Siddhartha Gautama: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Keterangan sesuai sutta
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 8:
{{Infobox person
|name = Siddhārtha Gautama Buddha
|image = Image:Buddha nobletruths.jpg
|image_size = 300px
|image = Buddha in Sarnath Museum (Dhammajak Mutra).jpg
|image_size = 300px
|caption = Patung Buddha dari [[Sarnath]] sejak abad ke-4 M
|birth_date = c. 623563 SM <ref name="UNESCO">{{cite web|url=http://whc.unesco.org/en/list/666|title=Lumbini, the Birthplace of the Lord Buddha|publisher=UNESCO|accessdate=26 May 2011}}</ref>
|death_date = c. 543483 SM (80 tahun) atau 411 dan 400 SM
|birth_place = [[Lumbini]] (sekarang di [[Nepal]])
|death_place = [[Kushinagar]], [[Uttar Pradesh]] (sekarang di [[India]])
Baris 57 ⟶ 59:
 
=== Masa dewasa ===
[[Berkas:Four Heavenly Messengers.jpg|kirileft|240px|jmplthumb|Pangeran Siddhartha melihat empat hal yang mengubah hidupnya.]]
 
Kata-kata pertapa [[Asita]] membuat Raja Suddhodana tidak tenang siang dan malam, karena khawatir kalau putra tunggalnya akan meninggalkan istana dan menjadi pertapa, mengembara tanpa tempat tinggal. Untuk itu Baginda memilih banyak pelayan untuk merawat Pangeran Siddharta, agar putra tunggalnya menikmati hidup keduniawian. Segala bentuk penderitaan berusaha disingkirkan dari kehidupan Pangeran Siddharta, seperti sakit, umur tua, dan kematian, sehingga Pangeran hanya mengetahui kenikmatan duniawi.
Baris 64 ⟶ 66:
 
Selama 10 tahun lamanya Pangeran Siddharta hidup dalam kesenangan duniawi. Pergolakan batin Pangeran Siddharta berjalan terus sampai berusia 29 tahun, tepat pada saat putra tunggalnya [[Rahula]] lahir. Pada suatu malam, Pangeran Siddharta memutuskan untuk meninggalkan istananya dan dengan ditemani oleh kusirnya, Channa. Tekadnya telah bulat untuk melakukan Pelepasan Agung dengan menjalani hidup suci sebagai pertapa.
[[Berkas:SiddhartaBirth.jpg|karight|300px|jmplthumb|Relief kelahiran Pangeran Siddhartha. Dari kuil Zen You Mitsu, [[Tokyo]].]]
Setelah itu Pangeran Siddhartha meninggalkan [[istana]], keluarga, kemewahan, untuk pergi berguru mencari ilmu sejati yang dapat membebaskan manusia dari usia [[tua]], [[sakit]] dan [[mati]]. Pertapa Siddharta berguru kepada Alāra Kālāma dan kemudian kepada Uddaka Ramāputta, tetapi tidak merasa puas karena tidak memperoleh yang diharapkannya. Kemudian dia bertapa menyiksa diri dengan ditemani lima orang pertapa. Akhirnya dia juga meninggalkan cara yang ekstrem itu dan bermeditasi di bawah pohon Bodhi untuk mendapatkan Penerangan Agung.
 
=== Masa pengembaraan ===
[[Berkas:Siddharta Gautama Borobudur.jpg|jmplthumb|300px|karight|Pangeram Siddharta mencukur rambutnya dan menjadi pertapa, relief [[Borobudur]].]]
[[Berkas:BuddhaHead.JPG|jmplthumb|karight|Patung Buddha dari [[Gandhara]], [[abad ke-1]] atau [[abad ke-2]].]]
Di dalam pengembaraannya, pertapa Gautama mempelajari latihan pertapaan dari pertapa [[Bhagava]] dan kemudian memperdalam cara bertapa dari dua pertapa lainnya, yaitu pertapa [[Alara Kalama]] dan pertapa [[Udraka Ramputra]]. Namun setelah mempelajari cara bertapa dari kedua gurunya tersebut, tetap belum ditemukan jawaban yang diinginkannya. Sehingga sadarlah pertapa Gautama bahwa dengan cara bertapa seperti itu tidak akan mencapai ''Pencerahan Sempurna''. Kemudian pertapa Gautama meninggalkan kedua gurunya dan pergi ke [[Magadha]] untuk melaksanakan bertapa menyiksa diri di hutan Uruvela, di tepi Sungai [[Nairanjana|Nairanjana(Naranjara)]] yang mengalir dekat Hutan Gaya. Walaupun telah melakukan bertapa menyiksa diri selama enam tahun di Hutan [[Uruwela|Uruvela]], tetap pertapa Gautama belum juga dapat memahami hakikat dan tujuan dari hasil pertapaan yang dilakukan tersebut.
 
Pada suatu hari pertapa Gautama dalam pertapaannya mendengar gandharvaseorah -roh pemainpemusik- musikgandharva menyanyikanmelantunkan sebuah syair:
{{cquote|Bila senar kecapi ini dikencangkan, suaranya akan semakin tinggi. Kalau terlalu dikencangkan, putuslah senar kecapi ini, dan lenyaplah suara kecapi itu. Bila senar kecapi ini dikendorkan, suaranya akan semakin merendah. Kalau terlalu dikendorkan, maka lenyaplah suara kecapi itu.}}
 
Nasihat tersebut membukasangat mataberarti bagi pertapa Gautama yang akhirnya memutuskan untuk menghentikan tapanya lalu pergi ke sungai untuk mandi. Badannya yang telah tinggal tulang hampir tidak sanggup untuk menopang tubuh pertapa Gautama. Seorang wanita bernama Sujata memberi pertapa Gautama semangkuk susu. Badannya dirasakannya sangat lemah dan maut hampir saja merenggut jiwanya, namun dengan kemauan yang keras membaja, pertapa Gautama melanjutkan samadhinya di bawah [[pohon bodhi]] ([[Asetta|Asattha]]) di Hutan Gaya, sambil ber-''prasetya'', "Meskipun darahku mengering, dagingku membusuk, tulang belulang jatuh berserakan, tetapi aku tidak akan meninggalkan tempat ini sampai aku mencapai Pencerahan Sempurna."
 
Perasaan bimbang dan ragu melanda diri pertapa Gautama, hampir saja Dia putus asa menghadapi godaan Mara, dewa penggoda yang dahsyat. Dengan kemauan yang keras membaja dan dengan keyakinan yang teguh kukuh, akhirnya godaan Mara dapat dilawan dan ditaklukkannya. Hal ini terjadi ketika bintang pagi memperlihatkan dirinya di ufuk timur.
 
Perasaan bimbang dan ragu melanda diri pertapa Gautama, ia menghadapi godaan Mara, roh jahat/dan segala godaan yang dahsyat. Dengan kemauan yang keras membaja dan dengan keyakinan yang teguh kukuh, akhirnya godaan Mara dapat dilawan dan ditaklukkannya. ketika bintang pagi memperlihatkan dirinya di ufuk timur, Pertapa Gautama telah mencapai Pencerahan Sempurna dan menjadi Samyaksam-Buddha (Samma sam-Buddha), tepat pada saat bulan Purnama Siddhi di bulan [[Waisak]] ketika ia berusia 35 tahun (menurut versi Buddhisme Mahayana, 531 SM pada hari ke-8 bulan ke-12, menurut [[kalender lunar]]. Versi WFB, pada bulan Mei tahun 588 SM). Pada saat mencapai Pencerahan Sempurna, dari tubuh Siddharta berubah menjadi seorang Buddha dan memancar enam sinar Buddha (Buddharasmi) dengan warna [[biru]] (nila) yang berarti bhakti; [[kuning]] (pita) mengandung arti kebijaksanaan dan pengetahuan; [[merah]] (lohita) yang berarti kasih sayang dan belas kasih; [[putih]] (Avadata) mengandung arti suci; [[jingga]] (mangasta) berarti semangat ; dan campuran sinar tersebut (prabhasvara) dengan 36 tanda seorang Buddha
 
=== Penyebaran ajaran Buddha ===
[[Berkas:Sermon in the Deer Park depicted at Wat Chedi Liem-KayEss-1.jpeg|karight|240px|jmplthumb|Buddha memberi pelajaran tentang dharma kepada lima pertapa di Taman Rusa]]
 
Setelah mencapai Pencerahan Sempurna, pertapa Gautama mendapat gelar kesempurnaan yang antara lain: Buddha Gautama, [[Buddha Shakyamuni|Buddha Sakyamuni]], [[Tathagata]] ('Ia Yang Telah Datang', Ia Yang Telah Pergi'), Sugata ('Yang Maha Tahu'), Bhagava ('Yang Agung') dan sebagainya. Lima pertapa yang mendampingi Dia di hutan Uruvela merupakan murid pertama Buddha yang mendengarkan khotbah pertama [[Dharmacakra Pravartana|Dhammacakka Pavattana Sutta]], di mana Dia menjelaskan mengenai Jalan Tengah yang ditemukan-Nya, yaitu Delapan Ruas Jalan Kemuliaan termasuk awal khotbahNya yang menjelaskan "Empat Kebenaran Mulia".
Baris 89 ⟶ 93:
 
== Sifat Agung Buddha ==
[[Berkas:Parinibbana.jpg|jmplthumb|240px|karight|Buddha menjelang [[Parinirwana]].]]
 
Seorang Buddha memiliki sifat Cinta Kasih (maitri atau metta) dan Kasih Sayang (karuna). Jalan untuk mencapai Kebuddhaan ialah dengan melenyapkan ketidaktahuan atau kebodohan batin yang dimiliki oleh manusia. Pada waktu Pangeran Siddharta meninggalkan kehidupan duniawi, ia telah mengikrarkan Empat Prasetya yang berdasarkan Cinta Kasih dan Kasih Sayang yang tidak terbatas, yaitu