Suku Rejang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 4:
| native_name_lang =
| population = '''{{Circa|940.000|lk=yes}}''' (2018)
| region1 = [[FileBerkas:Bengkulu coa.png|20px]] Provinsi Bengkulu
| pop1 = 900.000
| ref1 =
| region2 = [[FileBerkas:South Sumatra COA.svg|20px]] Provinsi Sumatera Selatan
| pop2 = 35.000
| ref2 =
Baris 26:
Masyarakat Rejang bertutur dalam bahasa Rejang sebagai bahasa ibu, meskipun di daerah kota kecamatan seperti [[Curup, Rejang Lebong|Curup]] yang penduduknya seimbang antara suku Rejang sebagai orang asli dan masyarakat pendatang terdapat gejala penurunan penggunaan bahasa tersebut. Bahasa Rejang perlahan tergantikan oleh bahasa Melayu Bengkulu yang dipandang sebagai **lingua franca** masyarakat Bengkulu yang beragam.
 
== Etimologi ==
Tidak diketahui secara pasti sejak kapan suku Rejang disebut atau menyebut diri mereka sebagai Rejang. Hal lain yang patut dipertanyakan adalah apakah istilah Rejang awalnya merupakan penamaan dari suku bangsa yang besangkutan atau julukan yang dialamatkan oleh suku bangsa lain. Menurut beberapa warga di daerah Lebong, dipercayai bahwa kata Rejang berarti menyeberang atau melintas. Kepercayaan didasarkan pada mitos yang berkembang di kalangan masyarakat Rejang daerah Tapus yang dipercaya sebagai pemukiman Rejang tertua. Kepercayaan tersebut menyebutkan bahwa nenek moyang Rejang datang dari suatu tempat yang jauh dan tidak diketahui di mana lokasi persisnya.
 
Baris 33:
Selain itu, di kalangan masyarakat Desa Taba Anyar beredar cerita bahwa istilah Rejang dan Lebong yang saling berkaitan dan dijadikan sebagai nama [[Kabupaten Rejang Lebong]] berasal dari kebiasaan masyarakat Rejang yang berlangsung hingga saat ini, merajang rebung. Rebung sejak lama telah dikonsumsi sebagai sumber pangan di pedalaman Bengkulu. Dari kebiasaan merajang rebung kemudian muncul istilah Rejang dan Lebong. Walaupun demikian, cerita yang satu ini diragukan banyak pihak dikarenakan terkesan mencocok-cocokkan istilah semata.
 
== Sejarah ==
 
== Persebaran Geografis ==
 
== Budaya ==
 
=== Bahasa, Sastra, dan Aksara ===
==== Bahasa ====
{{utama|Bahasa Rejang}}
Suku Rejang memiliki bahasa dengan nama yang sama. Bahasa Rejang adalah bahasa utama yang dituturkan di rumah atau lingkungan keluarga besar. Sementara di tempat umum atau ketika berkomunikasi dengan masyarakat non-Rejang, bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu Bengkulu. Melayu Bengkulu saat ini dipandang sebagai ''lingua franca'' yang memperlancar komunikasi antara orang asli (Rejang) dengan masyarakat pendatang. Melayu Bengkulu merupakan varian bahasa Melayu yang memiliki penutur di Provinsi Bengkulu. Bahasa Melayu Bengkulu dikenal karena memiliki kemiripan dengan [[Bahasa Minangkabau]] dan Melayu Palembang.
Baris 57:
Penutur dialek Rejang yang satu dengan yang lain sebenarnya dapat saling mengerti dengan tingkat pemahaman mencapai di atas 80%, terkecuali Dialek Rawas. Dialek Rawas hampir tidak dapat dikenali apabila diperdengarkan kepada penutur dialek-dialek yang lain.
 
==== Sastra ====
 
==== Aksara ====
Sebelum abad ke-20, masyarakat Rejang masih menulis surat-surat resmi dalam aksara sendiri yang dinamakan [[Aksara Rejang|Buak Rikung]]. Aksara Rikung sendiri pada masa kini lebih dikenal sebagai Huruf Kaganga dan diajarkan di sekolah-sekolah di Kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten Bengkulu Utara. Aksara ini berjenis abugida dan merupakan turunan dari aksara-aksara India. Ciri terutama aksara tersebut adalah garis-garis yang tajam dan tegas, berkebalikan dengan aksara Jawa atau Bali yang bergelombang. Evolusi aksara Rejang menuju bentuk garis yang tajam, lurus, dan tegas disebut-sebut sebagai adaptasi atas usaha menulis di atas kayu, bambu, dan tulang. Pada bahan dengan permukaan keras, garis melengkung sangat susah dibuat dan hasilnya, garis-garis melengkung berevolusi menjadi garis yang tajam dan lurus.
 
Istilah ''rikung'' dalam bahasa Rejang dapat bermakna sabit untuk memotong rumput dan atau sudut siku-siku. Menurut cerita, aksara Rejang awalnya ditulis dengan alat-alat yang tajam termasuk sabit yang menghasilkan garis-garis tajam. Menurut cerita yang lain pula, aksara Rejang disebut ''rikung'' karena sudutnya siku-siku. Aksara Rejang memiliki 18 buah konsonan utama (''Buak Tu'ai''), 1 buah vokal nyata (tergolong ''Buak Tu'ai''), dan 6 buah konsonan ganda (''Buak Ngimbang''), totalnya terdapat 25 buah huruf. 25 buah huruf ini diberikan tanda diakritik baik tunggal maupun ganda untuk menghasilkan bunyi selain a serta menghasilkan diftong.
 
=== Agama dan Kepercayaan ===
 
==== Kepercayaan Asli ====
Tidak banyak yang diketahui mengenai agama atau kepercayaan yang dianut oleh nenek moyang Rejang. Peninggalan masa kini yang paling jelas dan penting untuk menjabarkan mengenai pengalaman spiritual atau keagamaan masyarakat Rejang lama adalah tradisi ''rɕjung'' dan ''kɕdurai agung''. Kedua tradisi ini tak dapat dipisahkan satu sama lain. ''Rɕjung'' merupakan gunungan berisi hasil bumi atau makanan dan kue yang ditata sedemikian rupa. Tingginya dapat mencapai dua meter. Diduga, ''rɕjung'' menyimbolkan bentuk gunung terutama sekali merujuk pada [[Gunung Kaba|Bukit Kaba]] yang menempati posisi penting dalam suasana kebatinan masyarakat Rejang. ''Rɕjung'' biasa diadakan saat prosesi atau ritual ''kɕdurai agung'' (Kenduri Besar). ''Rɕjung'' adalah persembahan bagi dewa-dewi yang dipuja melalui ''kɕdurai agung''.
 
Baris 89:
}}
 
==== Kepercayaan Masa Kini ====
Dewasa ini mayoritas suku Rejang memeluk agama Islam. Tidak ada catatan statistik resmi perihal jumlah penganut agama dalam komunitas Rejang masa kini. Perkiraan menyebutkan bahwa hampir 100% masyarakat Rejang memeluk agama [[Islam]]. Kebanyakan masyarakat Rejang tidak berafiliasi dengan denominasi Islam tertentu. Namun sebagaimana masyarakat Muslim di Nusantara lainnya, masyarakat Rejang menganut Islam [[Sunni]] dengan [[Mazhab Syafi'i]]. Organisasi keagamaan Islam yang utama meliputi [[Muhammadiyah]] dan [[Nahdlatul 'Ulama|NU]]. Minoritas [[Tarekat Naqsyabandiyah]] yang sering diejek sebagai ''Sulup'' terdapat di Desa [[Suka Datang, Curup Utara, Rejang Lebong|Suka Datang]] dekat dengan aliran Sungai Musi.
 
Boleh dikata hampir tidak ada orang Rejang yang beragama selain Islam. Kalaupun ada jumlahnya tak lebih dari beberapa puluh orang saja. Keberadaan pemeluk agama Hindu atau Budha dan Kristen di wilayah kediaman orang Rejang umumnya berkaitan dengan masyarakat pendatang yang melatabelakanginya. Hindu di Tanah Rejang umumnya adalah orang Bali, agama Budha dipeluk oleh keturunan Tionghoa, dan Kristen dipeluk oleh sebagian orang Jawa dan [[Batak]]. Islam dipandangi sebagai agama rakyat dan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan pada masa kini. Islam mempengaruhi tata cara pemakaman, penggunaan bahan makanan halal, serta menumbuhkan budaya mengaji di masjid dan tahlilan. Islam diperkirakan masuk ke Tanah Rejang pada abad ke-16 masehi. Islam diperkenalkan oleh orang Minang, Banten, dan Aceh yang telah mengalami [[Islamisasi]] lebih dahulu. Sebelum masuknya Islam, disebut-sebut bahwa masyarakat Rejang telah lebih dulu berkenalan dengan agama Hindu yang dibawa dari Tanah Jawa oleh Empat Biku.
 
=== Festival ===
Beberapa festival yang dirayakan oleh masyarakat Rejang, terutamanya ''Rayo'' atau [[Idulfitri]], ''Rayo Ajai'' atau [[Iduladha]], dan perayaan seputar HUT kabupaten masing-masing serta peringatan HUT RI setiap bulan Agustus. ''Rayo'' dan ''Rayo Ajai'' merupakan dua perayaan terbesar suku Rejang. Kedua hari besar agama Islam yang sudah dipandang sebagai agama rakyat ini adalah waktu untuk pulang kampung, mengunjungi kerabat, berwisata bersama keluarga, dan mempererat tali silaturrahmi. Malam menyambut ''Rayo'' serta ''Rayo Ajai'' dirayakan dengan pawai, arak-arakan, dan pertunjukan kembang api dalam skala kecil.
 
Perayaan HUT kabupaten dan HUT RI adalah dua perayaan yang tidak berkaitan dengan agama tertentu yang banyak dirayakan oleh masyarakat Rejang. Dalam HUT kabupaten, biasanya diadakan pameran UMKM kabupaten bersangkutan serta pertunjukan musik yang mengundang penyai atau artis dari berbagai tempat. HUT kabupaten yang paling besar dilangsungkan bulan Mei tiap tahun di Curup, Rejang Lebong. Sementara HUT RI tiap bulan Agustus diramaikan dengan lomba gerak jalan dan lomba-lomba khas kemerdekaan lain seperti [[Panjat pinang|panjat pinang]], [[Balap karung|balap karung]], [[Tarik tambang|tarik tambang]], dan lain-lain.
 
=== Masakan ===
 
=== Arsitektur ===
 
=== Seni Bela Diri ===
Masyarakat Rejang mengenal seni bela diri tradisional sejenis silat. Silat tersebut dikenal dengan nama Silat Pat Petuloi. Silat Pat Petuloi menurut cerita rakyat berasal dari ajaran atau petuah Empat Biku yang membawa peradaban bagi masyarakat Rejang.
==== Senjata Tradisional ====
Senjata tradisional masyarakat Rejang kebanyakan jenisnya berupa senjata tajam. Senjata tradisional ini dalam praktik kehidupan sehari-hari bermetamorfosis menjadi perangkat yang dipakai untuk menciptakan berbagai jenis benda yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Senjata tradisional Rejang meliputi tombak yang disebut ''kujua'' atau ''kujuh'', parang yang disebut ''pitat'', badik yang disebut ''badek'', keris yang disebut ''kɕ-is'', dan badik melengkung yang mirip kuku harimau, disebut ''badek slon imɕu".
 
Penggunaan parang dewasa ini lebih kepada barang bawaan wajib ketika pergi ke kebun. Parang dipergunakan untuk membersihkan belukar, membuat jalan setapak, menebang kayu, dan membuka kelapa. Penggunaan tombak di masa ini sudah semakin jarang. Umumnya dipakai kala menangkap ikan secara tradisional di sungai yang jernih. Keris umumnya dipergunakan dalam seni bela diri silat atau dikeramatkan dan disimpan secara baik di rumah-rumah.
=== Musik ===
 
=== Seni Pertunjukan ===
 
== Lihat pula ==
* [[Bahasa Rejang]]
* [[Budaya Rejang]]
* [[Aksara Kaganga]]
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
== Pranala luar ==
* {{id}} [http://bengkuluekspress.com/telusuri-sejarah-terbitkan-buku-rejang-musi/ Bengkulu Ekspress: Telusuri Sejarah, Terbitkan Buku Rejang Musi]
{{Suku bangsa di Indonesia}}