Kedatuan Luwu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Menghapus Kategori:Kesultanan Luwu; Menambah Kategori:Kedatuan Luwu menggunakan HotCat
John Vandenberg (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 47:
Ekonomi politik Luwu didasarkan pada peleburan bijih besi yang dibawa turun, melalui pemerintahan Lémolang di [[Baebunta, Luwu Utara|Baebunta]], ke [[Malangke, Luwu Utara|Malangke]] di dataran pantai tengah. Di sini besi yang akan dilelehkan itu diolah menjadi senjata dan alat pertanian dan diekspor ke dataran rendah selatan yang memproduksi beras. Hal ini membawa kekayaan yang besar, dan pada abad [[abad ke-14|ke-14]] Luwu telah menjadi entitas yang ditakuti di bagian selatan semenanjung barat daya dan tenggara. Penguasa pertama yang diketahui secara nyata adalah [[Dewaraja]] (memerintah 1495-1520). Cerita saat ini di Sulawesi Selatan menceritakan serangan agresifnya terhadap kerajaan tetangga, [[Kerajaan Wajo|Wajo]] dan [[Kerajaan Sidenreng|Sidenreng]]. Kekuasaan Luwu mulai memudar pada abad [[abad ke-16|ke-16]] oleh meningkatnya kekuatan kerajaan agraris dari selatan, dan kekalahan militernya ditetapkan dalam [[Tawarik Bone]].
 
Pada tanggal 4 atau 5 Februari 1605, Datu Luwu, [[La Patiwareq]], Daeng Pareqbung, menjadi penguasa yang pertama dari wilayah Sulawesi bagian selatan yang memeluk Islam, menggunakan gelar Sultan Muhammad Wali Mu'z'hir (atau Muzahir) al-din. Dia dimakamkan di Malangke dan disebut dalam kronik sebagai <nowiki>[[Matinroe ri Wareq]]</nowiki>, ("Dia yang tidur di Wareq"), bekas pusat istana Luwu. Guru agamanya, [[Dato Sulaiman]], dikuburkan di dekatnya. Sekitar tahun 1620, Malangke ditinggalkan dan sebuah ibu kota baru didirikan di sebelah barat, [[Kota Palopo|Palopo]]. Tidak diketahui mengapa wilayah Malangke, yang populasinya mungkin mencapai 15.000 pada abad ke-16, tiba-tiba ditinggalkan: kemungkinan besar termasuk penurunan harga barang besi dan potensi ekonomi perdagangan dengan suku-suku dari dataran tinggi [[Suku Toraja|Toraja]].
 
Pada abad [[abad ke-19|ke-19]], Luwu telah menjadi kerajaan kecil. [[James Brooke]], yang di kemudian hari menjadi Rajah [[Sarawak]], menulis pada tahun [[1830-an]] bahwa "Luwu adalah kerajaan Bugis tertua, dan yang paling rusak [...] Palopo adalah kota yang menyedihkan, yang terdiri dari sekitar 300 rumah, tersebar dan bobrok [...] Sulit dipercaya bahwa Luwu bisa menjadi negara yang kuat, kecuali dalam keadaan peradaban asli yang sangat rendah."<ref>Brooke, J. 1848. ''Narrative of events in Borneo and Celebes down to the occupation of Labuan. From the Journals of James Brooke, Esq. Rajah of Sarawak and Governor of Labuan [. . .] by Captain [[Rodney Mundy]].'' London: John Murray.</ref>
Baris 87:
* 1935-1965: Datu Luwu ke-34 dan ke-26: [[Andi DJemma]], bergelar Petta Matinroe’ ri Amaradekanna merupakan Pajung [[Pahlawan Nasional]] Republik Indonesia dari Sulawesi Selatan
* Datu Luwu ke-35: Andi Jelling, merupakan Pajung, memerintah ketika Andi Jemma ditahan dan diasingkan oleh Belanda.
* Datu Luwu Ke 40 <nowiki>[[La Maradang Andi Mackulau Opu To Bau]]</nowiki> diangkat pada tahun 2012 sampai sekarang
 
== Dalam budaya populer ==