Sangkuni: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: penggantian teks otomatis (-kuna +kuno)
M. Adiputra (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 12:
| Ayah = Subala
| Ibu = Sudarma
| Anak = [[Uluka]], Wrekasura
| Nama_lain = Suwalaputra, Sengkuni, Sangkuning, Suman, Trigantalpati
}}
'''Sangkuni''', atau yang dalam ejaan [[Sanskerta]] disebut '''Shakuni''' {{Sanskerta|शकुनि|Śakuni}} atau '''Saubala''' ([[patronim]] dari Subala) adalah seorang tokoh [[antagonis]] dalam [[wiracarita]] ''[[Mahabharata]]''. Ia merupakan paman para [[Korawa]] dari pihak ibu. Sangkuni terkenal sebagai tokoh licik yang selalu menghasut para Korawa agar memusuhi [[Pandawa]]. Ia berhasil merebut [[Indraprastha|Kerajaan Indraprastha]] dari tangan para Pandawa melalui sebuah permainan dadu. Menurut ''Mahabharata'', Sangkuni merupakan personifikasi dari [[Dwaparayuga]], yaitu masa kekacauan di muka Bumi, pendahulu zaman kegelapan atau [[Kaliyuga]].
 
Dalam [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]], Sangkuni sering dieja dengan nama '''Sengkuni'''. Ketika para Korawa berkuasa di [[Kerajaan Hastina]], ia diangkat sebagai [[patih]]. Dalam pewayangan [[Sunda]], ia juga dikenal dengan nama '''Sangkuning'''.
Baris 21:
== Pangeran Gandhara ==
Dalam kitab ''[[Mahabharata]]'' disebutkan bahwa Sangkuni merupakan pangeran dari [[kerajaan Gandhara]] pada masa pemerintahan Subala. Adik perempuannya yang bernama [[Gandari]] dilamar untuk dijadikan sebagai istri [[Dretarastra]], seorang pangeran [[tunanetra]] dari [[Hastinapura]]. Sangkuni marah atas keputusan ayahnya yang menerima lamaran tersebut. Menurutnya, Gandari seharusnya menjadi istri [[Pandu]], adik Dretarastra. Karena telanjur terjadi, ia pun mengikuti Gandari yang selanjutnya menetap di istana Hastinapura. Gandari memutuskan untuk selalu menutup kedua matanya menggunakan selembar kain karena ia sangat setia kepada suaminya yang buta. Gandari berputra seratus orang—dikenal sebagai seratus [[Korawa]]—yang sejak kecil diasuh oleh Sangkuni. Di bawah asuhan Sangkuni, para Korawa tumbuh menjadi anak-anak yang selalu diliputi rasa kebencian terhadap para [[Pandawa]], yaitu putra-putra Pandu. Setiap hari Sangkuni selalu mengobarkan rasa permusuhan di hati para Korawa, terutama Korawa sulung yang bernama [[Duryodana]].
 
== Sangkuni dalam pewayangan ==
[[Berkas:Sangkuni-kl.jpg|left|thumb|Sangkuni dalam budaya pewayangan Jawa.]]
Dalam [[wayang|pewayangan]], terutama di [[Jawa]], Sengkuni bukan kakak dari Dewi [[Gandari]], melainkan adiknya. Sementara itu Gandara versi pewayangan bukan nama sebuah kerajaan, melainkan nama kakak tertua mereka. Sengkuni sendiri dikisahkan memiliki nama asli Harya Suman. Pada mulanya raja [[Kerajaan Gandhara|kerajaan Plasajenar]] bernama Suwala. Setelah meninggal, ia digantikan oleh putra sulungnya yang bernama Gandara. Pada suatu hari Gandara ditemani kedua adiknya, yaitu Gandari dan Suman, berangkat menuju [[Kerajaan Mathura|Kerajaan Mandura]] untuk mengikuti sayembara memperebutkan Dewi [[Kunti]], putri negeri tersebut. Dalam perjalanan, rombongan Gandara berpapasan dengan [[Pandu]] yang sedang dalam perjalanan pulang menuju [[Kerajaan Hastina]] setelah memenangkan sayembara Kunti. Pertempuran pun terjadi. Gandara akhirnya tewas di tangan Pandu. Pandu kemudian membawa serta Gandari dan Suman menuju Hastina. Sesampainya di Hastina, Gandari diminta oleh kakak Pandu yang bernama [[Drestarastra]] untuk dijadikan istri. Gandari sangat marah karena ia sebenarnya ingin menjadi istri Pandu. Suman pun berjanji akan selalu membantu kakaknya itu melampiaskan sakit hatinya. Ia bertekad akan menciptakan permusuhan di antara para [[Korawa]], anak-anak Drestarastra, melawan para [[Pandawa]], anak-anak Pandu.
 
Menurut versi [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]], pada mulanya Harya Suman berwajah tampan. Ia mulai menggunakan nama Sengkuni semenjak wujudnya berubah menjadi buruk akibat dihajar oleh Patih [[Gandamana]]. Gandamana adalah pangeran dari [[Kerajaan Pancala]] yang memilih mengabdi sebagai [[patih]] di [[Kerajaan Hastina]] pada masa pemerintahan [[Pandu]]. Suman yang berambisi merebut jabatan patih akhirnya berupaya menyingkirkan Gandamana. Pada suatu hari Suman berhasil mengadu domba Pandu dengan muridnya yang berwujud raja raksasa bernama Prabu Tremboko. Maka, ketegangan terjadi antara Kerajaan Hastina dan Kerajaan Pringgadani. Pandu pun mengirim Gandamana sebagai duta perdamaian. Di tengah jalan, Suman menjebak Gandamana sehingga jatuh ke dalam perangkapnya. Suman kemudian kembali ke Hastina untuk melapor kepada Pandu bahwa Gandamana telah berkhianat dan memihak musuh. Pandu segera memutuskan untuk mengangkat Suman sebagai patih baru. Gandamana yang ternyata masih hidup muncul dan menyeret Suman. Suman pun dihajar habis-habisan sehingga wujudnya yang tampan berubah menjadi jelek. Sejak saat itu, Suman pun terkenal dengan sebutan Sengkuni, berasal dari kata ''saka'' dan ''uni'', yang bermakna "dari ucapan". Artinya, ia menderita cacad buruk rupa adalah karena hasil ucapannya sendiri.
 
=== Peristiwa minyak tala ===
Versi [[wayang|pewayangan]] selanjutnya mengisahkan, setelah [[Pandu]] meninggal dunia, pusakanya yang bernama Minyak Tala dititipkan kepada [[Drestarastra]] supaya kelak diserahkan kepada para [[Pandawa]] jika kelak mereka dewasa. Minyak Tala sendiri merupakan pusaka pemberian dewata sebagai hadiah karena Pandu pernah menumpas musuh kahyangan bernama Nagapaya. Beberapa tahun kemudian, terjadi perebutan antara para Pandawa melawan para [[Korawa]] yang ternyata juga menginginkan Minyak Tala. Dretarastra memutuskan untuk melemparkan minyak tersebut beserta wadahnya yang berupa [[wikt:cupu|cupu]] sejauh-jauhnya. Pandawa dan Korawa segera berpencar untuk bersiap menangkapnya. Namun, Sengkuni terlebih dahulu menyenggol tangan Dretarastra ketika hendak melemparkan benda tersebut. Akibatnya, sebagian minyak tala tumpah. Sengkuni segera membuka semua pakaiannya dan bergulingan di lantai untuk membasahi seluruh kulitnya dengan minyak tersebut.
 
Sementara itu, cupu beserta sisa minyak tala jatuh tercebur ke dalam sebuah sumur tua. Para Pandawa dan Korawa tidak mampu mengambilnya. Tiba-tiba muncul seorang pendeta dekil bernama [[Durna]] yang berhasil mengambil cupu tersebut dengan mudah. Tertarik melihat kesaktiannya, para Korawa dan Pandawa pun berguru kepada pendeta tersebut. Sengkuni yang telah bermandikan Minyak Tala sejak saat itu mendapati seluruh kulitnya kebal terhadap segala jenis senjata. Meskipun ilmu bela dirinya rendah, namun tidak ada satu pun senjata yang mampu menembus kulitnya.
 
== Peran di Hastinapura ==
[[Berkas:Shakuni is master of Dice Game.jpg|thumb|rightleft|Sangkuni dalam ilustrasi kitab ''Mahabharata'', menunjukkan keahlian bermain dadunya.]]
Baik dalam versi ''[[Mahabharata]]'' maupun versi [[wayang|pewayanagan]], Sangkuni merupakan penasihat utama [[Duryodana]], pemimpin para [[Korawa]]. Berbagai jenis tipu muslihat dan kelicikan ia jalankan demi menyingkirkan para [[Pandawa]].
 
Baris 43 ⟶ 32:
Mendengar Dropadi dipermalukan di depan umum, Dewi [[Gandari]] ibu para Korawa muncul membatalkan semuanya. Para Pandawa pun pulang dan mendapatkan kemerdekaan mereka kembali. Karena kecewa, Duryodana mendesak ayahnya, [[Dretarastra]], supaya mengizinkannya untuk menantang Pandawa sekali lagi. Drestarastra tidak kuasa menolak keinginan anak yang sangat dimanjakannya itu. Maka, permainan dadu yang kedua pun terjadi kembali. Untuk kedua kalinya, pihak Pandawa kalah di tangan Sangkuni. Sebagai hukuman, mereka harus menjalani hidup selama 12 tahun di dalam hutan, dan dilanjutkan dengan menyamar selama setahun di suatu negeri. Jika penyamaran mereka sampai terbongkar, mereka harus mengulangi kembali selama 12 tahun hidup di dalam hutan dan begitulah seterusnya.
 
== KematianPerang di Kurukshetra ==
Setelah masa hukuman selama 13 tahun berakhir, para [[Pandawa]] kembali untuk mengambil kembali negeri mereka dari tangan [[Korawa]]. Namun pihak Korawa menolak mengembalikan [[Indraprastha]] dengan alasan bahwa penyamaran para Pandawa di [[Kerajaan Wirata]] telah terbongkar. Berbagai usaha damai diperjuangkan pihak Pandawa namun semuanya mengalami kegagalan. Perang pun menjadi pilihan selanjutnya.
 
Baris 50 ⟶ 39:
Kisah versi India sedikit berbeda dengan ''[[Kakawin Bharatayuddha]]'' yang ditulis pada zaman [[Kerajaan Kadiri]] tahun [[1157]]. Menurut naskah berbahasa [[bahasa Jawa Kuno|Jawa Kuno]] ini, Sangkuni bukan mati di tangan Seadewa, melainkan di tangan [[Bima]], Pandawa yang kedua. Sangkuni dikisahkan mati remuk oleh pukulan gada Bima. Bima kemudian memotong-motong tubuh Sengkuni menjadi beberapa bagian.
 
== Pewayangan ==
Kisah tersebut dikembangkan lagi dalam [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]]. Pada hari terakhir Baratayuda, Sangkuni bertempur melawan Bima. Kulitnya yang kebal karena pengaruh minyak tala bahkan sempat membuat Bima sulit mengalahkan Sengkuni. Penasihat Pandawa selain [[Kresna]], yaitu [[Semar]] muncul memberi tahu Bima bahwa kelemahan Sangkuni berada di bagian dubur, karena bagian tersebut dulunya pasti tidak terkena pengaruh minyak tala. Bima pun maju kembali. Sangkuni ditangkap dan disobek duburnya menggunakan Kuku Pancanaka yang tumbuh di ujung jari Bima. Ilmu kebal Sengkuni pun musnah. Dengan beringas, Bima menyobek dan menguliti Sangkuni tanpa ampun. Meskipun demikian, Sangkuni hanya sekarat tetapi tidak mati.
[[Berkas:Sangkuni-kl.jpg|left|thumb|Sangkuni dalam budaya pewayangan Jawa.]]
Dalam [[wayang|pewayangan]], terutama di [[Jawa]], Sengkuni bukan kakak dari Dewi [[Gandari]], melainkan adiknya. Sementara itu Gandara versi pewayangan bukan nama sebuah kerajaan, melainkan nama kakak tertua mereka. Sengkuni sendiri dikisahkan memiliki nama asli Harya Suman. Pada mulanya raja [[Kerajaan Gandhara|kerajaan Plasajenar]] bernama Suwala. Setelah meninggal, ia digantikan oleh putra sulungnya yang bernama Gandara. Pada suatu hari Gandara ditemani kedua adiknya, yaitu Gandari dan Suman, berangkat menuju [[Kerajaan Mathura|Kerajaan Mandura]] untuk mengikuti sayembara memperebutkan Dewi [[Kunti]], putri negeri tersebut. Dalam perjalanan, rombongan Gandara berpapasan dengan [[Pandu]] yang sedang dalam perjalanan pulang menuju [[Kerajaan Hastina]] setelah memenangkan sayembara Kunti. Pertempuran pun terjadi. Gandara akhirnya tewas di tangan Pandu. Pandu kemudian membawa serta Gandari dan Suman menuju Hastina. Sesampainya di Hastina, Gandari diminta oleh kakak Pandu yang bernama [[Drestarastra]] untuk dijadikan istri. Gandari sangat marah karena ia sebenarnya ingin menjadi istri Pandu. Suman pun berjanji akan selalu membantu kakaknya itu melampiaskan sakit hatinya. Ia bertekad akan menciptakan permusuhan di antara para [[Korawa]], anak-anak Drestarastra, melawan para [[Pandawa]], anak-anak Pandu.
 
Menurut versi [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]], pada mulanya Harya Suman berwajah tampan. Ia mulai menggunakan nama Sengkuni semenjak wujudnya berubah menjadi buruk akibat dihajar oleh Patih [[Gandamana]]. Gandamana adalah pangeran dari [[Kerajaan Pancala]] yang memilih mengabdi sebagai [[patih]] di [[Kerajaan Hastina]] pada masa pemerintahan [[Pandu]]. Suman yang berambisi merebut jabatan patih akhirnya berupaya menyingkirkan Gandamana. Pada suatu hari Suman berhasil mengadu domba Pandu dengan muridnya yang berwujud raja raksasa bernama Prabu Tremboko. Maka, ketegangan terjadi antara Kerajaan Hastina dan Kerajaan Pringgadani. Pandu pun mengirim Gandamana sebagai duta perdamaian. Di tengah jalan, Suman menjebak Gandamana sehingga jatuh ke dalam perangkapnya. Suman kemudian kembali ke Hastina untuk melapor kepada Pandu bahwa Gandamana telah berkhianat dan memihak musuh. Pandu segera memutuskan untuk mengangkat Suman sebagai patih baru. Gandamana yang ternyata masih hidup muncul dan menyeret Suman. Suman pun dihajar habis-habisan sehingga wujudnya yang tampan berubah menjadi jelek. Sejak saat itu, Suman pun terkenal dengan sebutan Sengkuni, berasal dari kata ''saka'' dan ''uni'', yang bermakna "dari ucapan". Artinya, ia menderita cacad buruk rupa adalah karena hasil ucapannya sendiri.
 
=== Peristiwa minyak tala ===
Versi [[wayang|pewayangan]] selanjutnya mengisahkan, setelah [[Pandu]] meninggal dunia, pusakanya yang bernama Minyak Tala dititipkan kepada [[Drestarastra]] supaya kelak diserahkan kepada para [[Pandawa]] jika kelak mereka dewasa. Minyak Tala sendiri merupakan pusaka pemberian dewata sebagai hadiah karena Pandu pernah menumpas musuh kahyangan bernama Nagapaya. Beberapa tahun kemudian, terjadi perebutan antara para Pandawa melawan para [[Korawa]] yang ternyata juga menginginkan Minyak Tala. Dretarastra memutuskan untuk melemparkan minyak tersebut beserta wadahnya yang berupa [[wikt:cupu|cupu]] sejauh-jauhnya. Pandawa dan Korawa segera berpencar untuk bersiap menangkapnya. Namun, Sengkuni terlebih dahulu menyenggol tangan Dretarastra ketika hendak melemparkan benda tersebut. Akibatnya, sebagian minyak tala tumpah. Sengkuni segera membuka semua pakaiannya dan bergulingan di lantai untuk membasahi seluruh kulitnya dengan minyak tersebut.
 
Sementara itu, cupu beserta sisa minyak tala jatuh tercebur ke dalam sebuah sumur tua. Para Pandawa dan Korawa tidak mampu mengambilnya. Tiba-tiba muncul seorang pendeta dekil bernama [[Durna]] yang berhasil mengambil cupu tersebut dengan mudah. Tertarik melihat kesaktiannya, para Korawa dan Pandawa pun berguru kepada pendeta tersebut. Sengkuni yang telah bermandikan Minyak Tala sejak saat itu mendapati seluruh kulitnya kebal terhadap segala jenis senjata. Meskipun ilmu bela dirinya rendah, namun tidak ada satu pun senjata yang mampu menembus kulitnya.
 
=== Kematian ===
Kisah tersebut dikembangkan lagi dalam [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]]. Pada hari terakhir Baratayuda, Sangkuni bertempur melawan Bima. Kulitnya yang kebal karena pengaruh minyak tala bahkan sempat membuat Bima sulit mengalahkan Sengkuni. Penasihat Pandawa selain [[Kresna]], yaitu [[Semar]] muncul memberi tahu Bima bahwa kelemahan Sangkuni berada di bagian dubur, karena bagian tersebut dulunya pasti tidak terkena pengaruh minyak tala. Bima pun maju kembali. Sangkuni ditangkap dan disobek duburnya menggunakan Kuku Pancanaka yang tumbuh di ujung jari Bima. Ilmu kebal Sengkuni pun musnah. Dengan beringas, Bima menyobek dan menguliti Sangkuni tanpa ampun. Meskipun demikian, Sangkuni hanya sekarat tetapi tidak mati.
 
Pada sore hari itu, Bima berhasil mengalahkan [[Duryodana]], pemimpin seratus Korawa. Dalam keadaan sekarat, Duryodana menyatakan bahwa dirinya bersedia mati jika ditemani pasangan hidupnya, yaitu istrinya yang bernama Dewi Banowati. Atas nasihat Kresna, Bima pun mengambil Sangkuni yang masih sekarat untuk diserahkan kepada Duryodana. Duryodana yang sudah kehilangan penglihatannya akibat luka parah segera menggigit leher Sangkuni yang dikiranya Banowati. Akibat gigitan itu, Sengkuni pun tewas seketika, begitu pula dengan Duryodana.