Sejarah Myanmar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 242:
During the 1990s, the military regime had also had to deal with several insurgencies by tribal minorities along its borders. General [[Khin Nyunt]] was able to negotiate cease-fire agreements that ended the fighting with the [[Kokang]], hill tribes such as the [[Wa State|Wa]], and the [[Kachin people|Kachin]], but the [[Karen people|Karen]] would not negotiate. The military finally captured the main Karen base at [[Manerplaw]] in spring 1995, but there has still been no final peace settlement. [[Khun Sa]], a major opium warlord who nominally controlled parts of [[Shan State]], made a deal with the government in December 1995 after US pressure.
 
AfterSetelah theKonvensi failureNasional ofgagal themenciptakan NationalKonstitusi Convention to create a new constitutionbaru, tensionsketegangan betweenpun themeningkat governmentantara andpemerintah thedan LND mounted, resulting in two major crackdowns on the LND in 1996 and 1997. The DPHKN was abolished in November 1997 and replaced by the [[State Peace and Development Council]] (SPDC), but it was merely a cosmetic change. Continuing reports of human rights violations in Burma led the United States to intensify sanctions in 1997, and the [[European Union]] followed suit in 2000.
-->
Militer kembali menetapkan status tahanan rumah bagi [[Aung San Suu Kyi]] pada bulan September 2000 sampai dengan bulan Mei 2002, ketika larangan baginya untuk bepergian ke luar kota Rangoon juga dicabut. Pembicaraan-pembicaraan seputar rekonsiliasi dilakukan dengan pemerintah, namun semuanya menemui jalan buntu dan Suu Kyi sekali lagi ditahan pada bulan Mei May 2003 setelah iring-iringan kendaraan yang mengikutinya dilaporkan diserbu oleh massa pro militer. Pemerintah juga melaksanakan penangkapan besar-besaran atas para pemimpin LND dan menutup sebagian besar dari kantor-kantornya. Situasi di Myanmar masih diwarnai ketegangan sampai hari ini.
 
Pada bulan Agustus 2003, Kyin Nyunt mengumumkan tujuh langkah "[[petunjuk jalan menuju demokrasi]]", yang dikalim pemerintah sedang dalam proses implementasi. Tidak ada jadwal dan target waktu sehubungan dengan rencana pemerintah ini, atau pun mekanisme kondisional atau independen untuk mebuktikan bahwa program ini benar-benar berjalan. Karena alasan inilah sebagian besar pemerintah negara-negara barat dan negara-negara tetangga Myanmar bersikap skeptis dan kritis sehubungan dengan petunjuk jalan ini.
The military placed [[Aung San Suu Kyi]] under house arrest again in September 2000 until May 2002, when her travel restrictions outside of Rangoon were also lifted. Reconciliation talks were held with the government, but these came to a stalemate and Suu Kyi was once again taken into custody in May 2003 after an ambush on her motorcade reportedly by a pro-military mob. The government also carried out another large-scale crackdown on the LND, arresting many of its leaders and closing down most of its offices. The situation in Burma remains tense to this day.
 
Pada 17 Februari 2005, pemerintah menyelenggarakan kembali Konvensi Nasional, untuk pertama kalinya sejak 1993, dalam upaya untuk menulis ulang Konstitusi. Meskipun demikian, organisasi-organisasi dan partai-partai besar yang pro demokrasi, termasuk [[Liga Nasional untuk Demokrasi]], dilarang berpartisipasi, militer hanya memberi iin kepada partai-partai kecil yang dipilih. Konvensi kembali diistirahatkan pada bulan Januari 2006.
In August 2003, Kyin Nyunt announced a seven-step "[[roadmap to democracy]]", which the government claims it is in the process of implementing. There is no timetable associated with the government’s plan, or any conditionality or independent mechanism for verifying that it is moving forward. For these reasons, most Western governments and Burma's neighbours have been sceptical and critical of the roadmap.
 
Pada bulan November 2005, junta militer mulai memindahkan pemerintahan dari [[Yangon]] ke sebuah lokasi yang tidak disebutkan namanya di dekat Kyatpyay tepat di luar [[Pyinmana]], yakni lokasi ibu kota Myanmar yang baru. Aksi publik ini diikuti sebuah kebijakan jangka panjang tidak resmi untuk memindahkan prasarana militer dan pemerintah yang penting keluar dari Yangon guna menghindari berulangnya peristiwa-peristiwa semacam [[Pemberontakan 8888]]. Pada Hari Angkatan Bersenjata (27 Maret 2006), ibukota Myanmar secara resmi diberi nama [[Naypyidaw|Naypyidaw Myodaw]] (secara harfiah berarti Kota Takhta Raja-Raja).
On 17 February 2005, the government reconvened the National Convention, for the first time since 1993, in an attempt to rewrite the Constitution. However, major pro-democracy organisations and parties, including the [[National League for Democracy]], were barred from participating, the military allowing only selected smaller parties. It was adjourned once again in January 2006.
 
In November 2005, the military junta started moving the government away from [[Yangon]] to an unnamed location near Kyatpyay just outside [[Pyinmana]], to a newly designated capital city. This public action follows a long term unofficial policy of moving critical military and government infrastructure away from Yangon to avoid a repetition of the events of [[8888 Uprising|1988]]. On Armed Forces Day (27 March 2006), the capital was officially named [[Naypyidaw|Naypyidaw Myodaw]] (lit. Royal City of the Seat of Kings).
 
Pada 2005, ibu kota negara dipindahkan dari [[Yangon]] ke [[Naypyidaw]].
 
Pada bulan November 2006, [[Organisasi Buruh Internasional]] mengumumkan akan berupaya – di [[Mahkamah Internasional]]<ref>{{cite news|url=http://in.today.reuters.com/news/newsArticle.aspx?type=worldNews&storyID=2006-11-16T163442Z_01_NOOTR_RTRJONC_0_India-276537-1.xml&archived=False |title=ILO seeks to charge Myanmar junta with atrocities |publisher=Reuters|date=16 November 2006 |accessdate=17 November 2006 }}</ref> – "untuk menuntut anggota-anggota junta militer Myanmar yang sementara berkuasa atas dakwaan kejahatan terhadap kemanusiaan" karena mewajibkan berkesinambungan untuk melakukan [[kerja paksa]]. Menurut Organisasi Buruh Internasional, diperkirakan ada 800.000 orang yang diwajibkan menjalani kerja paksa di Myanmar.<ref>{{cite web|url=http://www.atimes.com/atimes/Southeast_Asia/GC29Ae02.html|title=Asia Times Online :: Southeast Asia news and business from Indonesia, Philippines, Muangthai, Malaysia and Vietnam|publisher=|accessdate=4 Februari 2016}}</ref> -->
 
=== Protes anti pemerintah 2007 ===