Pekojan, Tambora, Jakarta Barat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Naval Scene (bicara | kontrib)
Menolak perubahan teks terakhir (oleh 111.95.190.165) dan mengembalikan revisi 12004007 oleh Kenrick95Bot
Wie146 (bicara | kontrib)
Baris 47:
Di Pekojan, sekalipun kini tidak tepat lagi disebut kampung Arab, peninggalan orang Arab ratusan tahun lalu banyak. Misalnya [[Masjid Langgar Tinggi]], dibangun abad ke-18. Masjid ini telah diperluas oleh [[Syeikh Said Naum]], seorang kapiten Arab. Ia memiliki beberapa kapal niaga dan tanah luas di Tanah Abang yang sebagian diwakafkan untuk pekuburan. Pekuburan ini oleh [[Ali Sadikin]] dibongkar dan di atasnya dibangun rumah susun.
 
Di dekat Masjid Langgar Tinggi terdapat [[Jembatan Kambing]]. Dinamakan demikian karena sebelum binatang dibawa ke pejagalan (kini Jl Pejagalan), kambing melewati jembatan di Kali Angke ini. Para pedagang di sini sudah berdagang turun-menurun sejak 200 tahun lalu.
 
Di depan pejagalan terdapat [[Masjid An-Nawier]], tempat ibadah terbesar di Pekojan. Menurut Abdullah Zaidan, masjid ini diperluas pada 1920-an oleh [[Habib Abdullah bin Husein Alaydrus]]. Ia seorang kaya raya, dan tempat kediamannya diabadikan menjadi Jl Alaydrus, di sebelah kiri Jl Hayam Wuruk. Ia juga banyak memasok senjata untuk para pejuang Aceh pada [[Perang Aceh]] ([[1873]]-[[1903]]).
 
Masih di kawasan Pekojan, terdapat Masjid Zawiah yang dulu merupakan surau kecil. Masjid ini dibangun Habib Ahmad bin Hamzah Alatas, guru dari Habib Abdullah bin Muhsin Alatas, yang kemudian memimpin pengajian dan majelis taklim di Empang, Bogor. Beberapa rumah arsitektur Moor (sebutan Muslim India dan Timur Tengah), masih terdapat di sini.