Abdul Haris Nasution: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (- di hari + pada hari)
fix
Baris 4:
|name = {{PAGENAME}}
|image = Abdul Harris Nasution.jpg
|office = [[Daftar Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat|{{!}}Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara]]
|order = ke-2
|term_start = [[1966]]
|term_end = [[1972]]
|president = [[Soekarno]]<br>[[Soeharto]]
|predecessor = [[Chaerul Saleh]]
|successor = [[Idham Chalid]]
|office2 = [[Daftar Menteri Pertahanan Indonesia|{{!}}Menteri Pertahanan dan Keamanan Indonesia]]
|order2 = ke-12
|term_start2 = [[10 Juli]] [[1959]]
|term_end2 = [[24 Februari]] [[1966]]196627
|president2 = [[Soekarno]]
|predecessor2= [[Djoeanda Kartawidjaja]]
Baris 89:
 
=== Periode kedua sebagai KSAD ===
Pada 277 OktoberNovember 1955, setelah tiga tahun pengasingan, Nasution diangkat kembali ke posisi lamanya sebagai [[Kepala Staf Angkatan Darat]]. Dia segera mulai bekerja pada angkatan darat dan strukturnya dengan mengadopsi pendekatan tiga kali lipat.{{sfn|Elson|2001|pp=57–58}} Pendekatan pertama adalah untuk merumuskan sistem tur tugas, sehingga perwira bisa ditempatkan di seluruh negeri dan mendapatkan pengalaman. Pendekatan ini juga akan menghasilkan perwira militer yang lebih profesional, bukannya merasa ikatan pribadi dan loyalitas ke provinsi dan daerah dari mana mereka berasal. Pendekatan kedua Nasution adalah untuk memusatkan pelatihan militer. Semua metode pelatihan pasukan sekarang akan seragam, bukan komandan daerah yang menyiapkan metode pelatihan pasukan mereka sendiri. Pendekatan ketiga dan yang paling penting adalah untuk meningkatkan pengaruh [[militer]] dan kekuatan sehingga mampu mengurus dirinya sendiri, bukan mengandalkan keputusan [[sipil]]. Nasution tidak memiliki masalah menerapkan dua pendekatan pertama, tetapi ia harus menunggu untuk menerapkan pendekatan ketiga.
 
Pada 1957, Presiden Soekarno mulai memperkenalkan konsep [[Demokrasi Terpimpin]] untuk retorikanya dalam menanggapi kekecewaan dengan pendekatan [[Sistem parlementer|Demokrasi Parlementer]] yang telah diadopsi Indonesia sejak November 1945. Dalam hal ini, ia menemukan ikatan yang sama dengan Nasution dan tentara, yang tidak lupa cara di mana warga sipil mengganggu urusan militer pada tahun 1952. Pada 14 Maret 1957, setelah menerima pengunduran diri Perdana Menteri [[Ali Sastroamidjojo]] dan [[Kabinet Ali Sastroamidjojo II|kabinetnya]], Soekarno mengumumkan [[keadaan darurat]].