Filsafat Buddhis: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
→Ajaran Buddha dan permasalahan yang berkaitan dengan biomedis dan bioetika: parafrase "di mana" |
parafrase "dimana" |
||
Baris 200:
====== Kamma ======
{{Main|kamma}}
Kamma atau karma (dalam bahasa Sanskerta) secara harfiah berarti perbuatan atau suatu aksi. Istilah ini merujuk fenomena
</ref> Kamma menempatkan individu sebagai penanggunnya. Suatu individu akan menerima baik-buruknya konsekuensi dari perbuatannya entah saat ini, di masa depan atau dikehidupan berikutnya.<ref>{{Cite web|url=https://www.thebuddhistsociety.org/page/kamma-actions-and-results|title=The Buddhist Society: Kamma - Actions and Results|website=www.thebuddhistsociety.org|language=en|access-date=2017-10-20}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://www.accesstoinsight.org/lib/study/kamma.html#kamma|title=Kamma: A Study Guide|website=www.accesstoinsight.org|language=en|access-date=2017-10-20}}</ref>
Baris 220:
Sementara ajaran Mahayana sering dikaitkan dengan ontologi idealis.<ref name=":12" /><ref name=":13">Emmanuel M. Steven (2013). [https://books.google.co.id/books/about/A_Companion_to_Buddhist_Philosophy.html?id=P_lmCgAAQBAJ&redir_esc=y ''A Companion to Buddhist Philosophy''. Willey-Blackwell]. hlm 129-222</ref> [[Ontologi]] [[Idealisme|idealistis]] menyatakan objek dalam realita merupakan produk kesadaran. Sehingga dapat dikatakan objek-objek di dunia ini merupakan objek semu karena bergantung pada kesadaran terhadap setiap individu atau subjek pemikir.<ref>{{Cite book|url=https://plato.stanford.edu/archives/fall2015/entries/idealism/|title=The Stanford Encyclopedia of Philosophy|last=Guyer|first=Paul|last2=Horstmann|first2=Rolf-Peter|date=2015|publisher=Metaphysics Research Lab, Stanford University|editor-last=Zalta|editor-first=Edward N.|edition=Fall 2015}}</ref> Dalam kajiannya secara umum, ajaran Buddha Mahayana memiliki dua perguruan yakni : [[Madhyamaka]] dan [[Yogacara]].
Pemikir awal dan sering juga disebut sebagai pencetus dari perguruan Madhyamaka adalah [[Nagarjuna]]. Nagarjuna menulis banyak risalah tentang kajian filsafat dalam ajaran Buddha. Salah satunya adalah ''Mula-madhyamaka-karika'' yang merupakan literatur kunci dari bahasan Madhyamaka.<ref name=":13" /> Pokok dari bahasan filsafat ajaran Madhyamaka adalah gagasan dalam ajaran Buddha
====== Tibet ======
Baris 251:
Pada kasus aborsi, seperti masyarakat pada umumnya, terdapat pro kontra di kalangan umat Buddha terhadap tindakan ini. Umat dan pemuka ajaran Buddha konservatif menyatakan bahwa aborsi merupakan tindakan yang berkaitan dengan pembunuhan sehingga bertentangan dengan ajaran Buddha seperti pada konsep ''[[ahimsa]]''.<ref name=":7">{{Cite web|url=http://www.bbc.co.uk/religion/religions/buddhism/buddhistethics/abortion.shtml|title=BBC - Religions - Buddhism: Abortion|access-date=2017-10-21}}</ref> Sementara Umat Buddha dengan pandangan yang moderat menganggap tindakan aborsi merupakan hak personal.<ref name=":7" /> [[Dalai Lama]] dalam wawancaranya dengan New York Times menyatakan bahwa, baik buruknya pandangan terhadap suatu tindakan aborsi bergantung kepada situasi yakni, jika sang bayi mengalami diindikasikan mengalami kelainan atau keterbelakangan mental, atau bahkan menyebabkan masalah kesehatan yang serius terhadap ibu yang mengandungnya maka kasus tersebut merupakan pengecualian.<ref>{{Cite news|url=http://www.nytimes.com/1993/11/28/magazine/the-dalai-lama.html|title=The Dalai Lama|last=Dreifus;|first=Claudia|date=1993-11-28|newspaper=The New York Times|language=en-US|issn=0362-4331|access-date=2017-10-21}} "So I think it is better that that situation be stopped right from the beginning -- birth control. Of course, abortion, from a Buddhist viewpoint, is an act of killing and is negative, generally speaking. But it depends on the circumstances. If the unborn child will be retarded or if the birth will create serious problems for the parent, these are cases where there can be an exception. I think abortion should be approved or disapproved according to each circumstance...... "</ref>
Pun pada tindakan donor organ terdapat perbedaan pendapat antar pemuka umat Buddha. Perbedaan tersebut terkait ajaran Buddha yang menyarankan untuk menghindari tindakan yang berkaitan dengan pembunuhan atau menyakiti, karena donor organ dapat membahayakan nyawa pendonor.<ref name=":5">{{Cite journal|last=McCormick|first=Andrew J.|date=2013-04-01|title=Buddhist Ethics and End-of-Life Care Decisions|url=http://dx.doi.org/10.1080/15524256.2013.794060|journal=Journal of Social Work in End-of-Life & Palliative Care|volume=9|issue=2-3|pages=209–225|doi=10.1080/15524256.2013.794060|issn=1552-4256|pmid=23777235}}</ref> Terlebih terdapat kesalahpahaman
With Swami Virato|last=|first=|date=|website=scholar.google.com|publisher=|access-date=2017-10-21}}</ref>
Prinsip yang menekankan kebebasan dari suatu individu merupakan pokok dari nilai-nilai dan etika Kebaratan. Prinsip ini juga menekankan bahwa setiap individu berhak memilih metode medis untuk dirinya sendiri termasuk tindakan yang ekstrim yakni [[Eutanasia|euthanasia]].<ref>{{Cite journal|last=McCormick|first=Andrew J.|date=2011-04-01|title=Self-Determination, the Right to Die, and Culture: A Literature Review|url=https://academic.oup.com/sw/article/56/2/119/1882552/Self-Determination-the-Right-to-Die-and-Culture-A|journal=Social Work|volume=56|issue=2|pages=119–128|doi=10.1093/sw/56.2.119|issn=0037-8046}}</ref><ref>Brock , D. ( 2004 ). Physician-assisted suicide as a last-resort option at the end of life . In T. E.Quill , & M. Battin (Eds.), ''[http://scholar.google.com/scholar_lookup?publication_year=2004&pages=130-149&issue=2&author=D.+Brockauthor=T.+E.+Quillauthor=M.+Battin&title=+Physician+assisted+suicide:+The+case+for+palliative+care+and+patient+choice+& Physician assisted suicide: The case for palliative care and patient choice]'' , (Hlm. 130 – 149 ). Baltimore , MD :Johns Hopkins University Press</ref> Pada praktiknya terdapat euthanasia yang tidak secara sukarela dilakukan oleh seorang pasien, melainkan atas permintaan keluarga. Dalam hal ini pandangan pemuka agama Buddha secara umum tidak menyetujui tindakan tersebut, karena melanggar prinsip ajaran Buddha untuk tidak membunuh.<ref name=":6">{{Cite web|url=http://www.bbc.co.uk/religion/religions/buddhism/buddhistethics/euthanasiasuicide.shtml|title=BBC - Religions - Buddhism: Euthanasia and suicide|access-date=2017-10-21}}</ref> Namun jika praktik ini dilakukan secara sukarela maka terjadi perbedaan pendapat, karena terdapat fakta
====== Perang dan perdamaian dalam pandangan Buddha ======
Baris 275:
[[Berkas:Prince Siddhartha with his maternal aunt Queen Mahaprajapati Gotami.JPG|jmpl|Lukisan [[Siddhartha Gautama|Pangeran Siddharta]] bersama bibi sekaligus ibu angkatnya [[Mahapajapati Gotami|Mahapajapati]]]]
Meskipun dipandang sebagai ajaran dengan konsep [[egalitarianisme]] atau ajaran yang menekankan persamaan dalam segala aspek, ajaran Buddha dalam tradisi dan praktiknya masih mendapat kritik dalam hal kesetaraan gender ; Termasuk di dalamnya mengenai dominasi kaum pria yang begitu mencolok di institusi keagamaan Buddha.<ref name=":22">{{Cite journal|last=R.|first=Sirimanne, Chand|date=2016|title=Buddhism and Women-The Dhamma Has No Gender|url=http://vc.bridgew.edu/jiws/vol18/iss1/17|journal=Journal of International Women's Studies|language=en|volume=18|issue=1|issn=1539-8706}}</ref><ref>{{Cite web|url=http://www.jfsonline.org/issue1/articles/chen/|title=The Journal of Feminist Scholarship|website=www.jfsonline.org|access-date=2017-10-23}}</ref><ref name=":20">{{Cite news|url=https://www.thoughtco.com/buddhism-and-sexism-449757|title=Is Buddhism a Sexist Religion? The Status of Women in Buddhism|newspaper=ThoughtCo|access-date=2017-10-23}}</ref> Jika ditelisik melalui risalah yang berkaitan dengan ajaran Buddha, terdapat risalah yang menyatakan permintaan [[Mahapajapati Gotami]], ibu angkat sekaligus bibi dari Sang [[Siddhartha Gautama|Buddha Gautama]], meminta kepada Sang Buddha untuk menjadi biarawati dan mempraktikan hidup sebagai petapa.<ref>{{Cite news|url=https://samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/penahbisan-maha-pajapati-gotami/|title=Penahbisan Maha Pajapati Gotami - Samaggi Phala|date=2010-11-02|newspaper=Samaggi Phala|language=en-US|access-date=2017-10-23}}</ref><ref name=":21" /> Sang Buddha awalnya menolak, namun setelah dibujuk oleh [[Ananda]] keponakannya, akhirnya beliau menyetujui Mahapajapati untuk bergabung sebagai biarawati, namun dengan delapan aturan tambahan yang diberi nama ''gurudharma.''<ref name=":21">Emmanuel M. Steven (2013). [https://books.google.co.id/books/about/A_Companion_to_Buddhist_Philosophy.html?id=P_lmCgAAQBAJ&redir_esc=y ''A Companion to Buddhist Philosophy''. Willey-Blackwell]. hlm 665. "One of the better knownpassages in the early scriptures narrates that the Buddha ’ s foster-mother and aunt, Prajapati, petitioned the Buddha to allow women to take monastic vows and practice that lifestyle. The Buddha refused three times and was finally persuaded only when his attendant Ananda argued that, because women could be enlightened, they should be allowed to follow the lifestyle that had been so helpful to men in pursuing that goal. The Buddha relented, but also imposed eight so-called “heavy rules” (the literal translation of gurudharma) ....."
</ref><ref name=":18">{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/951210328|title=The foundation history of the nuns' order|last=Bhikku,|first=Anālayo,|isbn=9783897333871|location=Bochum|oclc=951210328}} 90-125</ref><ref>{{Cite web|url=https://studybuddhism.com/en/advanced-studies/prayers-rituals/vows/conference-report-on-bhikshuni-ordination-lineages/issues-in-reinstating-bhikshuni-ordination|title=Issues in Reinstating Bhikshuni Ordination|website=studybuddhism.com|language=en|access-date=2017-10-23}}</ref> Penerimaan Sang Buddha terhadap keinginan Mahajapati dianggap sebagai sesuatu yang revolusioner pada masanya, karena pada masa itu wanita dianggap lebih rendah dari kaum lelaki dan dijauhkan dari aktivitas keagamaan.<ref name=":22" /><ref name=":19">{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books/about/Keyakinan_umat_Buddha.html?id=NhvtNAAACAAJ&redir_esc=y|title=Keyakinan umat Buddha: buku standar wajib baca|last=Dhammananda|first=Sri|date=2005|publisher=Yayasan Penerbit Karaniya : [Ehipassiko Foundation]|language=id}} Hlm. 309 " ... . merupakan guru spiritual pertama yang memberikan kebebasan..."</ref> [[K. Sri Dhammananda|Sri Dhammananda]] dalam bukunya menyatakan bahwasannya, Sang Buddha merupakan guru spiritual pertama yang memberikan kebebasan berkeyakinan terhadap wanita,
== Baca juga ==
|