Gereja Masehi Injili Halmahera: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
→‎Gereja di Halmahera (1941-1949): ASEAN belum ada tahun 1941.
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 35:
 
=== Gereja di Halmahera (1941-1949) ===
Pada tahun 1940 diadakanlah konperensi di Kupa-Kupa, [[Tobelo]] yang sudah ada tanda-tanda bahwa Zending hendak menyerahkan usaha penginjilan untuk  diteruskan pribumi karena Jepang hampir pasti menguasai [[ASEAN]]Asia Tenggara –Halmahera dikuasai Jepang pada Mei 1942– dan Belanda dikuasai oleh Jerman pada 10 Mei 1940. Pada konperensi ini diputuskan mengumpulkan dana setempat guna menutupi defisit anggaran Zending yang disebabkan oleh pemutusan komunikasi dengan negeri Belanda.<ref>James Haire, Sifat dan Pergumulan Gereja di Halmahera 1941-1079, Jakarta: BPK GM, Hal. 17.</ref> Hasil konperensi antara lain membentuk founds Injil dan hasil dana dipergunakan untuk membiayai kebutuhan hidup para penginjil setempat serta cita-cita pengelolahan gereja Halmahera oleh pribumi.
Kemudian [[Jepang]] mulai menghilangkan segala sesuatu yang berbau kebelandaan di Indonesia. Imbasnya banyak Zending –bahkan guru jemaat pun–yang ditawan oleh Jepang. Jemaat yang seperti inilah membuat reaksi datang dari pribumi sebagai upaya terus menghidupi gereja yang sudah berkembang di Halmahera. Beberapa pribumi menemui Mentsjibu Jepang—mirip resimen kolonial Belanda—di Ternate yang difasilitasi oleh Sultan Ternate, Iskandar Mohammed Djabir Sjah guna membicarakan kepentingan gereja Halmahera. Jepang kemudian menyuruh membentuk sebuah badan persiapan kemandirian gereja yang keanggotaannya berdasarkan persetujuan Jepang. Tak lama berdirilah '''Gereja Protestan Halmahera''' (GPH) walaupun unsurnya lebih banyak melibatkan daerah Halmahera Barat.
Sementara di Tobelo dan Galela pada Mei 1942 telah mengadakan pertemuan di Pitu guna mengantisipasi “perginya” Zending. Inti hasil pertemuan yang adalah keinginan mandiri akhirnya disampaikan oleh delegasi Tobelo-Galela ke Sultan Ternate dan Mentsjibu. Mereka meminta agar Pdt. Kriekhoff yang adalah pendeta Gereja Protestan Maluku di Ternate melayani sakramen di Halmahera khususnya Tobelo dan Galela. Permintaan ini disetujui. Sebenarnya keinginan ini sangat beralasan karena kedekatan Tobelo dan Galela kepada orang Ambon (GPM) karena banyaknya penginjil dan guru-guru jemaat yang telah-bahkan selanjutnya- adalah orang [[Ambon]] sementara di Halmahera Barat cenderung berasal dari [[Sulawesi Utara]]. Walau demikian upaya menyatukan diri dalam gereja Halmahera selalu ada kendati cara Halmahera Barat dan Tobelo-Galela—Halmahera Utara — terlihat berbeda.