Sang Pemimpi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 12:
| isbn = ISBN 979-3062-92-4
}}
'''Sang Pemimpi''' adalah novel kedua dalam [[tetralogi]] [[Laskar Pelangi]] karya [[Andrea Hirata]] yang diterbitkan oleh [[Bentang Pustaka]] pada Juli [[2006]]. Dalam novel ini, Andrea mengeksplorasi hubungan persahabatanpersahabatannya antaradengan Ikaldua dananak yatim piatu, Arai Ichsanul Mahidin dan Jimbron, serta kekuatan mimpi mereka yang dapat membawa duaAndrea anakdan kampungArai darimelanjutkan studi ke Sorbonne, [[BelitongParis]] ini bersekolah di, [[PerancisPrancis]].
 
Dalam novel Sang Pemimpi, Andrea Hirata bercerita tentang kehidupannya di Belitong pada masa SMA. Tiga tokoh utama dalam karya ini adalah Ikal, Arai dan Jimbron. Ikal tidak lain adalah Andrea Hirata sendiri, sedangkan Arai Ichsanul Mahidin adalah saudara jauhnya yang menjadi yatim piatu ketika masih kecil. Arai disebut ''simpai keramat'' karena dalam keluarganya ia adalah orang terakhir yang masih hidup dan ia pun diangkat menjadi anak oleh ayah Ikal. Jimbron merupakan teman Arai dan Ikal yang sangat terobsesi dengan kuda dan gagap bila sedang antusias terhadap sesuatu atau ketika gugup. Ketiganya melewati kisah persahabatan yang terjalin dari kecil hingga mereka bersekolah di SMA Negeri ManggarBukan Main, SMA pertama yang berdiri di Belitung bagian timur.
 
Drs. Julian Ichsan Balia adalah kepala SMA Negeri Bukan Main. Beliau adalah tokoh yang kharismatik. Digambarkan dalam bab 1 ''"What A Wonderful World"'' di halaman 9, dalam percakapannya dengan Pak Mustar, Pak Balia memang masih belia, tetapi beliau adalah "pengibar panji" ''Akhlaqul Karimah'' dan integritasnya tak tercela. Jika wakil rakyat zaman sekarang berwatak seperti Pak Balia, maka republik ini tidak akan berkenalan dengan istilah studi banding. Pak Balia menetapkan Nilai Ebtanas Murni (NEM) untuk diterima di SMA Negeri Bukan Main, minimal 42. Namun, seorang ''tauke'' yang anaknya memiliki NEM 28 dan sampai tamat SMP tidak tahu ibukota provinsi Sumatera Selatan, mulai menguji kredibilitas Pak Balia.(Bab 1 : ''"What A Wonderful World"'', hal. 7)
demi memenuhi kebutuhan hidup, Ikal dan Arai harus bekerja sebagai kuli di pelabuhan ikan pada dini hari dan pergi ke sekolah sete. Namun begitu, mereka tetap gigih belajar sehingga selalu berada dalam peringkat lima teratas dari 160 murid di sekolahnya. Sekolah mereka merupakan SMA negeri pertama yang bergengsi di Belitong, sebelumnya satu-satunya SMA yang terdekat berada di Tanjung Pandan. Sekolah tersebut berada 30 kilometer dari rumah Ikal dan Arai sehingga mereka harus menyewa kamar dan hidup jauh dari orang tua.
 
<poem>
Selama masa SMA, banyak kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh Arai dan Ikal. Mereka pernah mengejek Pak Mustar saat upacara bendera di pagi hari sehingga Pak Mustar marah dan mengejar mereka. Mereka juga pernah menyusup ke bioskop yang tidak mengizinkan anak sekolah masuk untuk menonton film dewasa. Pak Mustar mengetahui hal tersebut sehingga Arai dan Ikal diberi hukuman keesokan harinya.
''Tauke'' : "...''Ngai'' mau sumbang kapur, jam dinding, pagar, tiang bendera..."<br>Pak Balia : "Aha! Tawaran yang menggiurkan!! Seperti Nicholas Beaurain digoda berbuat dosa di bawah pohon?! Kau tahu 'kan kisah itu? "Gairah Cinta Di Hutan"? Guy de Maupassant? Bijaksana kalau kau sumbangkan jam dindingmu itu ke kantor pemerintah, agar abdi negara tak bertamasya ke warung kopi waktu jam dinas! Bagaimana pendapatmu?"
</poem>
 
Mustar M. Dja'idin, B.A. adalah pendiri SMA Negeri Bukan Main, Manggar, yang mana beliau adalah wakil kepala sekolah tersebut. Namun, Pak Mustar berubah menjadi tempramental justru karena anak laki-laki semata wayangnya tidak diterima di SMA yang ia dirikan sendiri tersebut. Nilai Ebtanas Murni (NEM)-nya ternyata 41,75. Sedangkan, Pak Balia menetapkan NEM minimal 42. Rupanya, Pak Balia "mencium bau" konspirasi antara Pak Mustar dengan anak tunggalnya. (Bab 1 : ''"What A Wonderful World"'', hal. 8-9)
 
<poem>
Pak Balia : "Tak pantas kita berdebat di depan para orang tua murid. Bicaralah baik-baik ..."<br>Pak Mustar : "... Sok idealis, anak muda bau kencur, tahu apa ... Saya berani bertaruh, angka 0,25 tidak akan membedakan kualifikasi anak saya dibanding anak-anak lain yang diterima, apalah artinya angka 0,25 itu?!"<br>Pak Balia : "0,25 itu berarti segala-galanya, Pak. Angka kecil seperempat itu adalah simbol yang menyatakan lembaga ini sama sekali tidak menoleransi persekongkolan!"<br>Pak Mustar : "Bagaimana para orang tua?? Setuju dengan pendapat itu?! Tanpa saya, SMA ini tak 'kan pernah berdiri!! Saya ''babat alas'' di sini!!"<br>Pak Balia : "Tak ada pengecualian!! Tak ada kompromi, tak ada ''katebelece'', dan tak ada akses istimewa untuk mengkhianati aturan. Inilah yang terjadi dengan bangsa ini terlalu banyak kongkalikong!! Seharusnya Bapak bisa melihat tidak diterimanya anak bapak sebagai peluang untuk menunjukkan kepada khalayak bahwa kita konsisten mengelola sekolah ini. NEM minimal 42, titik!! Tak bisa ditawar-tawar!!"
</poem>
 
demiDemi memenuhi kebutuhan hidup, Ikal dan Arai harus bekerja sebagai kuli di pelabuhan ikan pada dini hari dan pergi ke sekolah sete. Namun begitu, mereka tetap gigih belajar sehingga selalu berada dalam peringkat lima teratas dari 160 murid di sekolahnya. Sekolah mereka merupakan SMA negeri pertama yang bergengsi di Belitong, sebelumnya satu-satunya SMA yang terdekat berada di Tanjung Pandan. Sekolah tersebut berada 30 kilometer dari rumah Ikal dan Arai sehingga mereka harus menyewa kamar dan hidup jauh dari orang tua.
 
Selama masa SMA, banyak kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh Arai dan Ikal. Mereka pernah mengejek Pak Mustar saat upacara bendera di pagi hari sehingga Pak Mustar marah dan mengejar mereka. Mereka juga pernah menyusup ke bioskop yang tidak mengizinkan anak sekolah masuk untuk menonton film dewasa. Pak Mustar mengetahui hal tersebut sehingga Arai dan Ikal diberi hukuman keesokan harinya.
 
Pada akhirnya, Jimbron harus berpisah dengan Ikal dan Arai yang akan meneruskan kuliah di Jakarta. Selama di Jakarta, mereka luntang-lantung mencari pekerjaan namun akhirnya Ikal menjadi pegawai pos dan Arai pergi ke Kalimantan untuk bekerja sambil kuliah. Ikal berhasil membiayai kuliahnya di Universitas Indonesia hingga menjadi Sarjana Ekonomi, sedangkan Arai belajar biologi di Kalimantan. Hidup mandiri terpisah dari orang tua dengan latar belakang kondisi ekonomi yang sangat terbatas namun punya cita-cita besar, sebuah cita-cita yang bila dilihat dari latar belakang kehidupan mereka, hanyalah sebuah mimpi.
Baris 36 ⟶ 48:
# '''Laksmi''' adalah seorang gadis yang telah kehilangan kedua orangtuanya dan tinggal serta bekerja di sebuah pabrik cincau. Ia merupaan gadis pujaan Jimbron. Semenjak kepergian orangtuanya ia tidak pernah lagi tersenyum, walaupun senyumnya amat manis. Ia baru dapat tersenyum ketika Jimbron datang mengendarai sebuah kuda putih milik Capo.
# '''Capo Lam Nyet Pho''' adalah seorang wanita pebisnis keturunan [[Tionghoa]]. Ia selalu memiliki ide-ide yang tidak lazim namun berpotensi sebagai objek untuk bisnisnya. Bahkan ketika [[PN Timah]] terancam bangkrut, ia melakukan ide untuk membuka peternakan kuda meskipun kuda adalah hewan yang asing bagi komunitas [[Melayu]].
# '''Taikong Hamim''' adalah guru mengaji di [[masjid]] di kampung Gantung. Ia dikenal murid-muridnya sebagai sosok yang tergastegas, galak dan sering memberlakukan hukuman fisik kepada anak-anak yang melakukan kesalahan.
# '''Bang Zaitun''' adalah seniman musik pemimpin sebuah kelompok [[Orkes]] Melayu. Ia dikenal sebagai orang yang pernah mempunyai banyak pacar dan hampir memiliki 5 istri. Arai datang kepadanya untuk meminta saran dalam hal percintaannya yang selalu gagal dengan Nurmala. Bang Zaitun pun mengajarkannya cara bermain gitar untuk menarik hati para perempuan.
# '''Nurmi''' adalah seorang gadis yang berbakat memainkan [[biola]], mewarisi biola dan bakat dari kakeknya yang ketua kelompok [[gambus]] di [[Gantung, Belitung|Gantung]]. Nurmi yang tinggal bersama dengan ibunya merupakan tetangga Arai dan Ikal. Mereka hidup sangat miskin sehingga suatu kali harus meminjam beras dari ibu Ikal.