Kabupaten Tanah Laut: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Nasrie (bicara | kontrib)
Nasrie (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 65:
Selanjutnya pada tahun 1860, tepatnya sejak tanggal 11 Juni 1860 Hindia Belanda mengumumkan pembubaran kesultanan Banjar secara sepihak.<ref name=":4" /><ref name=":3" />
 
=== Zaman Pemerintahan Hindia Belanda (Tahun 1860 - 1940) ===
Ketertarikan Hindia Belanda di Tanah Laut selain pertanian dan rempah-rempah, terutama adalah karena Tanah Laut adalah salah satu daerah yang luas dan sebagai penghasil emas, besi dan platina. Hasil emasnya bahkan lebih banyak daripada di tempat lain.<ref name=":8" />
 
Baris 90:
Tahun 1938 Hindia Belanda menyatukan seluruh administrasi di Kalimantan menjadi satu provinsi bernama [[Kalimantan|Borneo]] (''Gewest Borneo''), yang beribukota di Banjarmasin. [[Bauke Jan Haga|Dr. Bauke Jan Haga]] dilantik sebagai gubernur pertamanya. Kemudian tahun 1939 [[Perang Dunia II]] dimulai, dan pada tahun 1940 Pusat pemerintahan Belanda di Eropa jatuh ke tangan Jerman NAZI.<ref name=":3" />
 
=== Zaman Pendudukan Jepang (Tahun 1941 - 1945) ===
Pada tahun 1941 Kekaisaran [[Jepang]] memulai penaklukkan Asia Timur Raya. Pada tahun 1942 seluruh Kalimantan dikuasai oleh pasukan Jepang. Armada Jepang kemudian mendirikan markas di Banjarmasin dan Balikpapan.<ref name=":3" /> Pasukan yang melalui jalan laut dan mendarat di Jorong adalah yang berasal dari kesatuan Angkatan Laut (''Kaigun'') yang tiba Pelaihari tanggal 13 Februari 1942 dan terus ke Banjarmasin.<ref name=":6">{{Cite news|url=https://bubuhanbanjar.wordpress.com/2010/01/05/maluka-kinrohosi-dan-romusha/|title=Maluka, Kinrohosi, dan Romusha|last=Wajidi|first=|date=2010|work=|newspaper=Bubuhan Banjar|language=id|access-date=|via=}}</ref> Ketika Jepang datang ke Banjarmasin pertahanan Hindia Belanda lemah hingga mudah dikuasai.<ref name=":5" /> Surat kabar Kalimantan Raya No. 12 tanggal 19 Maret 1942 memberitakan bahwa pada hari Senin, 9 Februari 1942 semua badan-badan pegawai Belanda sudah tidak ada lagi di kota Pelaihari. Hari itu yang semestinya hari pasar, berubah menjadi sunyi senyap.<ref name=":6" />
 
Baris 97:
Pada tahun 1945 Perang Dunia II berakhir dan Jepang pun menyerah kepada Sekutu. Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia di Jakarta. Indonesia mengklaim seluruh wilayah Hindia Belanda sebagai bagian dari negara yang baru lahir tersebut. Soekarno-Hatta melantik Pangeran Muhammad Noor sebagai gubernur Kalimantan.<ref name=":3" />
 
=== Zaman Kemerdekaan (Tahun 1945 - 1965) ===
[[Tanah Laut]] adalah sebuah kewedanan yang berada di dalam wilayah Daswati II Banjar, dengan wilayahnya yang luas dan memiliki potensi yang besar sebagai sumber pendapatan asli daerah, seperti hutan beserta isinya, laut dan kekayaan alam di dalamnya dan barang-barang tambang dan galian yang tersimpan di dalam tanah serta kesuburan tanahnya. Potensi cukup besar yang dimiliki oleh Tanah Laut pada waktu itu belum bisa terkelola dikarenakan belum tersedianya sarana dan prasarana yang memadai. Oleh karena keadaan yang demikian dan sejalan dengan adanya beberapa kewedanan di [[Kalimantan Selatan]] yang menuntut untuk dijadikan Daswati II, membangkitkan semangat dan keinginan yang kuat bagi tokoh-tokoh dan masyarakat Tanah Laut untuk meningkatkan kewedanannya menjadi Daswati II. Hasrat tersebut pernah disampaikan oleh wakil-wakil LVRI Tanah Laut melalui sebuah resolusi dalam Konverda LVRI se-Kalimantan Selatan di [[Martapura]] yang disampaikan oleh Ach. Syairani dan kawan-kawan pada tahun [[1956]]. Kemudian pada tahun [[1957]] H. Arpan dan kawan-kawan, selaku wakil rakyat Tanah laut yang duduk di [[DPRD]] Banjar, memperjuangkan bagi otonom Daswati II Tanah Laut, namun belum juga membuahkan hasil. Kemudian pada tanggal [[15 April]] [[1961]] bertempat di rumah H. Bakeri, Kepala Kampung Pelaihari, berkumpullah lima orang pemuda yaitu: Atijansyah Noor, Moh. Afham, Materan HB, H. Parhan HB dan EM. Hulaimy bertukar pendapat untuk memperjuangkan kembali kewedanan Tanah Laut menjadi Daswati II.