Inflasi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Ekaskti (bicara | kontrib)
menambahkan tanda baca titik setelah kata setahun
Baris 2:
Dalam [[ilmu ekonomi]], '''inflasi''' adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (continue) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang.<ref>[http://www.samarinda.go.id/node/10059 “Ekspektasi kenaikan harga kambing ini antara lain bisa disebabkan adanya kekhawatiran konsumen terhadap kenaikan tarif-tarif komoditas yang dikendalikan pemerintah, seperti BBM, listrik, serta ketidaklancaran distribusi barang dan/atau berkurangnya ketersediaan barang atau jasa sebagai akibat mahalnya biaya transportasi atau miniminya infratstruktur yang memadai,” ]</ref> Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai [[mata uang]] secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah ''inflasi'' juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan [[uang]] yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah [[CPI]] dan [[GDP Deflator]].
 
Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.
 
== Penyebab ==
Baris 55:
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah [[uang]] beredar dan/atau tingkat [[suku bunga]] sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal ([[kurs]]). Saat ini pola ''[[inflation targeting]]'' banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh [[Bank Indonesia]].
 
Bank sentral melalui [[kebijakan moneter]] dapat mengontrol jumlah uang beredar untuk mengendalikan inflasi dengan menggunakan tiga kebijakan moneter utama sebagai berikut. <ref> Mankiw, G., Quah, E. & Wilson, P. (2013). ''Pengantar Ekonomi Mikro, Edisi Asia (Volume 2)''. Jakarta: Salemba Empat ISBN 978-981-4384-85-8 </ref>
# '''Operasi Pasar Terbuka''' atau ''open market operation''. Bank sentral membeli dan menjual obligasi negara dengan cara bank sentral mengisntruksikan para pialang obligasi untuk membeli dari publik di pasar obligasi nasional. Uang yang dibayarkan bank sentral untuk obligasi tersebut meningkatkan jumlah uang beredar di suatu negara. Untuk mengurangi jumlah uang beredar, pemerintah melakukan hal yang sebaliknya.
# '''Syarat Cadangan Kas Minimum''' atau ''reserve requirements''. Bank sentral dapat meningkatkan atau mengurangi syarat cadangan kas minimum yang harus dimiliki oleh bank umum di negaranya. Kenaikan syarat cadangan kas minimum berarti bahwa bank-bank harus memegang lebih banyak cadangan sehingga mengurangi pinjaman dari setiap unit yang disimpan, akibatnya hal tersebut meningkatkan rasio cadangan menurunkan penggandaan uang, dan menurunkan jumlah uang yang beredar. Sebaliknya penurunan syarat cadangan minimum menurunkan rasio cadangan, meningkatkan penggandaan uang, dan meningkatkan jumlah uang yang beredar.