Konflik di Negara Bagian Rakhine (2016–sekarang): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Abdur rokib (bicara | kontrib)
Sejarah Timor-Timur dan Papua berbeda
Abdur rokib (bicara | kontrib)
PBB Perintahkan Myanmar Lindungi Warga Sipil
Baris 47:
Aung San Suu Kyi juga dikecam lima peraih Nobel Perdamaian. Lima perempuan peraih Nobel Perdamaian mendesak pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, 'tak berdiam diri' melihat 'pembersihan eknik' yang terjadi pada komunitas Muslim Rohingya di negara tersebut. Kelima peraih Nobel Perdamaian yang mendesak Suu Kyi untuk angkat bicara dan membela hak-hak warga Rohingya adalah Mairead Maguire (perain Nobel Perdamaian 1976 dari Irlandia Utara), Joy Williams (1997, Amerika Serikat), Shirin Ebadi (2003, Iran), Leymah Gbowee (2011, Liberia) dan Tawakkol Karman (2011, Yaman).
"Kami sangat terpukul, sedih dan khawatir menyaksikan sikap diam Anda atas kekejaman terhadap minoritas Rohingya ... mereka dieksekusi, dihilangkan secara paksa, ditahan, diperkosa dan mengalami serangan seksual lainnya. Desa-desa mereka dibakar, warga sipil diserang yang membuat PBB menyatakannya sebagai pembersihan etnik," kata lima peraih Nobel Perdamaian melalui surat terbuka kepada Aung San Suu Kyi. Mereka menambahkan bahwa apa yang menimpa minoritas Muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine adalah 'serangan terhadap kemanusiaan'. <ref>[http://www.bbc.com/indonesia/dunia-41239843 ]</ref>Selasa, 12 September 2017
 
Atas peristiwa di negara bagian Rakhine ini, Tekanan terhadap Myanmar untuk mengakhiri aksi kekerasan yang menyebabkan lebih dari 300.000 muslim Rohingya mengungsi ke Bangladesh memuncak setelah PBB meminta agar rakyat sipil dilindungi. Pada saat yang sama, Bangladesh juga meminta bantuan internasional untuk menangani krisis kemanusiaan akibat kebanjiran pengungsi. Pemerintah Myanmar yang penduduknya beragama Budha menyatakan, bahwa militer berhadapan dengan para teroris yang melakukan serangan. Militer Myanmar berdalih melakukan serangan balik pada 25 Agustus untuk melindungi rakyat sipil, meski banyak kalangan menilai tindakan itu sangat berlebihan. Seorang pejabat tinggi HAM PBB menyatakan, bahwa Myanmar telah melakukan pembersihan etnis melalui serangan militer yang dahsyat atas kelompok muslim Rohingya. PBB menyatakan pengusiran etnis Rohingya menunjukkan pemerintah dan militer Myanmar tidak melindungi warga sipil. Sementara itu, Amerika Serikat terus mendukung transisi pemerintahan Myanmar yang didominasi oleh militer ke pemerintahan sipil. Dalam beberapa dekade terakhir militer mendominasi pemerintahan meski akhirnya pemerintahan dikuasai oleh Partai NLD pimpinan peraih hadiah Nobel perdamaian Aung San Suu Kyi. “Kami meminta militer Myanmar menghormati hukum, menghentikan tindak kekerasan dan menyetop tindakan pengusiran terhadap semua etnis yang bermukim di negara itu,” menurut pernyataan dari Gedung Putih sebagaimana dikutip Reuters, Selasa (12/9/2017). Pemerintah Myanmar menganggap sekitar satu juta etnis Rohingya sebagai pendatang ilegal dari Bangladesh. Akibatnya, pemerintah negara itu tidak mengeluarkan status kewarganegaraan mereka. Padahal, etnis Rohingya telah mendiami wilayah itu sejak beberapa generasi.<ref>[ http://kabar24.bisnis.com/read/20170912/19/689140/pbb-perintahkan-myanmar-lindungi-warga-sipil]</ref>