Cut Nyak Dhien: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
←Mengganti halaman dengan 'CUT NYAK DIEN'
Tag: Penggantian VisualEditor-alih mengosongkan halaman [ * ]
Menolak perubahan teks terakhir (oleh 140.213.6.150) dan mengembalikan revisi 14422683 oleh AABot
Baris 1:
{{Untuk|[[film]] Indonesia tahun [[1988]]|Tjoet Nja' Dhien (film)}}
CUT NYAK DIEN
{{Infobox Person
|name = Cut Nyak Dhien
|image = Tjoet Nya' Dhien.jpg
|image_size =
|caption = Cut Nyak Dhien
|birth_date = [[1848]]
|birth_place = {{negara|Kesultanan Aceh}} [[Kabupaten Aceh Besar|Lampadang]], [[Kesultanan Aceh]]
|known_for = [[Pahlawan Nasional Indonesia]]
|death_date = [[6 November]] {{death year and age|1908|1848}}
|death_place = {{flagicon|Belanda}} [[Sumedang]], [[Hindia Belanda]]
|spouse = [[Ibrahim Lamnga]], [[Teuku Umar]]
|children = [[Cut Gambang]]
|religion = [[Islam]]
}}
 
'''Cut Nyak Dhien''' (ejaan lama: '''Tjoet Nja' Dhien''', [[Lampadang]], [[Kerajaan Aceh]], [[1848]] – [[Kabupaten Sumedang|Sumedang]], [[Jawa Barat]], [[6 November]] [[1908]]; dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang [[Pahlawan Nasional Indonesia]] dari [[Aceh]] yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Setelah wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara suaminya [[Ibrahim Lamnga]] bertempur melawan [[Belanda]]. Ibrahim Lamnga tewas di Gle Tarum pada tanggal [[29 Juni]] [[1878]] yang menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah hendak menghancurkan Belanda.
 
[[Teuku Umar]], salah satu tokoh yang melawan Belanda melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut dalam medan perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada tahun [[1880]]. Mereka dikaruniai anak yang diberi nama [[Cut Gambang]].<ref name=tjoet>{{cite web
|last =
|first =
|authorlink =
|coauthors =
|year =
|url = http://asnlf.net/asnlf_int/acheh/history/tjutnyakdhien/tjoet_njak_dien.htm
|title = Tjoet Njak Dien (Cut Nyak Dhien)
|format =
|work =
|publisher =
|accessdate =
|accessyear =
}}</ref> Setelah pernikahannya dengan [[Teuku Umar]], Cut Nyak Dhien bersama [[Teuku Umar]] bertempur bersama melawan Belanda. Namun, Teuku Umar gugur saat menyerang [[Kota Meulaboh|Meulaboh]] pada tanggal [[11 Februari]] [[1899]], sehingga ia berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Cut Nyak Dien saat itu sudah tua dan memiliki penyakit [[encok]] dan [[rabun]], sehingga satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba.<ref name="deddi">Armand, Deddi. ''Cut Nyak Dien''. Penerbit: Pustaka Ananda</ref><ref name="tokohindonesia">[http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/c/cut-nyak-dien/index.shtml Tentang Cut Nyak Dien di tokohindonesia.com]</ref> Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Namun, keberadaannya menambah semangat perlawanan rakyat Aceh. Ia juga masih berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap. Akibatnya, Dhien dibuang ke Sumedang. Tjoet Nyak Dhien meninggal pada tanggal [[6 November]] [[1908]] dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang. Nama Cut Nyak Dhien kini diabadikan sebagai [[Bandar Udara Cut Nyak Dhien Nagan Raya]] di Meulaboh.
 
== Kehidupan Awal ==
[[Berkas:Rumoh_Cut_Nyak_Dhiën.jpg|jmpl|250px|Rumah Cut Nyak Dhien di Lampisang, [[Aceh Besar]]]]
 
Cut Nyak Dhien dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat beragama di [[Kabupaten Aceh Besar|Aceh Besar]], wilayah VI Mukim pada tahun [[1848]]. Ayahnya bernama [[Teuku Nanta Seutia]], seorang ''[[uleebalang]]'' VI [[Mukim]], yang juga merupakan keturunan [[Datuk Makhudum Sati]], [[Perantau Minang|perantau dari Minangkabau]]. Datuk Makhudum Sati merupakan keturunan dari Laksamana Muda Nanta yang merupakan perwakilan Kesultanan Aceh pada zaman pemerintahan [[Sultan Iskandar Muda]] di Pariaman.<ref>[http://acehbooks.org/pdf/ACEH_03647.pdf Riwajat hidup (singkat) beberapa orang pahlawan Atjeh, zaman pra-kemerdekaan]</ref>. Datuk Makhudum Sati mungkin datang ke [[Aceh]] pada abad ke 18 ketika [[kesultanan Aceh]] diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir.<ref name="deddi"/><ref name="CNDAceh">[http://www.nad.go.id/index.php?option=isi&task=view&id=2300&Itemid=369 Tentang Cut Nyak Dhien di situs resmi pemerintah Provinsi Aceh]</ref>. Sedangkan ibunya merupakan putri [[uleebalang]] [[Lampageu, Peukan Bada, Aceh Besar|Lampageu]].
 
Pada masa kecilnya, Cut Nyak Dhien adalah anak yang cantik.<ref name="deddi"/> Ia memperoleh pendidikan pada bidang agama (yang dididik oleh orang tua ataupun guru [[agama]]) dan rumah tangga (memasak, melayani suami, dan yang menyangkut kehidupan sehari-hari yang dididik baik oleh orang tuanya). Banyak laki-laki yang suka pada Cut Nyak Dhien dan berusaha melamarnya. Pada usia 12 tahun, ia sudah dinikahkan oleh orangtuanya pada tahun [[1862]] dengan [[Teuku Cek Ibrahim Lamnga]]<ref name="deddi"/><ref name="CNDAceh"/>, putra dari uleebalang Lamnga XIII. Mereka memiliki satu anak laki-laki.
 
== Perlawanan saat Perang Aceh ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Dolk met rechthoekig gebogen hoornen greep en houten schede TMnr 151-19.jpg|jmpl|kiri|[[Rencong]] merupakan senjata tradisional milik [[Suku Aceh]]. Cut Nyak Dhien menggunakan Rencong sebagai salah satu alat perang untuk melawan para tentara [[Kerajaan Belanda]] pada saat Kerajaan Belanda menyerang [[Kerajaan Aceh]] dan membakar [[Masjid Raya Baiturrahman]] pada tahun 1873.]]
 
Pada tanggal [[26 Maret]] [[1873]], [[Belanda]] menyatakan [[Perang Aceh|perang]] kepada [[Aceh]], dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan [[Aceh]] dari kapal perang ''Citadel van Antwerpen''. [[Perang Aceh]] pun meletus. Pada perang pertama ([[1873]]-[[1874]]), Aceh yang dipimpin oleh [[Panglima Polim]] dan Sultan Machmud Syah bertempur melawan [[Belanda]] yang dipimpin [[Johan Harmen Rudolf Köhler]]. Saat itu, Belanda mengirim 3.198 prajurit. Lalu, pada tanggal [[8 April]] [[1873]], [[Belanda]] mendarat di Pantai Ceureumen di bawah pimpinan Köhler, dan langsung bisa menguasai [[Masjid Raya Baiturrahman]] dan membakarnya. [[Kesultanan Aceh]] dapat memenangkan [[perang]] pertama. Ibrahim Lamnga yang bertarung di garis depan kembali dengan sorak kemenangan, sementara Köhler tewas tertembak pada [[April]] [[1873]].
 
Pada tahun [[1874]]-[[1880]], di bawah pimpinan [[Jenderal]] [[Jan van Swieten]], daerah VI Mukim dapat diduduki [[Belanda]] pada tahun [[1873]], sedangkan Keraton Sultan jatuh pada tahun [[1874]]. Cut Nyak Dhien dan bayinya akhirnya mengungsi bersama ibu-ibu dan rombongan lainnya pada tanggal [[24 Desember]] [[1875]]. Suaminya selanjutnya bertempur untuk merebut kembali daerah VI Mukim.
 
Ketika Ibrahim Lamnga bertempur di Gle Tarum, ia tewas pada tanggal [[29 Juni]] [[1878]]. Hal ini membuat Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah akan menghancurkan Belanda.<ref name="deddi"/>
 
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Groepsportret met Cut Nyak Dhien de vrouw van Teuku Umar na haar gevangenneming TMnr 10018822.jpg|jmpl|250px|Cut Nyak Dien, setelah tertangkap oleh pihak Belanda]]
 
Teuku Umar, tokoh pejuang Aceh, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak. Namun, karena Teuku Umar mempersilakannya untuk ikut bertempur dalam medan perang, Cut Nyak Dien akhirnya menerimanya dan menikah lagi dengan Teuku Umar pada tahun [[1880]]. Hal ini meningkatkan moral semangat perjuangan Aceh melawan ''Kaphe Ulanda'' (Belanda Kafir). Nantinya, Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar memiliki anak yang diberi nama Cut Gambang.
 
Perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang ''fi'sabilillah''. Sekitar tahun [[1875]], Teuku Umar melakukan gerakan dengan mendekati [[Belanda]] dan hubungannya dengan orang [[Belanda]] semakin kuat. Pada tanggal [[30 September]] [[1893]], Teuku Umar dan pasukannya yang berjumlah 250 orang pergi ke [[Kutaraja]] dan "menyerahkan diri" kepada [[Belanda]]. Belanda sangat senang karena musuh yang berbahaya mau membantu mereka, sehingga mereka memberikan Teuku Umar gelar ''Teuku Umar Johan Pahlawan'' dan menjadikannya komandan unit pasukan Belanda dengan kekuasaan penuh. Teuku Umar merahasiakan rencana untuk menipu Belanda, meskipun ia dituduh sebagai penghianat oleh orang Aceh. <!--Bahkan, [[Cut Nyak Meutia]] datang menemui Cut Nyak Dhien dan memakinya.<ref name="deddi"/>--> Cut Nyak Dien berusaha menasihatinya untuk kembali melawan [[Belanda]]. Namun, Teuku Umar masih terus berhubungan dengan Belanda. Umar lalu mencoba untuk mempelajari taktik Belanda, sementara pelan-pelan mengganti sebanyak mungkin orang Belanda di unit yang ia kuasai. Ketika jumlah orang Aceh pada pasukan tersebut cukup, Teuku Umar melakukan rencana palsu pada orang Belanda dan mengklaim bahwa ia ingin menyerang basis Aceh.<ref name="tjoet"/>
 
[[Berkas:Teuku Umar.jpg|jmpl|kiri|200px|[[Teuku Umar]], suami kedua Cut Nyak Dhien.]]
 
Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien pergi dengan semua pasukan dan perlengkapan berat, senjata, dan amunisi Belanda, lalu tidak pernah kembali. Penghianatan ini disebut ''Het verraad van Teukoe Oemar'' (pengkhianatan Teuku Umar).
 
Teuku Umar yang mengkhianati Belanda menyebabkan [[Belanda]] marah dan melancarkan operasi besar-besaran untuk menangkap baik Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar.<ref name="tjoet"/><ref name="deddi"/> Namun, gerilyawan kini dilengkapi perlengkapan dari [[Belanda]]. Mereka mulai menyerang Belanda sementara Jend. Van Swieten diganti. Penggantinya, Jend. [[Jakobus Ludovicius Hubertus Pel]], dengan cepat terbunuh dan pasukan Belanda berada pada kekacauan.<ref name="tjoet"/> Belanda lalu mencabut gelar Teuku Umar dan membakar rumahnya, dan juga mengejar keberadaannya.<ref name="deddi"/>
 
Dien dan Umar terus menekan Belanda, lalu menyerang Banda Aceh (Kutaraja) dan Meulaboh (bekas basis Teuku Umar), sehingga Belanda terus-terusan mengganti jenderal yang bertugas.<ref name="tjoet"/> Unit "[[Maréchaussée]]" lalu dikirim ke Aceh. Mereka dianggap biadab dan sangat sulit ditaklukan oleh orang Aceh. Selain itu, kebanyakan pasukan "De Marsose" merupakan orang [[Tionghoa|Tionghoa-Ambon]] yang menghancurkan semua yang ada di jalannya.<ref name="tjoet"/> Akibat dari hal ini, pasukan Belanda merasa simpati kepada orang Aceh dan Van der Heyden membubarkan unit "De Marsose".<ref name="tjoet"/> Peristiwa ini juga menyebabkan kesuksesan jenderal selanjutnya karena banyak orang yang tidak ikut melakukan jihad kehilangan nyawa mereka, dan ketakutan masih tetap ada pada penduduk Aceh.<ref name="tjoet"/>
 
Jenderal [[Joannes Benedictus van Heutsz]] memanfaatkan ketakutan ini dan mulai menyewa orang Aceh untuk memata-matai pasukan pemberontak sebagai informan sehingga Belanda menemukan rencana Teuku Umar untuk menyerang Meulaboh pada tanggal [[11 Februari]] [[1899]]. Akhirnya, Teuku Umar gugur tertembak peluru. Ketika Cut Gambang, anak Cut Nyak Dhien, menangis karena kematian ayahnya, ia ditampar oleh ibunya yang lalu memeluknya dan berkata:
 
{{cquote2|Sebagai perempuan Aceh, kita tidak boleh menumpahkan air mata pada orang yang sudah [[syahid]]<ref name="tjoet"/>}}
 
Cut Nyak Dien lalu memimpin perlawanan melawan Belanda di daerah pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya dan mencoba melupakan suaminya. Pasukan ini terus bertempur sampai kehancurannya pada tahun [[1901]] karena tentara [[Belanda]] sudah terbiasa berperang di medan daerah Aceh. Selain itu, Cut Nyak Dien sudah semakin tua. Matanya sudah mulai rabun, dan ia terkena penyakit encok dan juga jumlah pasukannya terus berkurang, serta sulit memperoleh makanan. Hal ini membuat iba para pasukan-pasukannya.<ref name="deddi"/><ref name="tokohindonesia"/>
 
Anak buah Cut Nyak Dhien yang bernama Pang Laot melaporkan lokasi markasnya kepada Belanda karena iba.<ref name="deddi"/><ref name="tokohindonesia"/> Akibatnya, Belanda menyerang markas Cut Nyak Dien di Beutong Le Sageu. Mereka terkejut dan bertempur mati-matian. Dhien berusaha mengambil [[rencong]] dan mencoba untuk melawan musuh. Namun, aksi Dhien berhasil dihentikan oleh Belanda.<ref>Sudarmanto, Y.B. 1999. ''Jejak Pahlawan Indonesia''. Penerbitan Surat Keputusan No 23 (Kolonial Verslag 1907 : 12).</ref><ref name="makam">[http://www.sinarharapan.co.id/feature/wisata/2003/0619/wis01.html sinarharapan.co.id: Makam Cut Nyak Dhien Sepi Akibat Perang Saudara]</ref> Cut Nyak Dhien ditangkap, sementara Cut Gambang berhasil melarikan diri ke hutan dan meneruskan perlawanan yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibunya.<ref name="tjoet"/>
 
== Masa Tua dan Kematian ==
[[Berkas:Stamps of Indonesia, 102-08.jpg|jmpl|Perangko Peringatan 100 Tahun Cut Nyak Dhien]]
 
Setelah ditangkap, Cut Nyak Dhien dibawa ke [[Kota Banda Aceh|Banda Aceh]] dan dirawat di situ. Penyakitnya seperti rabun dan encok berangsur-angsur sembuh. Namun, Cut Nyak Dien akhirnya dibuang ke Sumedang, [[Jawa Barat]], karena ketakutan Belanda bahwa kehadirannya akan menciptakan semangat perlawanan dan juga karena ia terus berhubungan dengan pejuang yang belum tunduk.
 
Ia dibawa ke Sumedang bersama dengan tahanan politik Aceh lain dan menarik perhatian bupati Suriaatmaja. Selain itu, tahanan laki-laki juga menyatakan perhatian mereka pada Cut Nyak Dhien, tetapi tentara Belanda dilarang mengungkapan identitas tahanan.<ref name="tjoet"/> Ia ditahan bersama ulama bernama Ilyas yang segera menyadari bahwa Cut Nyak Dhien merupakan ahli dalam agama [[Islam]], sehingga ia dijuluki sebagai "Ibu Perbu".<ref name="tjoet"/>
 
Pada tanggal 6 November 1908, Cut Nyak Dhien meninggal karena usianya yang sudah tua. Makam "Ibu Perbu" baru ditemukan pada tahun [[1959]] berdasarkan permintaan [[Gubernur Aceh]] saat itu, [[Ali Hasan]].<ref name="makam"/> "Ibu Perbu" diakui oleh Presiden [[Soekarno]] sebagai [[Pahlawan Nasional Indonesia]] melalui SK Presiden [[Indonesia|RI]] No.106 Tahun [[1964]] pada tanggal [[2 Mei]] [[1964]].<ref name="tjoet"/><ref name="deddi"/>
 
== Makam ==
[[Berkas:Stamps of Indonesia, 103-08.jpg|jmpl|Perangko Peringatan 100 Tahun Cut Nyak Dhien]]
 
Menurut penjaga makam, makam Cut Nyak Dhien baru ditemukan pada tahun 1959 berdasarkan permintaan Gubernur Aceh, Ali Hasan. Pencarian dilakukan berdasarkan data yang ditemukan di Belanda.<ref name="makam"/> Masyarakat Aceh di [[Sumedang]] sering menggelar [[acara sarasehan]]. Pada acara tersebut, peserta berziarah ke makam Cut Nyak Dhien dengan jarak sekitar dua [[kilometer]].<ref name="makam"/> Menurut pengurus makam, kumpulan masyarakat Aceh di [[Kota Bandung|Bandung]] sering menggelar acara tahunan dan melakukan ziarah setelah hari pertama [[Lebaran]]. Selain itu, orang Aceh dari [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]] melakukan acara Haul setiap bulan [[November]]
 
Makam Cut Nyak Dhien pertama kali dipugar pada [[1987]] dan dapat terlihat melalui monumen peringatan di dekat pintu masuk yang tertulis tentang peresmian makam yang ditandatangani oleh Gubernur Aceh [[Ibrahim Hasan]] pada tanggal [[7 Desember]] [[1987]]. Makam Cut Nyak Dhien dikelilingi pagar besi yang ditanam bersama beton dengan luas 1.500 [[meter|m]]<sup>2</sup>. Di belakang makam terdapat [[musholla]] dan di sebelah kiri makam terdapat banyak batu nissan yang dikatakan sebagai makam keluarga ulama H. Sanusi.<ref name="makam"/>
 
Pada batu nissan Cut Nyak Dhien, tertulis riwayat hidupnya, tulisan [[bahasa Arab]], [[Surah At-Taubah]] dan [[Surah Al-Fajr|Al-Fajr]], serta hikayat cerita Aceh.
 
Jumlah peziarah ke makam Cut Nyak Dhien berkurang karena [[Gerakan Aceh Merdeka]] melakukan perlawanan di Aceh untuk merdeka dari [[Republik Indonesia]]. Selain itu, daerah makam ini sepi akibat sering diawasi oleh aparat.<ref name="makam"/>
 
Kini, makam ini mendapat biaya perawatan dari kotak amal di daerah makam karena pemerintah Sumedang tidak memberikan dana.<ref name="makam"/>
 
== Apresiasi ==
=== Biografi dalam Seni ===
[[Berkas:Tjoet Nja' Dhien.jpg|200px|jmpl|ka|Poster Film Tjoet Nja' Dhien]]
 
Perjuangan Cut Nyak Dien diinterpretasi dalam [[film drama]] [[film epos|epos]] berjudul ''[[Tjoet Nja' Dhien (film)|Tjoet Nja' Dhien]]'' pada tahun [[1988]] yang [[sutradara|disutradarai]] oleh [[Eros Djarot]] dan dibintangi [[Christine Hakim]] sebagai Tjoet Nja' Dhien, Piet Burnama sebagai Pang Laot, [[Slamet Rahardjo]] sebagai [[Teuku Umar]] dan juga didukung [[Rudy Wowor]]. Film ini memenangkan Piala [[Citra]] sebagai film terbaik, dan merupakan film Indonesia pertama yang ditayangkan di [[Festival Film Cannes]] (tahun [[1989]]).
 
Pada 13 April 2014, sebuah karya seni untuk mengenang semangat perjuangan dan perjalanan hidup Cut Nyak Dhien (CND) dalam bentuk teater monolog yang dimainkan dan disutradarai oleh [[Ine Febriyanti|Sha Ine Febriyanti]]; dipentaskan pertama kali di Auditorium Indonesia Kaya, Jakarta. Naskah berdurasi 40 menit yang ditulis oleh Prajna Paramita tersebut kemudian dipentaskan kembali pada 2015 di Jakarta, Pekalongan, Magelang, Semarang, dan Banda Aceh. Rencananya, teater monolong CND juga akan dipentaskan di Australia dan Belanda.
 
Biografi beliau juga pernah dituangkan dalam bentuk cerita bergambar secara berseri dalam majalah anak-anak ''Ananda''.
 
=== Pengabadian ===
 
* Sebuah [[kapal perang]] TNI-AL diberi nama [[KRI Cut Nyak Dien (375)|KRI Cut Nyak Dhien]].
* Mata uang [[rupiah]] yang bernilai sebesar Rp10.000,00 yang dikeluarkan tahun [[1998]] memuat gambar Cut Nyak Dhien dengan deskripsi ''Tjoet Njak Dhien''.
* Namanya diabadikan di berbagai kota Indonesia sebagai nama jalan.
* [[Masjid]] Aceh kecil didirikan di dekat makamnya untuk mengenangnya.
 
== Lihat pula ==
 
* [[Perang Aceh]]
* [[Teuku Umar]]
* [[Tokoh Indonesia]]
* [[Tjoet Nja' Dhien (film)]]
 
== Referensi ==
=== Catatan kaki ===
{{reflist|2}}
 
=== Daftar pustaka ===
 
* Armand, Deddi. ''Cut Nyak Dien''. Penerbit: Pustaka Ananda.
* Sudarmanto, Y.B. 1999. ''Jejak Pahlawan Indonesia''. Penerbit: Grasindo.
* Muhazir. 1984 .''Pahlawan Repulusi Aceh''
 
== Pranala luar ==
{{Commonscat|Cut Nyak Dhien}}
{{wikiquote}}
* {{id icon}} [http://www.tokohindonesia.com/tokoh/article/294-pahlawan/1004-cut-nyak-dien "Perempuan Aceh Berhati Baja" Bio Cut Nyak Dien di Ensiklopedi Tokoh Indonesia]
* {{id icon}} [http://www.tokoh-indonesia.com/ensiklopedi/c/cut-nyak-dien/index.shtml Biografi Cut Nyak Dhien di tokohindonesia.com]
* {{id icon}} [http://www.nad.go.id/index.php?option=isi&task=view&id=2300&Itemid=369 Biografi Cut Nyak Dhien di Website Pemerintah Provinsi Aceh]
* {{id icon}} [http://www.sofyanr.com/film-perjoeangan-tempo-doeloe.html Film Perjuangan Tempo Dulu]
* {{en icon}} [http://www.victorynewsmagazine.com/TjoetNjakDien.htm Tjoet Njak Dien Story @ Victory News Magazine]
* {{id icon}} [http://www.wartanews.com/read/Nasional/1d10c2af-1508-4426-9cd2-f968baf06104/Cut-Nyak-Dien-Pahlawan-Tanah-Rencong Cut Nyak Dien Pahlawan Tanah Rencong @ WartaNews.com]
{{Pahlawan Indonesia}}
{{lifetime|1848|1908|Dhien, Cut Nyak}}
 
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh pejuang yang dibuang]]
[[Kategori:Bangsawan Aceh]]
[[Kategori:Tokoh Minangkabau]]