Bubuy Bulan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
bentuk baku, replaced: nasehat → nasihat
Baris 25:
 
== [[Rujak cingur|Rujuk]] ==
Syair lagu ini mengandung filosofi budaya sunda yang luhur agung. Berisi makna, mengandung arti mendalam bila disimak dan dihayati. Syair lagu ini dapat menggugah perasaan hati sebagai sebuah petunjuk dan nasehatnasihat di dalam mengarungi samudra kehidupan.
 
Isilah hidup ini dengan membangun kemanusiaan yang adil beradab, Saling Asah-Saling Asuh-Saling Asih menuju Saling Mewangi, penuh dengan toleransi. Kikislah egoisme dan egosektoral menuju masyarakat yang adil makmur sejahtera.
Baris 41:
|Penjabaran
|:
|Saat ini kerukunan umat beragama diadu domba satu sama lainya oleh sebab mempredikatkan paling benar, padahal mengaku benar tetapi tidak menjalankan kebenaran dan kebaikan.
 
Media pengrusakannya adalah Fitnah, hasut, provokasi dan kebohongan. Terasa makna ketakwaan memudar oleh ucapan dan perilaku kemunafikan.
Baris 73:
|Penjabaran
|:
|Sungguh memprihatinkan sudah !, mengapa begitu melekatnya di dalam sanubari sifat-sifat keangkuhan ???. sikap masa bodoh diberlakukan setiap bulan (30 Hari).
 
Tanggung jawab di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah dirusak oleh virus dan faham budaya instan (serba ingin cepat). perilaku kesabaran berganti menjadi letupan emosi. Kebiasaan kemudahan tersaji disegala line kehidupan masyarakat. Maksiat (alkohol, sex bebas, narkoba, candu) menjadi panganan kedua yang diperlukan untuk membangun Ilusi, imajinasi, halusinasi dan extra vitamin. Jangankan kemaksiatan, lebih gila lagi adalah perilaku “Hedonisme” tanpa disadari telah mengakar di dalam jiwa yang kosong dan tipis imannya. Budaya malu dibuang jauh, budaya muka tembok diperlihatkan, ancaman dosa sudah bagai medan barang bekas (rongsokan). Tata adab sopan santun sudah menjadi perilaku kebiadaban, bukan lagi beradab, peperangan dan perilaku kekejaman menjadi-jadi, barang kebutuhan dasar pokok kehidupan makin tinggi (mahal). Seorang bapak memperkosa anak sering terjadi, anak melecehkan ibu hal bisa, kakak membunuh adik tersajikan, perdagangan narkoba makin luas, korupsi merajarela, terorisme dan faham radikalisme terus berkembang. Jurang pemisah antara si kaya dan si miskin melewati ambang toleransi, pungutan pajak makin memberatkan kehidupan masyarakat. Kartel-kartel distribusi pangan dikuasai oleh sekelompok konglomeratlisasi. Petani-petani (tambak, agro, sayuran, buah-buah, bumbu dapur, umbi-umbian, jagung, ketela, kacang kedelai) ditekan harga jualnya, sehingga mereka kembang kempis di dalam memenuhi kelayakan hidupnya. Inilah kejadian sebenarnya terlihat dan disaksikan setiap bulannya. Bahkan sawah petani banyak digadaikan, duh sangat memperihatinkan. !!!
Baris 87:
|Penjabaran
|:
|Bila kurang yakin lihatlah setiap hari juga baik (boleh). Ibarat pepatah “'''mencari rejeki haram saja sudah susah, apalagi mencari yang halal'''”. Penipuan, pembohongan, pemalsuan, pembodohan, perkacungan, penghianatan, pemerasan, pengkerdilan terjadi setiap harinya, bahkan setiap jamnya. Lalu dimana letak “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, mungkin hari ini tinggal slogan yang terpampang, wahai manusia yang berhati nurani, berjiwa tulus ikhlas, bersukma penerang penunjuk jalan, memiliki ruh kebersihan, kebaikan, kebenaran, terpanggillah semua, bangkitlah, jangan berpangku tangan berdiam diri, pedulilah-peduli !!! lakukanlah gerakan perubahan !!! kearah yang lebih baik, harmonis dan damai !!!.
 
Bangsa ini memerlukan figur yang bisa menjawantahkan perilaku keadilan yang bijaksana, mari bersama-sama bertanggung jawab agar cita-cita bangsa “menuju masyarakat yang adil makmur sejahtera segera terwujud nyata”. Perangilah sikap dan sifat egoisme, hancurkanlah kemunafikan di dalam diri sendiri oleh dirinya, leburlah keserakahan dan kesewenangan dengan azas “kemanusiaan yang adil beradab”, pergunakanlah jabatan dalam khasanah amanah dengan membangun kepedulian sosial. Demi dan tujuan melahirkan tata kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih damai, tentram dan harmonis, sehingga anak bangsa mencintai budaya bangsanya. Hidupkan secara menyeluruh sifat dan sikap saling asah (mencerdaskan), saling asuh (mendewasakan), saling asih (kasih sayang) menuju saling mewangi (keharuman).
Baris 115:
|Penjabaran
|:
|Barometer gengsi dipakai sebagai landasan utama untuk mengukur keberhasilan dan kesuksesan orang perorang. Bila manusia hidup terpencil di desa yang amat sederhana, kecenderungan dilihat sebelah mata, dihina, diabaikan, dibiarkan dalam penderitaannya kemungkinan besar mereka (yang sederhana) mempertahankan kemurnian kesucian jiwa – raga dan ruhnya, tetapi mereka hidup tak terhina (contoh: suku dalam). Komunitas mereka menjaga, merawat dan bersatu dengan alam lingkungan sekitarnya, mereka tidak ingin anak cucunya teracuni oleh kemewahan hidup yang menghalalkan segala cara (memegang teguh budaya wiwitan). Di daerah wisata puncak menghalalkan kemunafikan kawin kontrak tanpa lagi bisa di cegah. Hal ini bisa terjadi oleh sebab desakan memenuhi hajat kehidupannya (ekonomi) yang serba terbatas, sedangkan keinginan untuk memenuhi materi mewah tidak lagi bisa dikendalikan sehingga harga diri kesucian dan kebersihan wanita telah dirusak dan tergadaikan oleh bangsa asing yang bermukim disekitar tempat mereka.
 
Kita telah banyak dan berulang kali menipu diri sendiri bahkan mencampurkan ”yang hak” dan “yang batil”. Jadi lahirlah “kefasikan” dalam langkah, ucapan, sepak terjang manusia yang terseret di alam abu-abu (tidak jelas), putih atau hitam, banyak yang memilih “atau”, artinya kabur, samar-samar diselimuti oleh racun ketidak halalan. Terlihat jelas kemaksiatan yang di halalkan, akibatnya menjamurlah dekadensi moral. Sungguh sedih dilubuk hati terdalam, karena tidak punya wewenang untuk meluruskan jalan lembah kenistaan. Tunggulah murka alam terjadi!!! Berdarahlah sendi kehidupan, karena air bersih itu (herang) atau banyu kesucian telah ternodai yang merajalela mengesampingkan hukum agama yang perlu ditegakkan kembali pada khitohnya.
Baris 138:
Kesenangan memanjakan diri dalam kemewahan menjadi prioritas utama. Faham kebendaan (penuh materi) telah melilit niat dan akal pikir manusia modern abad ini. Belum gosok gigi dan belum mandi, tangan telah menyentuh dan membuka handphone (HP). Buang air di wc membawa handphone, memasak sarapan didapur menenteng handphone, di mobil dalam perjalanan ke kantor tangan dan jemari tidak terlepas dari mengunakan handphone. Amboi sadarkah kita? telah menyuburkan kaum kapitalis di dalam jerat ongkos pulsa !!!. bicaralah yang penting-penting saja, demi mengendalikan pengeluaran yang memboroskan. Bangun tidur yang terpikkir adalah duit !, bagaimana cara mendapatkan uang !, mau tidur memikirkan bunga bank, yang harus dibayarkan !! moral dan akhlak telah bergeser kepada tuhan duit, tuhan kesibukan, tuhan kebendaan. Mereka telah menjadikan duit dan uang sebagai berhala yang perlu di sembah dan di persembahkan !!!
 
Amboi, terpanggilah pikiran jernih bersih, terbangunkah kesucian hati dan ketulusan jiwa, terucapkah kata kebenaran !!!, jawabannya adalah berpulang kepada diri masing-masing.
 
Filosofi nilai budi pekerti nan luhur agung dikesampingkan, adakan edukasi (pendidikan) “jiwa kebangsaan” bangkit kembali !. para arwah leluhur, arwah pahlawan, arwah para resi dan begawat, arwah dan ruh-ruh suci, mencucurkan jerit tangisnya, melihat sepak terjang dan kelakuan anak cucunya. Mari menyadarkan diri sesadar-sadarnya dengan membangun “pengendalian diri yang terarah dan terukur”.
Baris 179:
== Referensi ==
{{reflist}}
 
 
{{musik-stub}}
 
[[Kategori:Lagu daerah Indonesia]]
[[Kategori:Budaya Sunda]]
 
 
{{musik-stub}}