Tumpeng: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
k Tambah spasi
Baris 9:
 
== Sejarah dan Tradisi ==
Masyarakat di [[pulau Jawa]], [[Bali]] dan [[Pulau Madura|Madura]] memiliki kebiasaan membuat tumpeng untuk kenduri atau merayakan suatu peristiwa penting, seperti perayaan kelahiran atau ulang tahun serta berbagai acara syukuran lainnya. Meskipun demikian kini hampir seluruh rakyat Indonesia mengenal tumpeng. Falsafah tumpeng berkait erat dengan kondisi geografis Indonesia, terutama pulau Jawa, yang dipenuhi jajaran [[gunung berapi]]. Tumpeng berasal dari tradisi purba masyarakat Indonesia yang memuliakan gunung sebagai tempat bersemayam para [[hyang]], atau arwah leluhur (nenek moyang). Setelah masyarakat Jawa menganut dan dipengaruhi oleh kebudayaan [[Hindu]], nasi yang dicetak berbentuk kerucut dimaksudkan untuk meniru bentuk gunung suci [[Mahameru]], tempat bersemayam [[dewa|dewa-dewi]].
 
Meskipun tradisi tumpeng telah ada jauh sebelum masuknya Islam ke pulau Jawa, tradisi tumpeng pada perkembangannya diadopsi dan dikaitkan dengan filosofi [[Islam]] Jawa, dan dianggap sebagai pesan leluhur mengenai permohonan kepada Yang Maha Kuasa. Dalam tradisi kenduri ''Slametan'' pada masyarakat Islam tradisional Jawa, tumpeng disajikan dengan sebelumnya digelar pengajian Al Quran. Menurut tradisi Islam Jawa, "Tumpeng" merupakan akronim dalam bahasa Jawa : ''yen me'''tu''' kudu sing me'''mpeng''''' (bila keluar harus dengan sungguh-sungguh). Lengkapnya, ada satu unit makanan lagi namanya "Buceng", dibuat dari ketan; akronim dari: ''yen mle'''bu''' kudu sing ken'''ceng''''' (bila masuk harus dengan sungguh-sungguh) Sedangkan lauk-pauknya tumpeng, berjumlah 7 macam, angka 7 bahasa Jawa ''pitu'', maksudnya '''''Pitu'''lungan'' (pertolongan). Tiga kalimat akronim itu, berasal dari sebuah doa dalam surah al Isra' ayat 80: "Ya Tuhan, masukanlah aku dengan sebenar-benarnya masuk dan keluarkanlah aku dengan sebenar-benarnya keluar serta jadikanlah dari-Mu kekuasaan bagiku yang memberikan pertolongan". Menurut beberapa ahli tafsir, doa ini dibaca Nabi Muhammad SAW waktu akan [[hijrah]] keluar dari kota Mekah menuju kota Madinah. Maka bila seseorang berhajatan dengan menyajikan Tumpeng, maksudnya adalah memohon pertolongan kepada Yang Maha Pencipta agar kita dapat memperoleh kebaikan dan terhindar dari keburukan, serta memperoleh kemuliaan yang memberikan pertolongan. Dan itu semua akan kita dapatkan bila kita mau berusaha dengan sungguh-sungguh.{{cn}}