Cultuurstelsel: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
AMA Ptk (bicara | kontrib)
k Membatalkan 5 suntingan oleh 120.188.35.85 (bicara) ke revisi terakhir oleh AMA Ptk. (TW)
Tag: Pembatalan
Baris 22:
== Kritik ==
[[Berkas:Wolter Robert van Hoëvell.jpg|ka|jmpl|Wolter Robert baron van Hoëvell, pejuang Politk Etis]]
Menurut sebuah catatan seorang Eropa yang jadi inspektur Tanam Paksa, yaitu L. Vitalis menyebut ilustrasi nan muram: laporan dari awal 1835, di [[Priangan]]. Mayat para petani bergelimpangan karena keletihan dan kelaparab, di sepanjang [[Tasikmalaya]] dan [[Garut]], Arjawinangun dan Galo. Manakala mereka dibiarkan saja, tak dikubur, itu karena alasan Bupati yang kalem: "Di waktu malam harimau akan menyeret mereka."<ref name="CP">{{aut|[[Goenawan Mohamad|Mohamad, Goenawan]]}} (2006, cet.6). ''Catatan Pinggir''. '''1''':430{{spaced ndash}}431. [[Jakarta]]: Grafiti Pers. ISBN 979-96724-3-0.</ref> Serangan-serangan dari orang-orang non-pemerintah mulai menggencar akibat terjadinya kelaparan dan kemiskinan yang terjadi menjelang akhir 1840-an di [[Grobogan]], [[Demak]], [[Cirebon]]. Gejala kelaparan ini diangkat ke permukaan dan dijadikan isu bahwa pemerintah telah melakukan eksploitasi yang berlebihan terhadap [[bumiputra]] Jawa. Muncullah orang-orang humanis maupun praktisi Liberal menyusun serangan-serangan strategisnya. Dari bidang [[sastra]] muncul [[Multatuli]] (Eduard Douwes Dekker), di lapangan [[jurnalistik]] muncul [[E.S.W. Roorda van Eisinga]], dan di bidang politik dipimpin oleh [[Baron van Hoevell]]. Dari sinilah muncul gagasan [[politik etis]].
 
=== Kritik kaum liberal ===
Baris 32:
 
=== Kritik kaum humanis ===
Kondisi kemiskinan dan penindasan sejak tanam paksa dan UU Agraria ini mendapat kritik dari para kaum [[humanis]] Belanda. Seorang Asisten Residen di [[Lebak]], [[Banten]], Eduard Douwes Dekker mengarang buku ''[[Max Havelaar]]'' ([[1860|1867]]). Dalam bukunya Douwes Dekker menggunakan nama samaran [[Multatuli]]. Dalam buku itu diceritakan kondisi masyarakat petani yang menderita akibat tekanan pejabat Hindia Belanda.
 
Seorang anggota Raad van Indie, [[C. Th van Deventer]] membuat tulisan berjudul ''Een Eereschuld'', yang membeberkan kemiskinan di tanah jajahan Hindia Belanda. Tulisan ini dimuat dalam majalah ''De Gids'' yang terbit tahun [[1899]]. Van Deventer dalam bukunya menghimbau kepada Pemerintah Belanda, agar memperhatikan penghidupan rakyat di tanah jajahannya. Dasar pemikiran van Deventer ini kemudian berkembang menjadi [[Politik Etis]].
 
== Dampak ==
=== Dalam bidang pertanianpelayaran ===
''Cultuurstelsel'' menandai dimulainya penanaman tanaman komoditi pendatang di Indonesia secara luas. Kopi dan teh, yang semula hanya ditanam untuk kepentingan keindahan taman mulai dikembangkan secara luas. Tebu, yang merupakan tanaman asli, menjadi populer pula setelah sebelumnya, pada masa VOC, perkebunan hanya berkisar pada tanaman "tradisional" penghasil [[rempah-rempah]] seperti [[lada]], [[pala]], dan [[cengkeh]].
Kepentingan peningkatan hasil dan kelaparan yang melanda Jawa akibat merosotnya produksi beras meningkatkan kesadaran pemerintah koloni akan perlunya penelitian untuk meningkatkan hasil komoditi [[pertanian]], dan secara umum peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pertanian. Walaupun demikian, baru setelah pelaksanaan UU Agraria 1870 kegiatan penelitian pertanian dilakukan secara serius.