usul Bulungan.
Saat kepemimpunan Sadang, suku Kenyah dari Serawak menyerang. Kepala Suku gugur, tetapi saudari kandungnya, Asung Luwan, berhasil lolos dan lari ke pesisir [[Baratan]]. Di sana, Asung menikah dengan Datuk Mancang (Datuk Lancang) dari [[Brunei]]. Datuk Mancang bersama Asung Luwan memerintah di Baratan dan Busang Arau (Kuala Sungai Pengian) hingga 1595. Pernikahan mereka mengakiri pemerintahan yang dipimpin oleh kepala suku.
 
Setelah Asung Luwan, posisi raja diambil alih oleh Kenawai Lumu. Setelah itu, nama-nama Kayan (suku di sekitar sungai Kayan) tidak muncul lagi dalam silsilah raja-raja. Inilah akhir dari periode pertama asal-usul Bulungan.
 
Di periode kedua, nama-nama raja disebut Wira. Secara berturut-turut, penguasa suku Bulungan adalah Wira Kelana, Wira Keranda, dan Wira Digendung. Periode kedua berakhir di sini.
Baris 21 ⟶ 19:
[[Berkas:Istana-kesultanan-bulungan.jpg|jmpl|400 px|ki|Istana Kesultanan Bulungan pada abad 20]]
 
Lalu memasukiDi periode ketiga, sukumasyarakat Bulungan mulai menggunakan sistem kesultanan. Pada masa ini, Islam mulai berkembang karenalantaran hubungan dekat penguasapenguasanya dengan para perantau [[Arab]] di [[Demak]].
 
Sultan pertama Bulungan bernama Wira Amir (1731-1777) dengan gelar Amiril Mukminin. Ia kemudian diganti oleh anaknya sendiri bernama, Aji Ali (1777-1817), yang diberi gelarbergelar Sultan Alimudin. Suksesor Aji Ali adalah Aji Muhammad (1817-1861) yang bergelar Sultan Muhammad Kaharudin. Kemudian, diaditeruskan menyerahkan mahkotanya kepadaoleh anaknya, Si Kidding (1862-1866), yangdengan bergelargelar Sultan Muhammad Jalaludin. Tidak lama kemudian, Si Kidding meninggal, dan digantikan Sultan Muhammad Kaharudin (1866-1973).
 
PenerusnyaPenerus mahkota berikutnya adalah Datu Alam (1873-1875), bergelardengan gelar Sultan Khalifatul Alam Muhammad Adil. Namun karena dianggap melanggar perjanjian dengan [[Belanda]], diaia diracun dalam sebuah jamuan di istana Bulungan tahunpada 1875.
 
Penggantinya adalah Ali Kahar (1875-1889) yang bergelar Sultan Kaharudin II. Pada masa ini, Belanda berhasilbegitu kuat menanamkan pengaruhnya, sehingga pada Juni 1878, ditandatanganilah sebuah perjanjian yang memberi wewenang kepada Belandapenjajah itu untuk menentukan kebijakan sultan Bulungan, termasuk urusan [[pajak]]. Sebagai imbalannya, keamanan [[sultan]] dijamin oleh [[Kerajaan]] Belanda.
 
Kekuasaan Sultan Kaharudin II diteruskan oleh menantunya, Si Gieng (1889-1899) yang bergelar Sultan Adzimudin. Setelah meninggal, kekuasaannya dilanjutkan oleh Puteri Sibut didampingi oleh Datu Mansyur (1899-1901).
 
Sultan yang memerintah berikutnya adalah Datu Belembung, puteraputra sulung Sultan Adzimudin. Barulah pada 1901 dia dinobatkan sebagai sultan dengan gelarGelarnya Sultan Maulana Muhammad Kasim Al Din (Sultan Kasimudin). Sultan ke-10 iniIa mengambil kebijakan dan langkah-langkah anti -Belanda, seperti mendukung penghapusan upeti dan penghilangan penjemputan tamu-tamu Belanda ke [[kapal]] sebelum merapat di [[pelabuhan]]. Sultan ke-10 itu juga menentukan kebijakan politik bisnis bagi kepentingan Kesultanan Bulungan dengan memanfaatkan hasil hutan dan [[perikanan]]. Setelah ditemukannya sumber [[minyak]] di Pulau Tarakan tahun 1902, Kesultanan Bulungan makin mencapai puncak keemasannya. [[Rakyat]] bangga dengan sultan muda ini. Sayang, ia meninggal terkena peluru nyasar sewaktu berburu pada 1925.
 
Penggantinya adalah Datu Mansyur (1925-1930).
Rakyat bangga dengan sultan muda ini. Sayang, dia terkena peluru nyasar pada waktu berburu tahun 1925.
 
PenggantinyaSesudah adalah Datu Mansyur (1925-1930). Setelah puteraputra Sultan Kasimudin bernama Achmad Sulaiman kembali dari tugas belajar di Sumatera[[Sumatra]], Datu Mansyur menyerahkan kekuasaan kepadanya. SultanTetapi Achmadsultan Sulaimanke-12 itu tidak lama berkuasa karena mendadak meninggal dunia tahunpada 1931. Dia digantikan oleh Sultan Muhammad Jalaludin II yang memerintah tahun 1931-1958. Inilah sultan terakhir (sultan ke-13) dari Kesultanan Bulungan. Pada masa ini terjadi peristiwa-peristiwa penting seperti dibangunnya istana ketiga di Tanjung Palas, pemberian pangkat Letnan Kolonel Tituler oleh Ratu Wilhelmina kepada sultan, pelaksanaan ‘birau” pertama selama 40 hari dan 40 malam, pembumi-hangusan Tarakan oleh tentara Jepang untuk mengusir Belanda, dan pendaratan tentara sekutu (NICA) yang dimotori Belanda.
 
Ia digantikan oleh Sultan Muhammad Jalaludin II (1931-1958). Inilah sultan yang terakhir di Bulungan. Pada periode ini, dibangun istana ketiga di Tanjung Palas, pemberian pangkat Letnan Kolonel Tituler oleh [[Ratu Wilhelmina]] kepada sultan, pelaksanaan upacara [[birau]] pertama selama 40 hari 40 malam, pembumihangusan [[Tarakan]] oleh tentara [[Jepang]] untuk mengusir Belanda, dan pendaratan tentara [[sekutu]] ([[NICA]]).
Bendera merah putih berkibar untuk pertama kali di Bulungan pada 17 Agustus 1949, tetapi pengakuan resmi kedaulan Bulungan baru diraih 27 Desember 1949 setelah Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia.
 
Pemerintah Indonesia mengangkat Bulungan menjadi [[Daerah Istimewa]] tahunpada 1948., dengan Sultan Muhammad DjalaludinJalaludin adalahsebagai kepadakepala daerah istimewa pertamanya. Sang saka merah putih untuk pertama hinggakalinya akhirberkibar hayatnyapada tahun17 Agustus 1949 di sana. Dan pada 1958, sultan terakhir Bulungan itu meninggal.
 
== Sistem Kepercayaan Suku Bulungan ==
 
Sejak periode ketiga, raja-raja Bulungan dan keluarga mereka menganut agama [[Islam secara turun temurun]]. Namun, sebagaimana [[suku]]-suku tradisional lainnya, orang Bulungan juga tetap menghidupkan praktik-praktik nenek moyangnya.
 
Contoh-contoh praktik-praktik kepercayaan yang masih dilakukan oleh suku Bulungan, misalnya persembahan sesaji ketika ada anggota sukumasyarakat yang membuka lahan untuk [[ladang]], nasi rasul ([[ketan]] mirip tumpeng tetapi ujungnya berupa [[parabola]]), percaya pada tanda-tanda [[alam]], pada perilaku [[burung]], [[biawak]], [[ular]], dan sebagainya.<ref name="Sejarah">{{cite book |last=Nanang |first=Martinus |title=Sejarah Penyebaran & Kebudayaan Suku-suku di Kabupaten Malinau |url=https://www.academia.edu/1320521/Sejarah_Penyebaran_dan_Kebudayaan_Suku_Bulungan_di_Kabupaten_Malinau |date=2008 |publisher=Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malinau |page= |isbn= }}</ref>
tumpeng tetapi ujungnya berupa setengah parabola), percaya tanda-tanda alam, perilaku burung yang melintas, biawak, ular, dan sebagainya.<ref name="Sejarah">{{cite book |last=Nanang |first=Martinus |title=Sejarah Penyebaran & Kebudayaan Suku-suku di Kabupaten Malinau |url=https://www.academia.edu/1320521/Sejarah_Penyebaran_dan_Kebudayaan_Suku_Bulungan_di_Kabupaten_Malinau |date=2008 |publisher=Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malinau |page= |isbn= }}</ref>
 
== Upacara Adat Bulungan ==
 
Suku Bulungan masih melakukan beberapa upacara tradisi pendahulu mereka. AntaraBeberapa laindi antaranya sebagai berikut:
 
=== Birau ===
Suku Bulungan mengenal Upacara [[Birau]]. Dalam bahasa Bulungan, "birau" artinya "pesta besar". Pesta ini memang dirayakan dengan sangat meriah oleh semua rakyat. Meskipun pada awalnya, Perayaan Birau hanya dilaksanakan pada masa Kesultanan Bulungan dalam rangka emperingati syukuran khitanan anak-anak raja.<ref name="WisataKaltara">{{cite web|url=http://www.wisatakaltara.com/2013/12/penduduk-adat-istiadat-dan-kebudayaan-bulungan.html |title=Penduduk, Adat Istiadat dan Kebudayaan Kabupaten Bulungan |website=WisataKaltara.com |date=2013-12-13 |accessdate=2019-03-16}}</ref>
 
Namun demi melestarikan adat istiadat dan menjadimenciptakan daya tarik [[pariwisata]], perayaanUpacara Birau tetap diselenggarakan secara rutin, bahkan menjadi agenda resmi pemerintah Kabupaten Bulungan. Biasanya, pelaksanaannya setiap 12 Oktober, bersamaan dengan peringatan HUT Kota [[Tanjung Selor]] dan Kabupaten Bulungan. Walaupun dari tahun ke tahun, pesta ini terus menunjukkan gejala sepi peminat, alasannya karena keterbatasan dana dari pemerintah daerah.<ref name="TribunKaltim">{{cite web|url=http://kaltim.tribunnews.com/2017/10/10/perhelatan-birau-kian-meredup-dprd-bulungan-sarankan-pembentukan-dewan-kesenian |title=Perhelatan Birau Kian Meredup, DPRD Bulungan Sarankan Pembentukan Dewan Kesenian |website=WisataKaltara.com |date=2017-10-10 |accessdate=2019-03-19}}</ref> Banyak pihak khawatir jika tren ini terus berlanjut, bukan mustahil pesta budaya ini akan dilupakan masyarakat suku Bulungan, serta suku-suku pendatang yang berada di sana, seperti [[Dayak]], [[Bugis]], dan [[Jawa]].
 
=== Lampi' Sapot ===
Upacara adat ini artinyajuga dikenal sebagai "naik ayun,". diadakanDiadakannya ketika anak berusia sekitar satu bulan hingga mampu membalik badannya sendiri. Naik ayun dibuat berdasarkan ajaran Islam, yaitu ibadah [[aqiqah]].<ref name="BudayaIndonesia">{{cite web|url=https://budaya-indonesia.org/Naik-Ayun |title=Naik Ayun |website=Budaya-Indonesia.org |date=2014-04-09 |accessdate=2019-03-20}}</ref>
 
BahanTradisi ini sebenarnya juga dimiliki oleh suku-suku lain di [[Kalimantan]]. Namun dalam tradisi Bulungan, bahan-bahan yang harus disediakan dalamcukup upacara inikhas. adalahSeperti nasi rasul dua buah (karena mengikuti sunah nabi berkaitan dengan perjalanan Safa[[Shofa dan Marwah]]), satu buah [[kelapa]] biasa yang dibungkus dengan kain kuning, kelapa gading yang tidak perlu dibungkus dengan kain kuning, sebuah [[lilin]], bantal [[bayi berwarna]] kuning untuk anak [[bangsawan]] dan putih untuk orang biasa, dan 33 ''busak balai'' ([[bendera]] bermotif ukiran) yang diletakkan di dua tiang besar.
yang ditaruh pada dua tiang besar.
 
Teknis acaranya, anak dimasukkan secara simbolik ke dalam ''sapot'' oleh para tetua laki-laki, lalu tetua [[perempuan]]. Setelah itu, ada tari-tarian jepen. Namun sekarang, [[tari]] jepen ini jarang ditampilkan dalam Ritual Lampi' Sapot. Kemudian nasi rasul dibagi-bagikan kepada undangan.
 
Lamanya upacara sekitar empat jam. Biasanya, upacara berlangsungbiasanya mulaidari jampukul 8 pagi hingga jampukul 12 siang.
 
== Mata Pencaharian Orang Bulungan ==
 
Dalam masa pra-kesultanan, anggota suku Bulungan biasa berpindah-pindah tempat untuk berladang dan berburu. Namun setelah periode kesultanan hingga sekarang, mereka menetap sebagaimana orang-orang[[masyarakat]] modern lainnya.
 
Walaupun demikian, orang Bulungan tetap banyak yang berladang untuk mencukupi kebutuhan hariannya. Bedanya, penggarapan sawah mereka sudah menggunakan teknologi pertanian atau perkebunan. Mereka, misalnya, telah menggunakan eskavator untuk mengolah tanah dan mesin perontok untuk panen.
 
Kendati demikian, orang Bulungan tetap banyak yang berladang untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Bedanya, penggarapan [[sawah]] mereka sudah menggunakan [[teknologi pertanian]] atau [[perkebunan]]. Profesi orang Bulungan sebagian besar memang [[petani]] dan [[nelayan]].<ref name="Tommy">{{cite web|url=https://bustomykaltara.blogspot.com/2015/06/profil-bulungan-ibu-kota-kalimantan.html |title=Profil Bulungan, Ibu Kota Kalimantan Utara |website=BustomyKaltara.blogspot.com |date=2015-06-09 |accessdate=2019-03-20}}</ref>
Di samping itu, profesi-profesi lainnya juga ada, sama seperti warga di tempat-tempat lain. Pemuda Bulungan yang memutuskan merantau juga banyak.
 
Namun, sama seperti warga di tempat-tempat lain yang terbuka, profesi-profesi lainnya pun berkembang. Selain itu, banyak juga pemuda Bulungan yang memutuskan merantau ke daerah lain, bahkan keluar pulau, untuk mencari penghidupan yang layak.
 
== Referensi ==