Sumber hukum Islam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Penambahana definisi dan wikifisasi
Baris 1:
{{Ushul fiqih}}
'''Sumber-sumber hukum Islam''' ({{lang-ar|الأدلة الشرعية الإسلامية|al-adillah al-syar’iyyah al-islāmiyyah}}), atau '''dalil ''syar'i''''', adalah rujukan pengambilan keputusan untuk menghukumi suatu perbuatan (misal, wajib) dalam [[syariat Islam]] dengan cara yang dibenarkan.{{refn|{{harvp|Khalaf|nd|p=24}} Penulis menyebutkan definisi oleh ahli Ushul Fiqih: "{{lang|ar|ما يستدل بالنظر الصحيح فيه على حكم شرعي عملي على سبيل القطع أو الظن}}."}} SumberSemua utama,hukum diterimaperbuatan secaradalam universalIslam olehselalu semuamerujuk [[Muslim|umatkepada Islam]],empat adalahmacam [[Alquran]]rujukan danyang [[Sunah]].disepakati Alquranoleh adalahmayoritas kaum [[kitab sucimuslimin]] Islam,(dari yang diyakinipaling olehutama): umat Islam sebagai[[Alquran]], [[firmanhadits|sunnah]] Tuhan yang langsung dan tidak berubah. Sunnah terdiri dari tindakan keagamaan dan kutipan dari, [[nabiijmak]], Islamdan [[Muhammadqiyas]].{{sfn|Khalaf|nd|p=24}} danPenetapan diriwayatkanempat melaluisumber [[Sahabathukum Nabi|paraini sahabatnya]]tertera dandalam parafirman [[imamAllah]] (sesuai keyakinan masing-masing alirandalam [[SunniSurah An-Nisa’]] dan(lihat [[Syi'ah#Dasar hukum|di bawah]]).<ref name{{sfn|Khalaf|nd|p="Jurisprudence"/>24}}
 
Karena peraturan Islam yang tercantum dalam sumber utama tidak secara eksplisit menangani setiap kejadian yang mungkin terjadi, [[yurisprudensi]] harus mengacu pada sumber dan dokumen asli untuk menemukan tindakan yang benar.<ref name="Jurisprudence">{{cite web |url=http://www.al-islam.org/jurisprudence/ |title=Jurisprudence and its Principles |accessdate=2008-07-26 |last=Mutahhari |first=Morteza |authorlink=Morteza Motahhari |publisher=Tahrike Tarsile Qur'an}}</ref> Menurut [[mazhab]] Sunni, sumber sekunder hukum Islam adalah konsensus, sifat pastinya tidak mengandung [[Ijmak|konsensus sendiri]]; [[Qiyas|Alasan analogis]]; Alasan murni; [[#Kepentingan umum|Mencari kepentingan umum]]; [[Istihsan|Kebijaksanaan hukum]]; Keputusan [[Sahabat Nabi|generasi pertama umat Islam]]; Dan [[Urf|adat istiadat setempat]].<ref>{{cite web |url=http://www.usc.edu/dept/MSA/law/shariahintroduction.html |title=Shari`ah and Fiqh |accessdate=2008-07-26 |work=USC-MSA Compendium of Muslim Texts |publisher=University of Southern California}}</ref> [[Mazhab Hanafi]] sering bergantung pada deduksi analogis dan penalaran independen, dan [[Maliki]] dan [[Hanbali]] umumnya menggunakan [[Hadits]]. [[Mazhab Syafi'i]] menggunakan Sunnah lebih dari Hanafi dan analogi lebih dari dua lainnya.<ref name="Jurisprudence"/><ref name="Ijtihad">{{cite web |url=http://www.al-islam.org/al-tawhid/ijtihad-legislation.htm |title=The Role of Ijtihad in Legislation |accessdate=2008-07-26 |last=Motahhari |first=Morteza |authorlink=Morteza Motahhari |publisher=Al-Tawhid}}</ref> Di antara [[Syi'ah]], [[Mazhab]] [[Mazhab#Ja'fari|Ja'fari Usuli]] menggunakan empat sumber, yaitu Alquran, Sunnah, [[konsensus]] dan intelek. Mereka menggunakan konsensus dalam kondisi khusus dan bergantung pada akal untuk menemukan prinsip umum berdasarkan Alquran dan Sunnah, dan menggunakan prinsip-prinsip yurisprudensi sebagai metodologi untuk [[Tafsir Alquran|menafsirkan]] Alquran dan Sunnah dalam situasi yang berbeda. [[Mazhab#Ja'fari|Akhbari Ja'fari]] lebih mengandalkan [[tradisi]] dan menolak [[ijtihad]].<ref name="Jurisprudence"/><ref>Momen (1985), p.185–187 and 223–234</ref> Menurut Momen, terlepas dari perbedaan prinsip-prinsip yurisprudensi antara Syiah dan empat mazhab Sunni, ada sedikit perbedaan dalam penerapan praktis yurisprudensi terhadap Upacara ritual dan transaksi sosial.<ref>Momen (1985), p.188</ref>
 
== Sumber primerDefinisi ==
Dalil dalam [[bahasa Arab]] artinya yang menunjukkan kepada benda absolut dan benda abstrak, yang baik maupun yang buruk.{{sfn|Khalaf|nd|p=24}} Dalam Lane's Arabic-English Lexicon, disebutkan definisi dalil ke dalam bahasa Inggris: ''a right director to that which is sought or desired'' (sebuah penunjuk yang benar menuju hal yang dicari atau diinginkan).{{sfn|Lane|1863|p=901}} Bentuk majemuknya adalah {{lang|ar|أدلاء}} ''adillā’'', {{lang|ar|أدلة}} ''adillah'', dan {{lang|ar|دلائل}} ''dalā’il''.<ref group="online">{{cite web|title=تعريف و معنى دليل في معجم المعاني الجامع - معجم عربي عربي |url=https://www.almaany.com/ar/dict/ar-ar/%D8%AF%D9%84%D9%8A%D9%84/ |website=Almaany |access-date=1 Oktober 2017}}</ref>
=== Alquran ===
 
Menurut istilah, dalil berarti rujukan untuk memperoleh sebuah hukum perbuatan dalam syariat dengan cara pengambilan yang dibenarkan dengan jalan ''qaṭ‘'' ({{lang|ar|قطع}}, jelas, pasti) maupun ''ẓann'' ({{lang|ar|ظن}}, dugaan, perkiraan).{{sfn|Khalaf|nd|p=24}} Dari pengertian ini, dalil dibedakan menjadi ''qaṭ‘ī al-dalālah'' ({{lang|ar|قطعي الدلالة}}) dan ''ẓannī al-dalālah'' ({{lang|ar|ظني الدلالة}}).{{sfn|Khalaf|nd|p=24}} Sebagian ahli [[ushul fikih]] membatasi dafinisi dalil hanya pada jalan ''qaṭ‘'', sedangkan yang diambil dengan jalan ''ẓann'' disebut ''amārah'' ({{lang|ar|أمارة}}, isyarat).{{sfn|Khalaf|nd|p=24}}
 
== Pembagian berdasarkan hirarkinya ==
Mayoritas kaum [[muslimin]] menyepakati empat macam dalil/sumber hukum sekaligus urutan dalam prioritasnya: [[Alquran]], [[hadits]] (disebut juga sunnah atau as-sunnah), [[ijmak]], dan [[qiyas]]. Apabila dihadapkan dengan sebuah kasus, yang pertama dilihat adalah Alquran. Jika [[Ahkam|hukum]]nya ditemukan di dalamnya, maka hukum tersebut yang dilaksanakan. Jika tidak ditemukan, maka kemudian melihat sunnah. Jika sunnah memberikan hukumnya, maka hukum tersebut yang dilaksanakan. Jika tidak ditemukan, maka kemudian melihat apakah terdapat ijmak dari para mujtahid yang hidup satu zaman mengenai hukumnya. Jika ditemukan, maka hukum tersebut yang dilaksanakan. Jika tidak ditemukan, maka dilakukan [[ijtihad]] menggunakan qiyas terhadap ''nash'' (Alquran dan sunnah). Yang menjadi dalil untuk penetapan keempat sumber hukum tersebut adalah firman [[Allah]]:{{sfn|Khalaf|nd|p=24}}
{{anchor|Dasar hukum}}{{Verse translation|rtl1=0|italicsoff=0
|1=يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
|attr1=[[Surah An-Nisa’|QS An-Nisā’ [3]]]: ayat 59
|2=Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
|attr2=Al Qur'an dan Terjemahnya (Wakaf dari Raja Abdullah bin Abdul Aziz Ali Sa'ud), Juz 5, hlm. 128, dengan penyesuaian ejaan.}}
 
Perintah untuk taat kepada Allah dan kepada Rasul-Nya adalah perintah untuk mengikuti Alquran dan as-sunnah. Perintah untuk taat kepada ulil amri dari kaum muslimin adalah perintah untuk mengikuti hukum-hukum yang disepakati oleh para [[mujtahid]] karena mereka merupakan ulil amri (pemilik urusan) dalam hal penetapan syariat dari kaum muslimin. Perintah untuk mengembalikan kasus-kasus yang diperselisihkan kepada Allah dan Rasul adalah perintah untuk mengikuti qiyas ketika tidak ada nash maupun ijmak yang memutuskannya karena qiyas merupakan proses mempertemukan kasus yang belum dihukumi oleh nash dengan kasus yang telah dihukumi melalui persamaan sebab ({{lang|ar|علة}} ''illah''). Dengan demikian, ayat tersebut telah menunjukkan kewajiban berhukum dengan keempat sumber hukum tersebut.{{sfn|Khalaf|nd|p=25}}
 
=== Sumber yang disepakati ===
==== Alquran ====
{{utama|Alquran}}
[[Berkas:Opened Qur'an.jpg|jempol|kanan|alt=Alquran|Salinan Alquran, salah satu sumber utama syariah.]]
[[Berkas:Jannat.ul.Baqi_-_Madina_-_panoramio.jpg|kanan|jempol|alt=Madinah|Kota [[Madinah]], tempat salah satu sumber hukum Islam [[Alquran]] diturunkan. [[Ayat|Ayat-ayat]] yang turun di kota ini kebanyakan membahas masalah [[sosial|sosio]]-[[ekonomi]].]]
[[Berkas:Entry-Gate-of-Mecca-on-Jaddah-Makkah-Highway.jpg|alt=Gerbang Mekkah|kanan|jempol|alt=Gerbang Mekkah|Simbol [[Alquran]] digambarkan dalam tugu pintu masuk menuju [[Mekkah]]. Kota Mekkah merupakan tempat sumber hukum Islam [[Alquran]] diturunkan. [[Ayat|Ayat-ayat]] yang turun di kota ini kebanyakan membahas masalah [[filosofi]] dan [[teologi]].]]
[[Alquran]] adalah sumber hukum Islam yang pertama dan paling penting. Diyakini sebagai firman [[Tuhan]] yang langsung yang di[[wahyu]]kan kepada [[Muhammad]] melalui malaikat [[Jibril]] di [[Mekkah]] dan [[Madinah]], [[kitab suci]] tersebut menentukan dasar [[moral]], [[filosofi]]s, [[sosial]], [[politik]] dan [[ekonomi]] yang harus dibangun masyarakat. [[Makkiyah|Ayat-ayat yang diwahyukan di Mekkah]] berhubungan dengan isu-isu filosofis dan [[teologi]]s, sementara [[Madaniyah|yang diwahyukan di Madinah]] berkaitan dengan hukum [[sosial|sosio]]-[[ekonomi]]. Alquran ditulis dan dipelihara selama kehidupan Muhammad, dan disusun segera setelah [[kematian Muhammad|kematiannya]].<ref name=NomaniQ/>
 
Ayat-ayat Alquran dikategorikan menjadi tiga bidang: "[[Monoteisme|ilmu teologi spekulatif]]", "[[norma|prinsip etika]]" dan "[[adab|aturan perilaku manusia]]". Kategori ketiga berkaitan langsung dengan masalah hukum Islam yang mengandung sekitar lima ratus ayat atau seperlelas dari jumlah tersebut. Tugas [[Tafsir Alquran|menafsirkan Alquran]] telah menghasilkan berbagai pendapat dan penilaian. Penafsiran ayat-ayat Muhammad oleh para sahabat [[Sunni]] dan [[Imamah|Imam Syiah]] dianggap paling otentik, karena mereka tahu mengapa, di mana dan [[Asbabun Nuzul|pada kesempatan mana setiap ayat diwahyukan]].<ref name="Jurisprudence"/><ref name=NomaniQ>Nomani and Rahnema (1994), p. 3–4</ref>
 
==== Sunnah ====
{{main|Sunnah}}
 
''[[Sunnah]]'' adalah sumber penting berikutnya, dan umumnya didefinisikan sebagai "[[tradisi]] dan kebiasaan [[Muhammad]]" atau "[[kata|kata-kata]], tindakan dan pernyataan diam tentang dia". Ini mencakup ucapan dan ucapan sehari-hari Muhammad, tindakannya, persetujuan diam-diam, dan ucapan terima kasih atas pernyataan dan aktivitasnya. Menurut para ahli hukum Syi'ah, sunnah juga mencakup kata-kata, perbuatan dan pengakuan dari para imam dan [[Fatimah]], anak perempuan Muhammad, yang diyakini tidak dapat salah lagi.<ref name=NomaniH>Nomani and Rahnema (1994), p. 4–7</ref>
 
[[Berkas:Musnad.PNG|jmpl|kanan|Sampul dari buku koleksi Hadits Musnad Hanbal. Pembenaran untuk menggunakan Hadits sebagai sumber hukum dapat ditemukan di dalam Alquran. Alquran memerintahkan umat Islam untuk mengikuti Muhammad, yakni [[Surah Al-Hasyr]] ayat 7.]]
Baris 35 ⟶ 50:
Di pengadilan syariah, seorang ''[[qadi]]'' (hakim) mendengar sebuah kasus, termasuk saksi dan bukti. Maka qadi membuat keputusan. Kadang kala qadi berkonsultasi dengan [[mufti]] atau sarjana hukum, untuk sebuah pendapat.<ref name=NomaniQ/>
 
==== Sumber sekunderKonsensus ====
=== Konsensus ===
{{main|Ijmak}}
[[Hadits]] Muhammad yang menyatakan bahwa jika "ummatku tidak akan pernah menyetujui kesalahan"<ref>Narrated by [http://sunnah.com/tirmidhi/33/10 al-Tirmidhi (4:2167)], ibn Majah (2:1303), Abu Dawood, and others with slightly different wordings.</ref> sering disebut sebagai bukti validitas ijma'. Muslim Sunni menganggap ijma sebagai sumber dasar hukum Syariah yang ketiga, tepat setelah pewahyuan ilahi Alquran, dan praktik kenabian yang dikenal sebagai Sunnah. Meskipun ada pandangan berbeda mengenai siapa yang dianggap sebagai bagian dari konsensus ini, pandangan mayoritas terbagi antara dua kemungkinan: bahwa konsensus yang mengikat secara religius adalah konsensus seluruh komunitas [[Muslim]], atau bahwa konsensus yang mengikat secara religius hanyalah konsensus kaum religius yang dipelajari.<ref>Ahmad Hasan, "The Doctrine of Ijma': A Study of the Juridical Principle of Consensus," New Delhi, India: Kitab Bhaban, 2003, pg.81</ref> Nama dua jenis konsensus adalah:
Baris 81 ⟶ 95:
|}
 
==== Alasan analogis ====
{{Main|Qiyas}}
[[Berkas:Friday prayer (Tehran, 2016) 01.jpg|jempol|kanan|[[Shalat Jum'at]] merupakan salah satu bentuk penggunaan sumber hukum Islam, yakni di mana saat shalat Jum'at berlangsung tidak diperbolehkan mengadakan [[perdagangan|jual dan beli]]. Hukum ini disebut ''[[Qiyas]]'']]
Baris 89 ⟶ 103:
Yurisprudensi Sunni yang terlambat dan modern menganggap alasan analogis sebagai sumber hukum Islam keempat, mengikuti tradisi suci Nabi Muhammad, dan konsensus yang mengikat. Sementara beasiswa Muslim pada periode kemudian secara tradisional mengklaim bahwa analogi telah ada dalam hukum Islam sejak awal agama mereka,<ref name=walid>Walîd b. Ibrâhîm al-`Ujajî, [http://www.alfalahconsulting.com/2011/04/qiyas-in-islamic-law-brief-introduction.html Qiyas in Islamic Law – A Brief Introduction], Alfalah Consulting, FRIDAY, 29 APRIL 2011</ref> beasiswa modern pada umumnya menunjuk pada sarjana Muslim Abu Hanifa sebagai orang pertama yang memasukkan alasan analogis sebagai sumber hukum.<ref>[[#|Reuben Levy]], ''Introduction to the Sociology of Islam'', pg. 236-237. [[London]]: Williams and Norgate, 1931-1933.</ref><ref name=ali280>[[#|Chiragh Ali]], The Proposed Political, Legal and Social Reforms. Taken from Modernist Islam 1840-1940: A Sourcebook, pg. 280. Edited by [[#|Charles Kurzman]]. [[New York City]]: [[#|Oxford University Press]], 2002.</ref><ref name=mansoor2>Mansoor Moaddel, ''Islamic Modernism, Nationalism, and Fundamentalism: Episode and Discourse'', pg. 32. [[Chicago]]: [[#|University of Chicago Press]], 2005.</ref><ref>Keith Hodkinson, ''Muslim Family Law: A Sourcebook'', pg. 39. Beckenham: Croom Helm Ltd., Provident House, 1984.</ref><ref name=hisham>''Understanding Islamic Law: From Classical to Contemporary'', edited by Hisham Ramadan, pg. 18. [[#|Lanham, Maryland]]: [[#|Rowman & Littlefield]], 2006.</ref><ref>Christopher Roederrer and Darrel Moellendorf, ''Jurisprudence'', pg. 471. Lansdowne: Juta and Company Ltd., 2007.</ref><ref>Nicolas Aghnides, ''Islamic Theories of Finance'', pg. 69. New Jersey: Gorgias Press LLC, 2005.</ref><ref name=kojiro>Kojiro Nakamura, "Ibn Mada's Criticism of Arab Grammarians." ''Orient'', v. 10, pgs. 89-113. 1974</ref> Sejak awal, alasan analogis telah menjadi subyek studi ekstensif mengenai tempat yang tepat dalam hukum Islam dan penerapannya yang tepat.
 
=== KebijaksanaanSumber hukumyang tidak disepakati ===
==== Kebijaksanaan hukum ====
{{Main|Istihsan}}
''Istihsan'' adalah kecenderungan seseorang pada sesuatu karena menganggapnya lebih baik, dan ini bisa bersifat lahiriah (''hissiy'') ataupun maknawiah; meskipun hal itu dianggap tidak baik oleh orang lain. atau dapat diartikan dengan penangguhan hukum seseorang [[ijtihad|mujtahid]] dari hukum yang jelas ([[Alquran]], [[Sunnah]], [[Ijmak]] dan [[Qiyas]]) ke hukum yang samar-samar karena kondisi atau keadaan darurat atau [[Urf|adat istiadat]].<ref>[http://abulmiqdad.multiply.com/journal/item/7 Istihsan dan kedudukannya sebagai metode Istinbath hukum dalam ushul fiqih], diakses 28 Agustus 2011.</ref>
 
==== Kepentingan umum ====
''Istislah'' ([[bahasa Arab]]: استصلاح "untuk dianggap pantas") adalah metode yang digunakan oleh ahli hukum Muslim untuk memecahkan masalah yang tidak menemukan jawaban yang jelas dalam teks-teks keagamaan yang kudus. Hal ini terkait dengan istilah مصلحة Maslaha, atau "kepentingan umum" (kedua kata tersebut berasal dari akar triconsonantal yang sama, "ṣ-l-ḥ").<ref>{{cite book
| last = Mawil Izzi Dien
Baris 107 ⟶ 122:
Strain istislah yang lebih "[[liberal]]" penting di abad ke-20 dan berpusat pada karya Rasyid Rida, yang menganggap bahwa hadits "tidak membahayakan pembalasan" adalah prinsip tertinggi liberalisme hukum, yang mengalahkan semua prinsip Syariah lainnya. Rida membuat istislah "prinsip sentral daripada anak perusahaan untuk mendefinisikan undang-undang ... [yang] membuat adaptasi lebih fleksibel".<ref name=knut>{{cite book|author1=Knut S. Vikør | title = Between God and the Sultan: A History of Islamic Law|date=2005| publisher=Oxford University Press | isbn=9780195223989 | page = 234–35 |url= https://books.google.com/books?id=I9d7Jw8c5v4C&lpg=PP1&pg=PA234#v=snippet&q=Maslaha&f=false }}</ref> Dengan metode ini, beberapa [[hak asasi manusia]] bisa dianggap "Islami". Di [[Mesir]] pendekatan ini telah dijunjung tinggi oleh [[Mahkamah Agung]], yang telah meratifikasi langkah-langkah yang adil yang menguntungkan [[perempuan]] bahkan di mana ini tampaknya bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah klasik.<ref name=knut/>
 
==== Kesimpulan ====
{{Main|Ijtihad}}
''[[Ijtihad]]'' adalah istilah [[hukum Islam]] yang mengacu pada [[logika|penalaran independen]]<ref name=ODI/>atau pengabdian menyeluruh fakultas [[mental]] fakultas dalam menemukan solusi untuk sebuah pertanyaan hukum.<ref name=OEIW>{{cite encyclopedia|first=Intisar A. |last= Rabb|title=Ijtihād|encyclopedia=The Oxford Encyclopedia of the Islamic World|editor=John L. Esposito|publisher=Oxford University Press|location=Oxford|year=2009|url=http://www.oxfordreference.com/view/10.1093/acref/9780195305135.001.0001/acref-9780195305135-e-0354|subscription=yes}}</ref> Hal ini kontras dengan [[taklid|taqlid]] (tiruan, sesuai dengan preseden hukum). <ref name=ODI>{{cite encyclopedia|title=Ijtihad|editor=John L. Esposito |encyclopedia=The Oxford Dictionary of Islam |publisher=Oxford University Press |location=Oxford |year=2014 |url=http://www.oxfordreference.com/view/10.1093/acref/9780195125580.001.0001/acref-9780195125580-e-2338|subscription=yes}}</ref> Menurut teori klasik Sunni, ijtihad membutuhkan keahlian dalam [[bahasa Arab]], [[teologi]], [[naskah|teks-teks yang diwahyukan]], dan prinsip-prinsip yurisprudensi ([[ushul fiqih]]),<ref name=ODI/> dan tidak digunakan di mana teks asli dan otoritatif (Alquran dan Hadis) dipertimbangkan. Tidak jelas sehubungan dengan pertanyaan, atau di mana ada [[Ijmak|konsensus ilmiah]] (ijma) yang ada. Ijtihad dianggap sebagai tugas religius bagi mereka yang memenuhi syarat untuk melakukannya. Seorang cendekiawan Islam yang berkualifikasi untuk melakukan ijtihad disebut [[ijtihad|mujtahid]].<ref name=ODI/>
Baris 117 ⟶ 132:
Ahli hukum Syiah tidak menggunakan istilah ijtihad sampai abad ke-12, namun mereka menggunakan cara penalaran hukum yang rasional sejak awal, dan ruang lingkupnya tidak menyempit seperti dalam tradisi Sunni, kecuali yurisprudensi [[Syi'ah|Zaydi]].<ref name=OEIW/>
 
==== Kebiasaan lokal ====
[[Berkas:Ahmed el-Tayeb May 2015 (17963337671).jpg|jempol|kanan|[[:commons:Category:Ahmed el-Tayeb|al-Tayyibal-Tayyib Khudari al-Sayyid]], guru besar Ushul Fiqih di [[Universitas Al-Azhar]] Mesir menjelaskan bahwa mazhab yang dikenal banyak menggunakan [[Urf|'Urf]] sebagai landasan hukum adalah kalangan [[Hanafi]]yah dan kalangan [[Maliki]]yyah, dan selanjutnya oleh kalangan [[Hanbali|Hanabilah]] dan kalangan [[Mazhab Syafi'i|Syafi’iyah]].]]
{{Main|Urf}}
Baris 151 ⟶ 166:
 
== Referensi ==
=== KonsensusKutipan ===
'''Catatan kaki'''
{{Reflist|2}}
 
'''DaftarKutipan pustakainternet'''
<references group="online"/>
 
=== Daftar pustaka ===
{{refbegin}}
* ʻAlwānī, Ṭāhā Jābir Fayyāḍ. ''Uṣūl Al Fiqh Al Islāmī''. IIT. Based on the author's PhD thesis at [[Al-Azhar University]].