Hermeneutika: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
ShareMan 15 (bicara | kontrib)
Dikembalikan ke revisi 13778260 oleh Adeninasn (bicara): Diduga terindikasi vandalisme. (TW)
Tag: Pembatalan
Baris 1:
'''Hermeneutika''' adalah salah satu jenis [[filsafat]] yang mempelajari tentang [[interpretasi]] makna.<ref name="mulyono" /> Nama hermeneutika diambil dari kata kerja dalam bahasa Yunani ''hermeneuein'' yang berarti, menafsirkan, memberi pemahaman, atau menerjemahkan.<ref name="mulyono" /> Jika dirunut lebih lanjut, kata kerja tersebut diambil dari nama [[Hermes]], [[dewa]] [[Pengetahuan]] dalam [[mitologi]] [[Yunani]] yang bertugas sebagai pemberi pemahaman kepada manusia terkait pesan yang disampaikan oleh para dewa-dewa di [[Olympus]].<ref name="hamilton">{{cite book|author= Hamilthon, Edith|title=Mitologi Yunani|publisher=Lagung Pustaka|location=Yogyakarta|year=2009|id=ISBN 979-1-69804-564-0}}</ref> Fungsi Hermes adalah penting sebab bila terjadi kesalahpahaman tentang pesan dewa-dewa, akibatnya akan fatal bagi seluruh umat manusia. Hermes harus mampu menginterpretasikan atau menyadur sebuah pesan ke dalam bahasa yang dipergunakan oleh pendengarnya. Sejak saat itu Hermes menjadi simbol seorang duta yang dibebani dengan sebuah misi tertentu. Berhasil-tidaknya misi itu sepenuhnya tergantung pada cara bagaimana pesan itu disampaikan. Oleh karena itu, hermeneutik pada akhirnya diartikan sebagai ‘proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti’Perbedaanmengerti’.<ref>E. TafsirSumaryono. dengan1999. Hermeneutika''Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat''. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 23-24</ref>
Al-Qur’an sebabagi sebuah kitab suci dan pedoman hidup kaum Muslimin telah, sedang dan akan selalu ditafsirkan. Karena itu, dalam pandangan kaum Muslimin tafsir al-Qur’an adalah istilah yang sangat mapan. Bagaimanapun, akhir-akhir ini istilah hermeneutika al-Qur’an (Quranic hermeneutics) sering digemakan oleh para orientalis dan para pemikir Muslimin modernis seperti Hassan Hanafi, Fazlur Rahman, Mohamed Arkoun, Nasr Hamid Abu Zayd, Amina Wadud Muhsin, Ashgar Ali Engineer, Farid Esack dan lain-lain. Padahal istilah hermeneutika, adalah kosa kata filsafat Barat, yang juga sangat terkait dengan interpretasi Bibel.
 
Karena itu tafsir “benar-benar tidak identik dengan hermeneutika Yunani, juga tidak identik dengan hermeneutika Kristen, dan tidak juga sama dengan ilmu interpretasi kitab suci dari kultur dan agama lain.[19] Dengan melihat beberapa perbedaan sebagai berikut:
 
No.
 
Tafsir
 
Hermeunitika
 
1.
 
Memiliki konsep yang jelas, berurat serta berakar di dalam Islam Dibangun atas faham relatifisme
2.
 
Para mufassir yang tekemuka sepanjang masa tetap memiliki kesepakatan-kesepakatan. Menggiring kepada gagasan bahwa segala penafsiran al-Qur’an itu relative
3.
 
Merujuk kepada ilmu yang dengannya pemahaman terhadadap Kitab Allah yang diturunkan kepada Rasulullah saw, penjelasan mengenai makna-makna Kitab Allah dan penarikan hukum-hukum beserta hikmahnya diketahui Diasosiasikan kepada Hermes, seorang utusan dewa dalam mitologi Yunani Kuno yang bertugas menyampaikan dan menerjemahkan pesan Dewata yang masih samar-samar ke dalam bahasa yang dipahami manusia
4. Sumber epistimologi adalah wahyu al-Qur’an. Sumber epistemologis dari akal semata-mata yang memuat zann (dugaan), shakk (keraguan), mira (asumsi),
5. Sejarah tafsir yang sudah begitu mapan di dalam Islam Muncul didalam konteks peradaban barat, yang didominasi oleh konsep ilmu yang skeptik atau spekulasi akal
6. Ilmu pendukung dalam menafsirkan al-Qur’an sudah ada dan mapan Tidak ada ilmu pendukung hermeneutika.[20]
Disamping perbedaan di atas, masih ada beberapa hal yang menjadikan tafsir al-Qur’an tidak sama dengan hermeneutika al-Qur’an. Atau dengan kata lain sejarah perkembangan tafsir al-Qur’an berbeda dengan sejarah perkembangan hermeneutika biebel. Yaitu antara lain:
 
Teks al-Qur’an, sejak diwahyukan kepada Nabi Muhammad sampai sekarang tidak ada masalah, yakni tetap dalam bahasa Arab. Berbeda dengan Bible berbahasa Hebrew (atau materi-materi yang membentuk Perjanjian Lama), menurut para cendekiawan mereka, tidaklah dibangun sepenuhnya atas dasar ilmiah historis yang menunjukkan keasliannya, tapi berdasarkan pada keimanan belaka, dan jika ada kesalahan yang seperti itu ia dapat dikoreksi hanya dengan pembetulan spekulatif (yang bahayanya). Kitab Perjanjian Baru juga mempunyai masalah yang sama dengan Bible Hebrew. Kitab-kitab ini, khususnya gospel, ditulis setelah zaman Yesus dalam bahasa Yunani (bukan bahasa Armaic, yang merupakan bahasa asli Yesus yang historis). Lagi pula, hal ini diakui oleh pihak yang berwenang dan terkenal dalam Kristen bahwa tujuan penulis-penulis gospel tidak untuk menulis sejarah yang obyektif tapi untuk tujuan-tujuan penyebaran agama Nasrani (evangelisme), yang sebahagiannya mengakibatkan kepada penafsiran-penafsiran allegoris yang berlebihan. Diakui pula bahwa salinan-salinan literatur Bible selanjutnya mengalami penyuntingan-penyuntingan reguler agar sesuai dengan kebutuhan dan zaman yang berubah.
 
Disini jelas bahwa pengetahuan tentang pengertian-pengertian yang orisinil dalam kitab-kitab suci Yahudi dan Kristen tidak dapat diperoleh, dan pada gilirannya akan memberikan jalan bagi suatu perkembangan yang oleh Gray disebut dengan “metode yang tidak sehat” dalam penafsiran. Disamping itu ada metode dogmatis yang berusaha untuk menghukumi dan mengevaluasi semua interpretasi kitab suci menurut tradisi-tradisi gereja yang diberi otoritas dengan mudah tanpa cacat..<ref>E. Sumaryono. 1999. ''Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat''. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 23-24</ref>
 
== Sejarah ==