Sunan Giri: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Pendidikan dan Pengembangan Keilmuan Sunan Giri
Baris 20:
Ketika sudah cukup dewasa, Joko Samudro dibawa ibunya ke Ampeldenta (kini di [[Kota Surabaya|Surabaya]]) untuk belajar agama kepada [[Sunan Ampel]]. Tak berapa lama setelah mengajarnya, Sunan Ampel mengetahui identitas sebenarnya dari murid kesayangannya itu. Kemudian, Sunan Ampel mengirimnya beserta Makdhum Ibrahim ([[Sunan Bonang]]), untuk mendalami ajaran Islam di Pasai. Mereka diterima oleh Maulana Ishaq yang tak lain adalah ayah Joko Samudro. Di sinilah, Joko Samudro yang ternyata bernama Raden Paku mengetahui asal-muasal dan alasan mengapa dia dulu dibuang.
 
== Pendidikan dan Pengembangan Keilmuan<ref>Agus Sunyoto, ''Atlas Walisongo,'' Depok: Pustaka Iman, 2016, 206.</ref> ==
Menurut Hoesein Djajadiningrat dalam ''Sadjarah Banten'' (1983), Nyai Pinatih adalah janda kaya raya di Gresik, bersuami Koja Mahdum Syahbandar, seorang asing di Majapahit. Nama Pinatih sendiri sejatinya berkaitan dengan nama keluarga dari Ksatria Manggis di Bali (Eiseman, 1988), yang merupakan keturunan penguasa Lumajang, Menak Koncar, salah seorang keluarga Maharaja Majapahit yang awal sekali memeluk Islam.
 
Bayi yang tersangkut di kapal itu diambil oleh awak kapal dan diserahkan kepada Nyai Pinatih yang kemudian memungutnya menjadi anak angkat. Karena ditemukan di laut, maka bayi itu dinamai Jaka Samudra. Setelah cukup umur, Jaka Samudra dikirim ke Ampeldenta untuk berguru kepada Sunan Ampel. Menurut ''Babad Tanah Jawi,'' sesuai pesan Maulana Ishak, oleh Sunan Ampel nama Jaka Samudra diganti menjadi Raden Paku.
<br />
== Dakwah dan kesenian ==
 
Setelah tiga tahun berguru kepada ayahnya, Raden Paku atau lebih dikenal dengan Raden 'Ainul Yaqin kembali ke JawaGiri kemBabad Tanah Jawi dikisahkan bahwa Raden Paku dan Raden Mahdum Ibrahim pernah bermaksud pergi ke Mekkah untuk menuntut ilmu sekaligus berhaji. IaNamun, kemudiankeduanya hanya sampai di Malaka dan bertemu dengan Maulana Ishak, ayah kandung Raden Paku. Keduanya diberi pelajaran tentang berbagai macam ilmu keislaman, termasuk ilmu tasawuf. Di dalam sumber yang dicatat pada silsilah Bupati Gresik pertama bernama Kyai Tumenggung Pusponegoro, terdapat silsilah tarekat Syathariyah yang menyebut nama Syaikh Maulana Ishak dan Raden Paku Sunan Giri sebagai guru Tarekat Syathariyah, yang menunjuk bahwa aliran tasawuf yang diajarkan Maulana Ishak dan Raden Paku adalah Tarekat Syathariyah.udian mendirikan sebuah ''[[pesantren]] giri'' di sebuah perbukitan di [[Sidomukti, Kebomas, Gresik|desa Sidomukti]], Kebomas. Dalam [[bahasa Jawa]], ''giri'' berarti gunung. Sejak itulah, ia dikenal masyarakat dengan sebutan Sunan Giri.
 
Pesantren Giri kemudian menjadi terkenal sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam di [[Jawa]], bahkan pengaruhnya sampai ke [[Pulau Madura|Madura]], [[Lombok]], [[Kalimantan]], [[Sulawesi]], dan [[Maluku]]. Pengaruh Giri terus berkembang sampai menjadi kerajaan kecil yang disebut ''Giri Kedaton'', yang menguasai Gresik dan sekitarnya selama beberapa generasi sampai akhirnya ditumbangkan oleh [[Sultan Agung]].