Hindia Belanda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 99:
Sejak kedatangan kapal-kapal Belanda yang pertama pada akhir abad ke-16, hingga deklarasi kemerdekaan pada tahun 1945, kontrol Belanda atas kepulauan Indonesia tergolong lemah. Meskipun Jawa didominasi oleh Belanda,<ref>Luc Nagtegaal, ''Riding the Dutch Tiger: The Dutch East Indies Company and the Northeast Coast of Java, 1680–1743'' (1996)</ref> banyak daerah yang tetap independen dan berdiri sendiri selama periode ini, termasuk [[Aceh]], [[Bali]], [[Lombok]] dan [[Kalimantan]].<ref name="LP_23-25">*{{Cite book| last =Witton | first =Patrick | title =Indonesia | publisher =Lonely Planet | year =2003 | location =Melbourne | pages =23–25| isbn=1-74059-154-2 }}</ref> Ada banyak perang dan gangguan di seluruh wilayah nusantara karena berbagai kelompok pribumi menolak upaya untuk membangun hegemoni Belanda, yang melemahkan kontrol Belanda dan mengikat pasukan militernya.<ref>{{Cite book|last=Schwarz |first=A. |year=1994 |title=A Nation in Waiting: Indonesia in the 1990s|pages= 3–4 |publisher=Westview Press |isbn=1-86373-635-2}}</ref> Perompakan tetap menjadi masalah hingga pertengahan abad ke-19.<ref name="LP_23-25"/> Akhirnya pada awal abad ke-20, dominasi Belanda diperluas di seluruh area yang nantinya akan menjadi wilayah Indonesia modern.
 
[[Berkas:Nicolaas Pieneman - The Submission of Prince Dipo Negoro to General De Kock.jpg|thumbjmpl|leftkiri|Penyerahan [[Diponegoro|Pangeran Diponegoro]] kepada [[Hendrik Merkus de Kock|Jenderal De Kock]] pada akhir [[Perang Diponegoro]] pada tahun 1830, dilukis oleh [[Nicolaas Pieneman]]]]
Pada tahun 1806, dengan Belanda di bawah dominasi [[Kekaisaran Perancis]], Kaisar [[Napoleon Bonaparte|Napoleon I]] menunjuk saudaranya [[Louis Bonaparte]] untuk menduduki tahta Belanda, yang menyebabkan penobatan Marsekal [[Herman Willem Daendels]] sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tahun 1808.<ref>{{Cite book | last = Kumar | first = Ann | title = Java | publisher = Periplus Editions| year = 1997 | location = Hong Kong | page = 44 | isbn = 962-593-244-5}}</ref> Pada tahun 1811, Daendels digantikan oleh Gubernur Jenderal [[Jan Willem Janssens]], tetapi tidak lama setelah kedatangannya, pasukan Inggris menduduki beberapa pelabuhan Hindia Belanda termasuk Jawa, dan [[Thomas Stamford Raffles]] menjadi Letnan Gubernur. Setelah kekalahan Napoleon pada [[Pertempuran Waterloo]] tahun 1815 dan [[Kongres Wina]], kontrol Belanda atas wilayah ini dipulihkan pada tahun 1816.<ref>Ricklefs (1991), hlmn. 111–114</ref> Di bawah [[Perjanjian Inggris-Belanda 1824|Perjanjian Inggris-Belanda]] 1824, Belanda mengamankan permukiman Inggris seperti [[Bengkulu]] di Sumatera, sebagai imbalan untuk menyerahkan kendali atas daerah jajahan mereka di [[Semenanjung Malaya]] ([[Malaya Britania|Malaya]]) dan [[India Belanda]]. Perbatasan antara bekas daerah jajahan milik Inggris dan Belanda pada hari ini merupakan batas modern antara Malaysia dan Indonesia.
 
Sejak berdirinya VOC pada abad ke-17, perluasan wilayah Belanda telah menjadi masalah bisnis. Gubernur Jenderal [[Graaf van den Bosch]] (1830–1835) menegaskan profitabilitas sebagai fondasi kebijakan resmi, membatasi perhatiannya hanya untuk Pulau Jawa, Sumatera dan [[Pulau Bangka|Bangka]].<ref name="Rickelfs131"/> Namun, sejak sekitar tahun 1840, ekspansi nasional Belanda membuat mereka mengobarkan serangkaian perang untuk memperbesar dan mengkonsolidasikan daerah jajahan mereka di pulau-pulau terluar.<ref>Vickers (2005), hlm. 10; Ricklefs (1991), hlm. 131</ref> Motivasi mereka termasuk: perlindungan daerah yang sudah dimiliki; intervensi pejabat Belanda yang ambisius untuk kehormatan atau promosi jabatan; dan untuk membangun klaim Belanda di seluruh wilayah nusantara dalam rangka mencegah intervensi dari kekuatan Barat lainnya selama era [[Imperialisme Baru|upaya kolonialisme bangsa Eropa]].<ref name="Rickelfs131">Ricklefs (1991), hlm. 131</ref> Karena eksploitasi sumber daya Indonesia meluas di luar Jawa, sebagian besar pulau terluar berada di bawah kendali atau pengaruh langsung pemerintah Belanda.
 
[[Berkas:Het zevende bataljon tot de aanval oprukkend.jpg|thumbjmpl|leftkiri|Batalyon ke–7 Belanda bergerak maju di Bali pada tahun 1846]]
Belanda menaklukkan wilayah [[Orang Minangkabau|Minangkabau]] di Sumatera dalam [[Perang Padri]] (1821–1938),<ref>Ricklefs (1991), hlm. 142</ref> dan [[Perang Jawa]] (1825–1930) juga mengakhiri perlawanan masyarakat Jawa yang signifikan.<ref name ="Friend p21"/> [[Perang Banjarmasin]] (1859–1863) di tenggara pulau Kalimantan berakhir dengan kekalahan Sultan.<ref>Ricklefs (1991), hlmn. 138-139</ref> Setelah ekspedisi yang gagal untuk menaklukkan Bali pada tahun [[Perang Bali I|1846]] dan [[Perang Bali II|1848]], [[Intervensi Belanda di Bali (1849)|peperangan tahun 1849]] membawa wilayah Bali bagian utara berada di bawah kendali Belanda. Ekspedisi militer yang paling berkepanjangan adalah [[Perang Aceh]], di mana invasi Belanda pada tahun 1873 dihadapi dengan perlawanan gerilya kaum pribumi dan berakhir dengan menyerahnya Aceh pada tahun 1912.<ref name ="Friend p21">Friend (2003), hlm. 21</ref> Gangguan terus terjadi di Pulau Jawa dan Sumatra selama sisa abad ke-19.<ref name="LP_23-25"/> Namun, [[Pulau Lombok]] [[Intervensi Belanda di Lombok dan Karangasem|berada di bawah kendali Belanda]] pada tahun 1894,<ref>Vickers (2005), hlm. 13</ref> dan perlawanan suku Batak di Sumatera Utara [[Perang Batak|ditaklukan]] pada tahun 1895.<ref name ="Friend p21"/> Menjelang akhir abad ke-19, keseimbangan kekuatan militer bergeser ke arah negara Belanda dengan industri yang sedang berkembang melawan [[:en:wikt:polity|negara]] pribumi Indonesia dengan pra-industrinya, dan kesenjangan teknologi semakin melebar.<ref name="Rickelfs131"/> Para pemimpin militer dan politikus Belanda percaya bahwa mereka memiliki kewajiban moral untuk membebaskan penduduk asli Indonesia dari para penguasa pribumi yang dianggap menindas, terbelakang, atau tidak menghormati hukum internasional.<ref name="Vickers 2005, hlm. 14">Vickers (2005), hlm. 14</ref>
 
Meskipun pemberontakan di Indonesia pecah, kekuasaan pemerintah kolonial diperluas ke seluruh wilayah nusantara dari tahun 1901 hingga 1910 dan kontrol atas wilayah tersebut juga diambil dari para penguasa lokal yang tersisa.<ref name="Reid 1974, p. 1">Reid (1974), hlm. 1.</ref> [[Sulawesi]] barat daya dan [[Sulawesi Tengah|tengah]] diduduki pada tahun 1905 hingga 1906, Pulau Bali ditaklukkan dengan kampanye militer pada tahun [[Intervensi Belanda di Bali (1906)|1906]] dan [[Intervensi Belanda di Bali (1908)|1908]], begitu pula kerajaan-kerajaan lain yang tersisa di Maluku, Sumatera, Kalimantan, dan [[Nusa Tenggara]].<ref name ="Friend p21"/><ref name="Vickers 2005, p. 14"/> Para penguasa lain termasuk Sultan [[Kesultanan Tidore|Tidore]] di Maluku, [[Kesultanan Pontianak|Pontianak]] (Kalimantan), dan [[Palembang]] di Sumatera, meminta perlindungan Belanda dari kerajaan-kerajaan tetangga sehingga membuat mereka menghindari penaklukan militer oleh Belanda dan mampu menegosiasikan kondisi yang lebih baik di bawah pemerintahan kolonial.<ref name="Vickers 2005, p. 14"/> [[Semenanjung Kepala Burung]] ([[Nugini Barat]]), sudah berada di bawah pemerintahan Belanda pada tahun 1920. Wilayah terakhir ini di kemudian hari akan menjadi wilayah Republik Indonesia.
 
=== Perang Dunia II dan kemerdekaan ===
{{Main article|Kampanye Hindia Belanda|Pendudukan Jepang di Indonesia|Revolusi Nasional Indonesia}}
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De nieuwe Gouverneur-Generaal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer verlaat samen met de zojuist afgetreden G.G. B.C. de Jonge het gebouw van de Volksraad waar de bestuursoverdracht plaatsvond TMnr 10018818.jpg|thumbjmpl|[[A. W. L. Tjarda van Starkenborgh Stachouwer|Tjarda van Starkenborgh Stachouwer]] dan [[Bonifacius Cornelis de Jonge|B. C. de Jonge]], [[Gubernur Jenderal Hindia Belanda|Gubernur Jenderal]] terakhir dan kedua terakhir di Hindia Belanda sebelum [[Pendudukan Jepang di Indonesia|invasi Jepang]]]]
Belanda menyerahkan wilayah mereka di Eropa ke [[Jerman Nazi|Jerman]] pada tanggal 14 Mei 1940. Keluarga kerajaan melarikan diri dalam pengasingan di Inggris. Jerman dan Jepang adalah sekutu Poros. Pada tanggal 27 September 1940, Jerman, [[Kerajaan Hongaria (1920-46)|Hongaria]], [[Kerajaan Italia|Italia]], dan [[Kekaisaran Jepang|Jepang]] menandatangani sebuah perjanjian yang mencakup "lingkup pengaruh". Hindia Belanda sendiri dimasukkan ke wilayah lingkup pengaruh Jepang.
 
Baris 153:
=== Hukum dan administrasi ===
{{see also|Gubernur Jenderal Hindia Belanda}}
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Het paleis van de gouverneur-generaal aan het Koningsplein in Batavia TMnr 60025394.jpg|thumbjmpl|uprightlurus|Istana Gubernur Jenderal di Batavia (1880-1900)]]
Sejak jaman VOC, otoritas tertinggi Belanda di Hindia Belanda berada di "Kantor Gubernur Jenderal". Selama era Hindia Belanda, Gubernur Jenderal berperan sebagai presiden eksekutif utama dari pemerintah kolonial dan menjabat sebagai [[panglima tertinggi]] tentara kolonial (KNIL). Hingga tahun 1903, semua pejabat dan organisasi pemerintah adalah agen resmi Gubernur Jenderal dan sepenuhnya bergantung pada administrasi pusat dari "Kantor Gubernur Jenderal" untuk anggaran mereka.<ref>R.B. Cribb and A. Kahin, p. 108</ref> Hingga tahun 1815, Gubernur Jenderal memiliki hak mutlak untuk melarang, menyensor atau membatasi publikasi apa pun di wilayah koloni. Kekuasaan Gubernur Jenderal yang terlalu besar memungkinkannya untuk mengasingkan siapa pun yang dianggap sebagai pihak subversif dan berbahaya bagi perdamaian dan ketertiban, tanpa melibatkan Pengadilan Hukum.<ref>R.B. Cribb and A. Kahin, p. 140</ref>
 
Baris 160:
 
=== Angkatan bersenjata ===
[[FileBerkas:Javaanse KNIL-militairen.jpg|thumbjmpl|Prajurit KNIL asli Indonesia, 1927.]]
{{main article|Tentara Kerajaan Hindia Belanda|Angkatan Udara Tentara Kerajaan Hindia Belanda|Angkatan Laut Gubernemen}}
[[Tentara Kerajaan Hindia Belanda]] (KNIL) dan [[Angkatan Udara Tentara Kerajaan Hindia Belanda]] (ML-KNIL) didirikan pada tahun 1830 dan 1915 secara berturut-turut. Pasukan Angkatan Laut dari [[Angkatan Laut Kerajaan Belanda]] bermarkas di [[Kota Surabaya|Surabaya]], tetapi tidak pernah menjadi bagian dari KNIL. KNIL adalah cabang terpisah dari [[Tentara Kerajaan Belanda]], dipimpin oleh Gubernur Jenderal dan didanai oleh anggaran kolonial. KNIL tidak diizinkan merekrut orang Belanda yang sedang wajib militer dan memiliki sifat "[[Sukarelawan asing|Legiun Asing]]" dan memiliki kebiasaan merekrut bukan hanya orang Belanda, tetapi juga dari banyak negara Eropa lainnya (terutama tentara bayaran Jerman, Belgia, dan Swiss).<ref>Blakely, Allison (2001). Blacks in the Dutch World: The Evolution of Racial Imagery in a Modern Society. Indiana University Press. hlm. 15 {{ISBN|0-253-31191-8}}</ref> Sementara sebagian besar perwira adalah orang Eropa, mayoritas prajurit adalah orang Indonesia asli, dan kontingen terbesar adalah [[orang Jawa]] dan [[orang Sunda|Sunda]].<ref>Cribb, R.B. (2004) 'Historical dictionary of Indonesia'. Scarecrow Press, Lanham, USA.{{ISBN|0 8108 4935 6}}, hlm. 221 [https://books.google.com/books?id=SawyrExg75cC&dq=number+of+javanese+in+KNIL&source=gbs_navlinks_s]; [Catatan: Statistik KNIL pada tahun 1939 menunjukkan setidaknya 13,500 orang Jawa dan Sunda yang bergabung dengan mereka, dibandingkan dengan 4,000 prajurit dari Ambon]. Sumber: [http://www.defensie.nl/nimh/geschiedenis/tijdbalk/1814-1914_nederlands-indi/ Netherlands Ministry of Defense].</ref>
Baris 167:
| editorlink=Nicholas Tarling |title=The Cambridge History of Southeast Asia: Volume 2, the Nineteenth and Twentieth Centuries|url=https://books.google.com/books?id=pBfsaw64rjMC&pg=PA104|year=1992|publisher=Cambridge Universiy Press|page=104|isbn=9780521355063}}</ref> Otoritas militer kolonial berusaha mencegah perang terhadap penduduk dengan menggunakan 'strategi kekaguman'. Ketika perang gerilya terjadi, Belanda menggunakan skema pendudukan yang lemah dan kejam atau kampanye penghancuran.<ref>{{cite journal |first=Petra |last=Groen |title=Colonial warfare and military ethics in the Netherlands East Indies, 1816–1941 |journal=[[Journal of Genocide Research]] |year=2012 |volume=14 |issue=3 |pages=277–296 |doi=10.1080/14623528.2012.719365 }}</ref>
 
[[Berkas:Op-mars-in-de-XXII-Moekims-.jpg|thumbjmpl|[[Perang Aceh]] (1873–1914) antara Belanda dengan [[Kesultanan Aceh]]]]
Pada tahun 1900, kepulauan nusantara dianggap telah "distabilkan" dan KNIL pada umumnya terlibat dengan tugas-tugas polisi militer. Hakikat KNIL berubah pada tahun 1917 ketika pemerintah kolonial memperkenalkan [[dinas militer|wajib militer]] untuk semua laki-laki Eropa yang memenuhi syarat dan pada tahun 1922,<ref>Willems, Wim ‘Sporen van een Indisch verleden (1600-1942).’ (COMT, Leiden, 1994). Chapter I, P.32-33 {{ISBN|90-71042-44-8}}</ref> pengesahan hukum tambahan memperkenalkan penciptaan "Garda nasional" (bahasa Belanda: Landstorm) untuk laki-laki Eropa yang usianya melebihi 32 tahun.<ref>Willems, Wim ‘Sporen van een Indisch verleden (1600-1942).’ (COMT, Leiden, 1994). Chapter I, P.32-36 {{ISBN|90-71042-44-8}}</ref> Petisi oleh kaum nasionalis Indonesia untuk mendirikan dinas militer yang terdiri dari masyarakat pribumi ditolak. Pada bulan Juli 1941, ''Volksraad'' mengesahkan undang-undang yang menciptakan milisi pribumi yang terdiri dari 18.000 orang setelah memenangkan suara mayoritas 43 berbanding 4, dan hanya [[Partai Indonesia Raya]] yang moderat yang keberatan. Setelah deklarasi perang dengan Jepang, lebih dari 100.000 penduduk pribumi secara sukarela bergabung.<ref>John Sydenham Furnivall, ''Colonial Policy and Practice: A Comparative Study of Burma and Netherlands India'' (Cambridge: Cambridge University Press, 1948), hlm. 236.</ref> KNIL dengan tergesa-gesa tidak mampu untuk bertransformasi menjadi kekuatan militer modern yang mampu melindungi Hindia Belanda dari invasi Kekaisaran Jepang. Pada malam invasi Jepang pada bulan Desember 1941, pasukan reguler Belanda di Hindia Belanda terdiri atas sekitar 1.000 perwira dan 34.000 prajurit, dan 28.000 orang di antaranya adalah pribumi. Selama [[kampanye Hindia Belanda]] pada tahun 1941 hingga 1942, KNIL dan pasukan Sekutu dengan cepat dikalahkan.<ref>{{cite web|last=Klemen |first=L |url=http://www.dutcheastindies.webs.com/index.html |title=Dutch East Indies 1941-1942 |date=1999–2000 |work= |publisher=Dutch East Indies Campaign website |deadurl=yes |archiveurl=https://web.archive.org/web/20110726053035/http://www.dutcheastindies.webs.com/index.html |archivedate=26 Juli 2011 |df=dmy }}</ref> Semua prajurit Eropa, yang pada dasarnya mencakup semua pria Indo-Eropa yang berbadan sehat, ditawan oleh Jepang sebagai [[tahanan perang]]. Sekitar 25% dari para tahanan perang tersebut tidak mampu bertahan dan gugur dalam masa penawanan mereka.
 
Baris 178:
 
== Warisan kolonial di Belanda ==
[[Berkas:1916 Dutch East Indies - Art.jpg|thumbjmpl|Citra kekaisaran Belanda yang mewakili Hindia Belanda (1916). Teks itu berbunyi "Permata kita yang paling berharga".]]
Ketika [[Keluarga Kerajaan Belanda]] berdiri pada tahun 1815, sebagian besar kekayaannya berasal dari perdagangan kolonial.<ref>Sampai hari ini keluarga Kerajaan Belanda sebenarnya adalah keluarga terkaya di Belanda, dan salah satu fondasi kekayaannya adalah perdagangan kolonial.{{cite web|url=https://www.forbes.com/2007/08/30/worlds-richest-royals-biz-royals07-cx_lk_0830royalintro_slide_15.html?thisSpeed=30000 |title=In Pictures: The World's Richest Royals |publisher=Forbes.com |date=30 Agustus 2007 |accessdate=5 Maret 2010}}</ref>
 
Baris 185:
Tradisi KNIL dijaga oleh [[Resimen Van Heutsz]] dari [[Angkatan Darat Kerajaan Belanda]] yang modern dan Museum ''[[Bronbeek]]'' yang berdedikasi, bekas rumah bagi tentara KNIL yang sudah pensiun, ada di [[Arnhem]] hingga hari ini.
 
[[FileBerkas:Indisch tuinfeest op Arendsdorp Weeknummer 27-15 - Open Beelden - 16627.ogv|thumbjmpl|leftkiri|150px|Sebuah film berita Belanda tertanggal tahun 1927 menunjukkan pameran Hindia Belanda di Belanda yang menampilkan [[orang Indo]] dan Pribumi dari Hindia Belanda yang menampilkan tarian dan musik tradisional dalam pakaian tradisional.<ref>Catatan: Pesta kebun tahun 1927, di tanah pedesaan ''Arendsdorp'' di ''Wassenaarse weg'' dekat Den Haag, untuk kepentingan para korban bencana badai 2 Juni 1927 di Belanda. Pasar ini dibuka oleh [[Kementerian Koloni Belanda|Menteri Koloni]], dr. J.C. Koningsberger.</ref>]]
 
Banyak keluarga kolonial yang masih hidup dan keturunan mereka yang pindah kembali ke Belanda setelah kemerdekaan cenderung untuk mengenang kembali era kolonial dengan perasaan kekuatan dan prestise yang mereka miliki di koloni, dengan barang-barang seperti buku tahun 1970 ''Tempo Doeloe'' oleh penulis [[Rob Nieuwenhuys]], serta buku-buku dan materi lain yang menjadi sangat umum ditemui pada 1970-an dan 1980-an.<ref>Nieuwenhuys, Robert, (1973) Tempo doeloe : fotografische documenten uit het oude Indie, 1870–1914 [door] E. Breton de Nijs (pseud. of Robert Nieuwenhuys) Amsterdam : Querido, {{ISBN|90-214-1103-2}} – noting that the era wasn't fixed by any dates – noting the use of Tio, Tek Hong,(2006) Keadaan Jakarta tempo doeloe : sebuah kenangan 1882–1959 Depok : Masup Jakarta {{ISBN|979-25-7291-0}}</ref> Selain itu, sejak abad ke-18 dunia sastra Belanda memiliki sejumlah besar penulis mapan, seperti Louis Couperus, penulis "The Hidden Force", mengambil era kolonial sebagai sumber inspirasi penting.<ref>Nieuwenhuys (1999)</ref> Bahkan salah satu karya agung [[sastra Belanda]] adalah buku "[[Max Havelaar]]" yang ditulis oleh [[Multatuli]] pada tahun 1860.<ref>Etty, Elsbeth literary editor for the [[NRC handelsblad]] "Novels: Coming to terms with Calvinism, colonies and the war." (NRC Handelsblad. Juli 1998) [http://retro.nrc.nl/W2/Lab/Profiel/Nederland/novels.html]</ref>