Bank Ekspor Impor Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 23:
'''Bank Ekspor Impor Indonesia''' (disingkat '''Bank Exim''') adalah sebuah [[bank]] pemerintah yang pernah ada di [[Indonesia]]. Spesialisasinya adalah dalam bidang pembiayaan perdagangan. Bank ini di''merger'' dengan tiga bank lainnya ([[Bank Bumi Daya]], [[Bank Dagang Negara]], dan [[Bank Pembangunan Indonesia]]) pada Juli [[1999]] menjadi [[Bank Mandiri]].
 
Sejarah Bank Ekspor Impor Indonesia berawal dari perusahaan dagang Belanda ''N.V. Nederlansche Handels Maatschappij'' yang didirikan pada tahun [[1824]]<ref>{{Cite web|url=https://tirto.id/bapindo-penerus-bin-yang-digarong-eddy-tansil-cHkN|title=Bapindo: Penerus BIN Yang Digarong Eddy Tansil - Tirto.ID|last=Matanasi|first=Petrik|website=tirto.id|language=en|access-date=2018-04-09}}</ref> dan mengembangkan kegiatannya di sektor perbankan pada tahun [[1870]]. Pemerintah Indonesia menasionalisasi perusahaan ini pada tahun [[1960]], dan selanjutnya pada tahun [[1965]] perusahan ini digabung dengan [[Bank Negara Indonesia]] menjadi Bank Negara Indonesia Unit II. Pada tahun 1968 Bank Negara Indonesia Unit II dipecah menjadi dua unit, salah satunya adalah Bank Negara Indonesia Unit II Divisi Expor – Impor, yang akhirnya menjadi Bank Exim, bank pemerintah yang membiayai kegiatan ekspor dan impor.
 
== Sejarah ==
Perusahaan dagang ''Nederlandsche Handel Maatsehappij'' (NHM) didirikan berkat restu dari Raja Belanda Willem I yang mengeluarkan Surat Keputusan Raja Tanggal 29 Maret 1824 nomor 163. Pada tahun 1824, perusahaan ini membuka kantor cabangnya di Betawi yang dikenal sebagai Factorij.<ref name=":0">{{Cite web|url=https://tirto.id/nhm-kompeni-kecil-cikal-bakal-bank-mandiri-cFxH|title=NHM, "Kompeni Kecil" Cikal Bakal Bank Mandiri - Tirto.ID|last=Matanasi|first=Petrik|website=tirto.id|language=en|access-date=2018-04-09}}</ref> Menurut Alexander Claver<ref name=":1">{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/893909815|title=Dutch commerce and Chinese merchants in Java : colonial relationships in trade and finance, 1800-1942|last=Alexander.|first=Claver,|isbn=9004256571|location=Leiden|oclc=893909815}}</ref>, NHM dengan cepat tumbuh menjadi besar dengan Amsterdam menjadi pangkalan komoditas dagang besarnya. NHM juga mengoperasikan kapal-kapal untuk memuat dagangan sejak 1830.
 
NHM mendapat hak istimewa dari Raja dan Pemerintah Belanda untuk mengangkut serta menjual hasil bumi Indonesia yang sebagian besar diperoleh dari hasil Cultuurstelsel atau tanam paksa.<ref>{{Cite book|title=Jakarta dari Tepian Air Ke Kota Proklamasi|last=Dumadi|first=Sagimun Mulus|publisher=Dinas Museum dan Sejarah Pemprov DKI Jakarta|year=1988|isbn=|location=Jakarta|pages=}}</ref> Anthony Reid dalam bukunya ''A History of Southeast Asia: Critical Crossroads'' menyebut NHM sebagai ''Kompeni Kecil''.<ref>{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/893202848|title=A history of Southeast Asia : critical crossroads|last=1939-|first=Reid, Anthony,|isbn=1118512936|location=Chichester, West Sussex|oclc=893202848}}</ref>
 
Seperti saudara tuanya VOC, ada pegawai-pegawai NHM yang terlibat penyelundupan.<ref>{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/962743140|title=Makassar abad XIX : studi tentang kebijakan perdagangan maritim|last=1948-|first=Poelinggomang, Edward L. (Edward Lamberthus),|isbn=602424164X|edition=Cetakan kedua|location=Jakarta|oclc=962743140}}</ref> NHM juga mulai melakukan diversifikasi usaha. Sebelum tanam paksa dihapus pada 1870, mulai dari awal 1850-an, NHM mulai membiayai perkebunan di Hindia Belanda. Skema pembiayaannya berupa uang muka panen, pinjaman hipotek dan penyertaan modal. <ref name=":2">{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/932622840|title=Colonial and imperial banking history|last=Hubert,|first=Bonin,|isbn=1317218914|location=London|oclc=932622840}}</ref>
Pembiayaan usaha yang dibantu NHM di antaranya adalah bisnis tekstil. Pemerintah Belanda mendukung industri yang masih muda dengan menciptakan gerai buatan untuk produknya di Hindia Belanda. Pada sebuah pukulan pena, keputusan dibuat untuk melipatgandakan ekspor tekstil ke koloni tersebut, dan NHM diberi kontrak pertamanya pada tahun 1835.<ref name=":1" />
NHM juga aktif dalam perdagangan valuta asing. Pada tahun 1880, NHM akhirnya menjadikan valas sebagai bisnis pentingnya. Kegiatan lainnya adalah, transaksi surat berharga, transfer via telegraf, dan pembiayaan impor di Hindia Belanda. Diversifikasi ke perbankan terutama dilakukan melalui De Factorij dan agen Singapura. NHM memiliki kelompok kegiatan ketiga, yang terkait dengan perannya yang lebih penting: berpartisipasi dalam pendirian industri.<ref name=":2" /> NHM sendiri punya pabrik-pabrik gula dan memiliki lebih dari 17 pabrik gula.<ref>{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/53305485|title=Kepialangan, politik, dan revolusi : Palembang, 1900-1950|last=1955-|first=Zed, Mestika,|date=2003|publisher=LP3ES|isbn=9793330015|edition=Cet. 1|location=Jakarta|oclc=53305485}}</ref>
 
Pada abad ke-20, perusahaan ini berkantor pusat di Jalan Stasiun Kota nomor 1, Jakarta di gedung bergaya Niew Zakelijk atau Art Deco Klasik, yang kini menjadi Gedung Museum Bank Mandiri. Gedung rancangan [[J.J.J de Bruyn]], [[A.P. Smits]] dan [[C. van de Linde]] ini mulai dibangun tahun 1929 dan resmi dibuka pada 14 Januari 1933 oleh C.J Karel Van Aalst, Presiden NHM ke-10. Gedung Museum ini sekarang termasuk dalam kawasan cagar budaya Kota Tua Jakarta.<ref name=":0" />
 
Hingga 1950an, NHM masih menjadi salah satu dari ''The Big Eight'' dari perusahaan-perusahaan Belanda yang cukup berpengaruh di Indonesia. Dalam dunia perbankan di Indonesia saat itu, NHM, bersama ''Escompto Bank'' dan ''National Handel Bank'' adalah ''The Big Three Bank''. Di sana, orang-orang Belanda masih berkuasa. Namun, di tahun 1950an bukan masa tenang untuk mereka karena nasionalisasi perusahaan asing membuat banyak aset milik Belanda menjadi milik negara.<ref name=":0" />
 
NHM dinasionalisasi berdasarkan Peraturan Pemerintah No.44 tahun 1960 lalu dilebur menjadi Bank Koperasi Tani dan Nelayan pada 5 Desember 1960. Namun, pada 31 Desember 1968 kembali diubah '''Bank Ekspor Impor Indonesia''' (BEII). Belakangan, bersama [[Bank Dagang Negara|Bang Dagang Negara]], [[Bank Bumi Daya]], dan [[Bank Pembangunan Indonesia]], bank ini digabung menjadi Bank Mandiri pada 2 Oktober 1998.<ref name=":0" />
 
== Referensi ==