Tahun Baru Imlek: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pierrewee (bicara | kontrib)
Menolak perubahan teks terakhir (oleh 180.249.38.155) dan mengembalikan revisi 14497653 oleh AABot
Baris 113:
== Tahun Baru Imlek di Indonesia ==
=== Sejarah Tahun Baru Imlek di Indonesia ===
Di Indonesia, selama tahun [[1968]]-[[1999]], perayaan tahun baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Dengan Instruksi Presiden Nomor [[14 (angka)|14]] Tahun [[1967]], rezim [[Orde Baru]] di bawah pemerintahan [[Presiden]] [[Soeharto]], melarang segala hal yang berbau [[Tionghoa-Indonesia|Tionghoa]], di antaranya [[Imlek]].
 
Masyarakat keturunan [[Tionghoa-Indonesia|Tionghoa]] di [[Indonesia]] kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun [[2000]] ketika Presiden [[Abdurrahman Wahid]] mencabut Inpres Nomor 14/1967. Kemudian Presiden [[Abdurrahman Wahid]] menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor [[19 (angka)|19]]/[[2001]] tertanggal [[9 April]] [[2001]] yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya). Baru pada tahun [[2002]], Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden [[Megawati Soekarnoputri]] mulai tahun [[2003]].
 
Pada tahun 1946, ketika Republik Indonesia baru berdiri, Presiden Soekarno mengeluarkan Penetapan Pemerintah 1946 No.2/Um tentang “Aturan tentang Hari Raya” tertanggal 18 Juni 1946. Penetapan Pemerintah tersebut ditanda-tangani oleh Presiden Sukarno, dan diketahui oleh Menteri Agama H. Rasjidi, dan diumumkan pada tanggal 18 Juni 1946 oleh Sekretariat Negara A.G. Pringgodigdo. Penetapan Pemerintah mengenai "Aturan tentang Hari Raya" tersebut ditetapkan karena pertimbangan perlunya diadakan aturan tentang hari raya, dan setelah mendengar masukan dari Badan Komite Nasional Pusat. Penetapan Pemerintah tersebut terdiri dari 8 (delapan) pasal yang dibagi ke dalam Aturan Umum (Pasal 1 sampai dengan Pasal 5), Aturan Khusus (Pasal 6 dan Pasal 7), dan Aturan Tambahan (Pasal 8). Yang dimaksud dengan Aturan Umum adalah aturan yang bersifat umum dan berlaku untuk seluruh golongan rakyat Indonesia. Aturan Khusus adalah aturan yang bersifat khusus dan hanya berlaku untuk golongan tertentu saja sebagaimana yang disebutkan dalam Penetapan Pemerintah ini. Pasal 1 mengatur mengenai Hari raya Umum yang terdiri dari 2 hari raya sebagai-berikut: 1. Tahun Baru, 1 Januari; dan 2. Hari Proklamasi Kemerdekaan, 17 Agustus. Pasal 2 mengatur mengenai Hari Raya Islam (terdiri dari 8 (delapan) hari raya). Pasal 3 untuk Hari Raya Kristen (terdiri dari 5 (lima) hari raya). Pasal 4 mengatur hari raya khusus untuk etnis Tionghoa sebagai-berikut: Hari Raya Tiong Hwa (ejaan baru adalah Tionghoa) ialah, terdiri dari: 1.Tahun Baru (Catatan: Tahun Baru orang Tiong Hwa yaitu tahun baru Imlek - Ancient Chinese: 歲首; literally: "year's start", juga dikenal sebagai 春節 Lunar New Year, Spring Festiva); 2. Hari Wafatnya N. Khong Hu Cu (Catatan: 至聖忌辰 18 bulan 2 Imlek. Singkatan N. adalah singkatan dari Nabi); 3. Tsing Bing (Catatan: Qingming (清明) / Cheng Beng (Bahasa Hokkian); dan 4. Hari Lahirnya N. Khong Hu Cu (Catatan: 至聖誕, 27 bulan 8 Imlek). Pasal 5 menyatakan sebagai berikut: "Pada Hari Raya Umum, Islam dan Kristen, maka semua kantor Pemerintah ditutup, kecuali kantor-kantor pejabatan penting yang menurut pendapat kepalanya harus dibuka sehari atau setengah hari. Pada hari Raya Tiong Hwa, maka semua kantor Pemerintah dibuka setengah hari, kecuali kantor-kantor pejabatan penting yang menurut pendapat kepalanya harus dibuka sehari, sedangkan pegawai bangsa Tiong Hwa diwajibkan masuk kantor". Aturan Khusus, Pasal 6 menetapkan tanggal dan hari yang dirayakan untuk Tahun 1946, yang terdiri dari hari dan tanggal untuk Hari Raya Umum, Hari Raya Islam, Hari Raya Kristen, dan Hari Raya Tiong Hwa. Untuk tahun 1946, "Hari Raya Tiong Hwa ditetapkan sebagai-berikut: 1.Tahun Baru 2 Februari 1946 (Catatan: Tahun Masehi); 2. Hari Wafatnya N. Khong Hu Cu 29 Maret 1946 (Catatan: Tahun Masehi); 3. Tsing Bing 5 April 1946 (Catatan: Tahun Masehi); dan 4. Hari Lahirnya N. Khong Hu Cu 22 September 1946 (Catatan: Tahun Masehi)". Aturan Khusus, Pasal 7 menyatakan bahwa "untuk seterusnya, buat tiap-tiap tahun, Hari Raya tersebut ditetapkan oleh Menteri Agama". Aturan Tambahan, Pasal 8 menyatakan bahwa "Peraturan ini mulai berlaku pada hari diumumkan". Dengan demikian berdasarkan Penetapan Pemerintah 1946 No.2/Um tentang “Aturan tentang Hari Raya” tertanggal 18 Juni 1946 secara tegas dapat dinyatakan bahwa Hari Raya Tahun Baru Imlek Kongzili merupakan hari raya Agama Tionghoa yang ditujukan khusus hanya kepada etnis Tionghoa.
Baris 137:
Badan Koordinasi Masalah Cina (BKMC). BKMC berada di bawah BAKIN yang menerbitkan tak kurang dari 3 jilid buku masing-masing setebal 500 halaman, yaitu "Pedoman Penyelesaian Masalah Cina" jilid 1 sampai 3. Dalam hal ini, pemerintahan Soeharto dengan dengan tegas menganggap keturunan Cina dan kebiasaan serta kebudayaan Cina, termasuk agama, kepercayaan dan adat istiadat Tionghoa sebagai "masalah" yang merongrong negara dan harus diselesaikan secara tuntas.
 
Kemudian dengan diterbitkannya SE Mendagri No.477 / 74054 tahun 1978 tertanggal 18 Nopember 1978 tentang pembatasan kegiatan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina, yang berisi antara lain, bahwa pemerintah menolak untuk mencatat perkawinan bagi yang Beragama Khonghucu dan penolakan pencantuman Khonghucu dalam kolom Agama di KTP, yang didukung dengan adanya kondisi sejak tahun 1965-an atas penutupan dan larangan beroperasinya sekolah-sekolah Tionghoa, hal ini menyebabkan terjadi eksodus dan migrasi identitas diri sebagian besar orang-orang Tionghoa ke dalam Agama Kristen sekte Protestan, dan sekte Katolik, Buddha bahkan ke Islam. Demikian juga seluruh perayaan ritual kepercayaaan, agama dan adat istiadat [[Tionghoa-Indonesia|Tionghoa]] termasuk perayaan Tahun Baru baru Imlek menjadi surut dan pudar.
 
Surat dari Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Depag No H/BA.00/29/1/1993 menyatakan larangan merayakan Imlek di Vihara dan Cetya. Kemudian Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI) mengeluarkan Surat Edaran No 07/DPP-WALUBI/KU/93, tertanggal 11 Januari 1993 yang menyatakan bahwa Imlek bukanlah merupakan hari raya agama Buddha, sehingga Vihara Mahayana tidak boleh merayakan tahun baru Imlek dengan menggotong Toapekong, dan acara Barongsai.