Abjeksi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Adeninasn (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Adeninasn (bicara | kontrib)
perbaikan sumber
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 1:
{{inuse}}
{{Psikoanalisis|expanded=Tokoh}}
'''Abjeksi''' ({{lang-en|abjection}}) adalah terminologi [[psikoanalisis]] yang digunakan untuk menjelaskan keterpurukan atau degradasi individu dari rasa kebanggaan, kekuasaan, atau kedaulatan ke dalam rasa kehinaan, kenistaan, ketidakberdayaan dan kerendahan derajat.{{sfnp|Piliang|2003|pp=134-135}} [[Julia Kristeva]] menggambarkan abjeksi pada suatu kondisi di mana individu atau masyarakat tenggelam ke dalam jurang (moralitas) yang paling rendah ketika batas-batas moral itu sendiri lenyap (baik-buruk, benar-salah).{{sfnp|Piliang|2003|p=274}} Konsep abjeksi Kristeva digunakan secara umum digunakan dalam menjelaskan narasi budaya populer mengenai [[horor]] dan [[misogini]], yang dibangun berdasarkan teori [[psikoanalisis]] [[Sigmund Freud]] dan [[Jacques Lacan]].{{sfnp|Fletcher|Benjamin|2012|p=92}}{{sfnp|Oliver|K.|2009}}
 
Abjeksi adalah konsekuensi proses subjeksi dalam psikoanalisis [[Jacques Lacan|Lacanian]]. [[Julia Kristeva]], dan [[Judith Butler]], membawa khazanah abjeksi ke dalam diskusi seputar proses-proses formasi subjek melalui imposisi-imposisi dari otoritas kultural simbolik. Bagi [[Julia Kristeva|Kristeva]] dan [[Judith Butler|Butler]], [[Subjek (filsafat)|subjeksi]] dan abjeksi merupakan hal yang tak terpisahkan;, ibarat dua sisi pada satu koin. [[Subjek (filsafat)|Subjeksi]] selalu mensyaratkan abjeksi; dan sebaliknya, abjeksi merupakan konsekuensi tak terelakkan dari subjeksi. Subjeksi merupakan proses penggambaran batas-batas demarkasi diri [[Subjek (filsafat)|subjek]] oleh otoritas simbolik; yaitu proses yang dialami diri dalam menjadi subjek.{{sfnp|Polimpung|2014|pp=70-71}} Otoritas simbolik, dengan demikian, menentukan yang mana [[Subjek (filsafat)|subjek]] dan yang mana bukan subjek; yang mana aku dan bukan aku. Jadi, otoritas simbolik yang memberikan kriteria kejelasan yang menghasilkan dan menundukkan tubuh-tubuh.{{sfnp|Polimpung|2014|p=71}} Karena mengualifikasi dan mendiskualifikasi tubuh, proses penggambaran kriteria demarkasi subjek ini mensyaratkan mekanisme inklusi/eksklusi; menginklusi elemen-elemen yang "sah" sebagai subjek dan mengeksklusi elemenmengeksklusielemen-elemen yang "tidak sah" sebagai non-subjek. Eksklusi inilah yang disebut Kristeva sebagai abjeksi; yaitu prosespeoses penyingkiran, penolakan, pembuangan, atau deteriorialisasi secara permanen.{{sfnp|Kristeva|1982|p=2}}
 
== Sejarah abjek ==
Abjek adalah apa yang mengganggu identitas, sistem, tatanan; atau apa yang tidak menghargai batas, posisi, atau aturan. Peminggiran, pengeluaran abjek adalah peminggiran atau pengeluaran (ekslusi) yang diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup [[Subjek (filsafat)|subjek]].{{sfnp|Kristeva|1982|p=4}} Dalam kategori [[Subjek (filsafat)|Subjek]] [[Jacques Lacan|Lacanian]], abjek berasal dari [[tatanan riil]], dalam formulasi [[Simtoma|simtom]];{{efn|Simtom adalah istilah teknis [[psikoanalisis]] di mana simtom merupakan tatanan yang menata tiga tatanan RSI [[Jacques Lacan]], yaitu [[tatanan riil]], [[tatanan simbolik]], dan [[tatanan imajiner]]. Harmoni ketiga tatanan RSI, yang berdampak pada totalitas, stabilitas, dan konsistensi realitas, merupakan hasil kerja simtom. Dengan kata lain, simtom adalah oknum yang mengunci simpul borromean RSI dari ketercerai-beraian.{{sfnp|Polimpung|2014|p=63}}}} di mana abjek disingkirkan dan disangkal dari [[tatanan simbolik]], karena keberadaannya mengancam stabilitas, normalitas, dan keberlangsungan simtom itu sendiri. Alhasil, abjek terdesak masuk ke dalam ranah tidak-sadar. Kemudian, simtom menggunakan penanda simbolik untuk menguncinya, menormalisasinya, dan berusaha menganalisasi ekses-eksesnya ke muara-muara yang dapat “ditolerir” secara kultural.{{sfnp|Polimpung|2014|p=72}} Abjek mengkonfrontasi kita di satu sisi, dengan keadaan yang sangat rentan ketika manusia berada di dalam teritori binatang, dan di sisi lain, mengkonfrontasi kita di dalam wilayah arkeologis pribadi kita sendiri, dalam hal ini adalah usaha kita untuk melepaskan entitas maternal.{{sfnp|Kristeva|1982|p=13}} Ketika lbu berusaha untuk mempertahankan keterikatan dengan anaknya, ia dianggap menghalangi anaknya untuk menempati tempatnya yang sesuai dalam [[tatanan simbolik]].{{sfnp|Creed|1993|p=12}} Abjek juga berhubungan dengan penyimpangan, karena abjek dipusatkan pada [[Superego|super ego]]. Abjek menyimpang karena abjek tidak tunduk pada larangan, aturan atau hukum. Abjek menyingkirkan dan mengabaikan kesemua itu. Segala tindak kriminal di masyarakat, bahkan tindakan berbohong juga merupakan abjek.{{sfnp|Kristeva|1982|p=16}}
 
Abjeksi selanjutnya menimbulkan juga kenikmatan yang menyimpang. Di satu sisi, ada keinginan untuk meminggirkan dan mengabaikan suatu abjek, di sisi lain, ada kenikmatan sebagai subjek yang melakukan atau berada di dalam proses abjeksi untuk mengkonfrontasi abjek dan kemudian mengabjekkannya.{{sfnp|Priyatna|2006|p=247}} Karena abjek bersifat sebagai polutan, ritual keagamaan seringkali(misalnya ditujukan untuk memurnikan atau membersihkan abjek.{{sfnp|Kristeva|1982|p=17}}{{efn|Kristeva menghubungkan abjeksi dengan gagasan religiositas; di mana abjeksi selalu mengiringi perkembangan agama-agama dunia dalamsegala bentuksesuatu yang secara religius disebut "tabu", sertaatau dalam ritus pemurnian diri seperti pantang, puasa, pengakuan dosa, penengkingan setan, permohonan ampunan, dan pertobatan); seringkali ditujukan untuk memurnikan atau membersihkan abjek.{{sfnp|Kristeva|1982|p=17}}}} Ritual itu mewujud dalam berbagai [[katarsis]] yang bentuk paling utamanya adalah seni. Seni, atau pengalaman seni, menurut [[Julia Kristeva|Kristeva]] berakar dalam pada abjek yang disampaikannya, juga membersihkannya dari abjek pada saat yang sama. Dengan demikian, abjeksi di satu sisi menunjukkan batas antara yang murni dan tidak murni, luar dan dalam, manusia dan binatang, bersih dan tidak bersih, pantas dan tidak pantas, di sisi lain menunjukkan bahwa ada suatu titik ketika batasan itu menjadi kabur dan hancurnya makna; dan lebih dari itu, pengalaman abjeksi sebagai suatu kenikmatan bukanlah semata-mata timbul karena hasrat.{{sfnp|Kristeva|1982|p=9}} [[Barbara Creed]] membahas bagaimana kenikmatan yang menyimpang ini merupakan bagian penting ketika kita menonton film horor. Keinginan untuk mengkonfrontasi dan kemudian mengabjeksi juga terlihat, misalnya, dalam ketertarikan sekaligus kengerian kita ketika menyaksikan berita kriminal, atau pada level yang lebih ’lunak' ketika kita menonton ''infotainment''.{{sfnp|Priyatna|2006|p=247}}
 
Selain berhubungan dengan batas dan hubungan ibu-anak, di mana pada satu sisi menempatkan tubuh maternal sebagai abjek. Di sisi lain, hubungan ini menempatkan ibu sebagai otoritas maternal yang menguasai "''a universe without shame''"{{efn|Istilah; "''a universe without shame''" adalahyaitu ketika kotoran tubuh diterima tanpa adanya rasa malu karena aturan, norma dan lain sebagainya yang hadir sebelum adanya bahasa. Abjek, dalam hal ini, terutama berhubungan dengan tubuh perempuan; pertama-tama karena adalah otoritas maternal yang mengenalkan pemetaan tubuh 'yang bersih dan pantas' dan, kedua, karena tubuh perempuan sendiri dimaknai sebagai 'kotor' yang semiotik.{{sfnp|Priyatna|2006|p=248}} }} yang semiotik. Dunia itu harus ditinggalkan ketika anak mengakuisisi bahasa dan menjadi objek dari hukum Ayah yang menguasai "''a universe of shame''".{{sfnp|Creed|1993|p=13}} Dalam pemikiran yang menempatkan integritas tubuh sebagai suatu norma, tubuh perempuan yang tidak terintegrasi adalah abjek karena untuk menjadi subjek simbolik sepenuhnya, tubuh manusia harus sepenuhnya dapat dikuasai; sementara tubuh perempuan, terutama sehubungan dengan fungsi reproduksinya, seringkali merepresentasi tubuh yang <nowiki/>''chaotic''<nowiki/> yang dalam dirinya sendiri mengalir abjek.{{sfnp|Priyatna|2006|p=248}}
== Catatan ==
{{notelist}}