Sejarah Myanmar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 56:
Kerajaan Pagan terpuruk pada abad ke-13 akibat semakin banyaknya tanah bebas pajak yang didermakan — pada era 1280-an, dua pertiga lahan subur di kawasan Birma Hulu telah didermakan bagi kepentingan agama, sehingga berdampak buruk bagi kemampuan kerajaan dalam mempertahankan kesetiaan para pejabat dan prajuritnya. Keadaan ini memicu kekacauan di dalam negeri dan memancing tantangan dari luar negeri, yakni serbuan-serbuan dari orang Mon, orang Monggol, dan orang [[Shan]].<ref name=vbl-119-123>Lieberman 2003: 119–123</ref>
 
Sejak permulaan abad ke-13, orang-orang Shan mulai mengepung Kekaisaranwilayah Kemaharajaan Pagan dari arah utara dan timur. [[Suku Mongol|Orang Monggol]] yang telah menaklukkan Yunnan, kampung halaman orang Bamar, pada 1253, mulai melancarkan serangannya pada 1277. Pada 1287, orang Moggol menjarah rayah Pagan, mengakhiri kurun waktu pemerintahan Kerajaan Pagan selama 250 tahun di kawasan Lembah Sungai Irawadi dan sekitarnya. Pemerintahan Kerajaan Pagan di kawasan Birma Tengah berakhir sepuluh tahun kemudian, ditumbangkan oleh [[Kerajaan Myinsaing]] pada 1297.
 
== Kerajaan-kerajaan kecil ==
Baris 64:
=== Awa (1364–1555) ===
{{Utama|Kerajaan Ava}}
[[Kerajaan Ava|Kerajaan Awa]] (Angwa atau [[Inwa]]) didirikan pada 1364 sebagai ganti kerajaan-kerajaan kecil yang sebelumnya berdiri di Birma Tengah, yakni [[Daftar pemimpin Taungu|Kerajaan Taungu]] (1287–1318), [[Kerajaan Myinsaing]]–[[Kerajaan Pinya|Pinya]] (1297–1364), dan [[Kerajaan Sagaing]] (1315–1364). Pada tahun pertama kekuasaannya, Awa, yang memandang diri sebagai pewaris sah Kerajaan Pagan, berusaha mempersatukan kembali pecahan-pecahan dari kekaisarankemaharajaan itu. Kerajaan Awa berhasil memasukkan wilayah kekuasaan Wangsa Taungu dan negara-negara Shan di sekelilingnya ([[Kalay]], [[Mohnyin]], [[Mogaung]], [[Hsipaw]]) ke dalam mandala kekuasaannya, tetapi gagal menaklukkan yang lain.
 
[[Perang Empat Puluh Tahun]] (1385–1424) dengan Hanthawadi menguras sumber daya Awa dan menjadikan kekuasaannya mencapai titik jenuh. Raja-rajanya terus-menerus dihadapkan dengan pemberontakan daerah-daerah jajahan tetapi tiada kuasa untuk memadamkannya sampai pada era 1480-an. Pada penghujung abad ke-15, [[Kerajaan Prome]] dan negara-negara Shan berhasil memerdekakan diri, dan pada permulaan abad ke-16, Awa diserang oleh daerah-daerah bekas jajahannya. Pada 1510, Taungu ikut memerdekakan diri. Pada 1527, [[Negara-negara Shan#Konfederasi negara-negara Shan|serikat negara-negara Shan]] di bawah pimpinan Mohnyin merebut Awa. Pemerintahan serikat negara-negara Shan di Birma Hulu, meskipun sanggup bertahan hingga 1555, dinodai pertikaian internal antara Wangsa Mohnyin dan Wangsa Thibaw. Kerajaan ini akhirnya ditaklukkan oleh bala tentara Taungu pada 1555.
Baris 97:
{{Utama|Kekaisaran Taungu pertama}}
[[Berkas:Burma (Myanmar) in 1530.png|thumb|left|Peta politik Birma (Myanmar) pada 1530 dikala Tabinshwehti naik takhta]]
[[Berkas:Map of Taungoo Empire (1580).png|thumb|350px|Wilayah kekaisarankemaharajaan yang diperintah [[Bayinnaung]] pada 1580.]]
 
Semenjak era 1480-an, Awa terus-menerus menghadapi pemberontakan internal dan serangan-serangan eksternal dari negara-negara Shan, sehingga mengalami keretakan. Pada 1510, Taungu, di pelosok tenggara Kerajaan Awa, ikut pula menyatakan kemerdekaannya.<ref name=jf-mgn/> Ketika serikat negara-negara Shan menaklukkan Awa pada 1527, banyak di antara warganya yang mengungsi ke negeri Taungu, satu-satunya kerajaan yang tidak ikut berperang sekaligus dikelilingi kerajaan-kerajaan tetangga yang lebih besar dan saling berseteru.
 
Taungu, dipimpin rajanya yang bercita-cita tinggi, [[Tabinshwehti]], bersama naib panglimanya, [[Bayinnaung]], kelak berhasil mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil yang bermunculan sejak runtuhnya KekaisaranKemaharajaan Pagan, dan membentuk kekaisarankemaharajaan terbesar dalam [[sejarah Asia Tenggara]]. Pertama-tama, kerajaan baru ini menaklukkan Hanthawadi yang lebih kuat dalam [[Perang Taungu–Hanthawadi (1534–1541)]]. Tabinshwehti memindahkan ibu kota kerajaan Taungu ke Bago sesudah direbutnya pada 1539.
 
Taungu [[Perang Taungu–Awa (1538–1545)|meluaskan kekuasaannya sampai ke Pagan]] pada 1544 tetapi gagal dalam usahanya [[Perang Taungu–Mrauk-U (1545–1547)|menaklukkan Arakan (1545–1547)]] dan [[Perang Birma–Siam (1547–1549)|Thailand (1547–1549)]]. Penggantinya, Bayinnaung, melanjutkan kebijakan ekspansi Tabinshwehti dan berhasil menaklukkan Awa pada 1555, negara-negara Shan Cis-Salwin (1557), Lan Na (1558), [[Manipur]] (1560), negara-negara Shan Seberang-Salwin (1562–1563), [[Kerajaan Ayutthaya|Siam]] (1564, 1569), [[Lan Xang]] (1565–1574), dan menundukkan banyak negeri di daratan barat dan tengah Asia Tenggara di bawah pemerintahannya.
 
Bayinnaung menetapkan suatu tatanan administrasi negara yang kokoh dan bertahan lama. Tatanan administrasi negara ini membatasi kekuasaan para kepala suku Shan yang menjabat turun-temurun, dan menyelaraskan adat-istiadat Shan dengan norma-norma yang berlaku di dataran rendah Birma.<ref name=hb-117>Htin Aung 1967: 117–118</ref> Akan tetapi Bayinnaung tidak dapat menerapkan tatanan administrasi yang sama di seluruh wilayah kekaisarannyakemaharajaan yang begitu luas. KekaisarannyaKemaharajaan merupakan sekumpulan bekas kerajaan berdaulat, yang raja-rajanya bersumpah setia kepada Bayinnaung selaku seorang [[Cakrawartin|cakrawati]] ({{my|စကြဝတေးမင်း}}, {{IPA-my|sɛʔtɕà wədé mɪ́ɴ|}}; Penguasa Alam), bukan kepada kerajaan Taungu.
 
KekaisaranKemaharajaan yang terlampau luas ini terpecah-belah segera sesudah Bayinnaung mangkat pada 1581. Siam memerdekakan diri pada 1584 dan kelak berperang melawan Birma sampai 1605. Pada 1597, kekaisarankemaharajaan ini telah kehilangan seluruh wilayahnya, termasuk Taungu, kampung-halaman leluhur wangsa ini. Pada 1599, bala tentara Arakan dibantu prajurit-prajurit bayaran Portugis, dan bersekutu dengan pasukan-pasukan pemberontak Taungu, menjarah-rayah kota Pegu. Birma menjadi kacau-balau, karena masing-masing daerah melantik rajanya sendiri. Seorang prajurit bayaran Portugis, [[Filipe de Brito e Nicote]], tak lama kemudian bangkit memberontak melawan majikan-majikan Arakannya, dan membentuk pemerintahan Portugis yang didukung [[Goa]] di [[Thanlyin]] pada 1603.
 
=== Kerajaan Taungu terpulihkan (Restorasi Nyaungyan) (1599–1752) ===
[[Berkas:Restored Taungoo Dynasty.png|thumb|350px|Wangsa Taungu atau Nyaungyan yang dipulihkan ca. 1650.]]
Jika masa interegnum yang menyusul runtuhnya KekaisaranKemaharajaan Pagan berlangsung lebih dari 250 tahun (1287–1555), maka masa interegnum yang menyusul runtuhnya KekaisaranKemaharajaan Taungu Pertama berlangsung cukup singkat. Salah seorang putra Bayinnaung, [[Nyaungyan Min]], segera melakukan upaya penyatuan kembali, dan berhasil memulihkan martabat Taungu sebagai pusat kekuasaan atas Birma Hulu dan negara-negara Shan terdekat pada 1606.
 
Penggantinya, [[Anaukpetlun]], mengalahkan Portugis di Thanlyin pada 1613. Ia merebut kembali daerah pesisir atas [[Tanintharyi Region|Tanintharyi]] sampai ke [[Dawei]] dan Lan Na dari Siam pada 1614. Ia juga merebut negara-negara Shan seberang-Salwin Shan (Kengtung dan Sipsongpanna) pada 1622–26.
Baris 127:
=== Penyatuan kembali ===
{{Utama|Perang Konbaung–Hanthawadi}}
Tidak lama sesudah keruntuhan Awa, sebuah wangsa baru muncul di [[Shwebo]] menentang kekuasaan Hanthawadi. Selama 70 berikutnya, Wangsa Konbaung yang sangat bercorak militer membangun salah satu kekaisarankemaharajaan Birma yang terbesar, setingkat di bawah kekaisarankemaharajaan yang pernah didirikan [[Bayinnaung]]. Pada 1759, bala tentara Konbaung yang dikerahkan Raja [[Alaungpaya]] berhasil mempersatukan kembali seluruh Birma (dan Manipur), mengakhiri kekuasaan Wangsa Hanthawadi bentukan Mon untuk selama-lamanya, menghalau kekuatan-kekuatan Eropa yang memasok senjata bagi Hanthawadi—orang Perancis dari [[Thanlyin]] dan orang Inggris dari [[Tanjung Negrais]].<ref name=app-153>Phayre 1967: 153</ref>
 
=== Perang dengan Siam dan Tiongkok ===
{{Utama|Perang Birma–Siam|Perang Tiongkok-Birma (1765–69)}}
Kerajaan Birma berperang melawan [[Kerajaan Ayutthaya]], yang telah menduduki wilayah dari pesisir Tanintharyi sampai ke Mottama selama perang saudara Birma (1740–1757), dan telah memberi suaka bagi para pengungsi Mon. Pada 1767, bala tentara Konbaung berhasil menaklukkan sebagian besar Laos dan [[Perang Birma–Siam (1765–67)|mengalahkan Siam]]. Meskipun demikian, Birma tidak mampu memberantas sampai tuntas sisa-sisa pejuang Siam karena disibukkan oleh [[Perang Tiongkok-Birma (1765–69)|empat kali invasi Wangsa Qing dari Tiongkok]] (1765–1769).<ref name=vbl-184-187>Lieberman 2003: 184–187</ref> Meskipun sanggup bertahan dalam "perang perbatasan terparah melawan Wangsa Qing" itu, Birma masih harus waspada menghadapi ancaman invasi baru dari kekaisarankemaharajaan terbesar di dunia itu selama bertahun-tahun. Wangsa Qing menempatkan sepasukan besar bala tentara di daerah perbatasan selama kira-kira satu dasawarsa sebagai persiapan untuk mengobarkan perang baru, dan memberlakukan larangan atas kegiatan niaga lintas perbatasan selama dua dasawarsa.<ref name=dyc>Dai 2004: 145–189</ref>
 
Kerajaan Ayutthaya memanfaatkan kesukaran yang sedang dihadapi Birma ini untuk merebut kembali wilayah-wilayahnya yang hilang pada 1770, bahkan [[Perang Birma–Siam (1765–67)|merebut pula sebagian besar Lan Na pada 1776]], mengakhiri dua abad lebih suzerenitas Birma atas negeri itu.<ref name=dkw-125>Wyatt 2003: 125</ref> Siam kembali memerangi Birma pada [[Perang Birma–Siam (1785–86)|1785–1786]], 1787, 1792, 1803–1808, 1809–1812, dan 1849–1855, tetapi semuanya berakhir dengan hasil imbang. Setelah berpuluh-puluh tahun berperang, kedua belah pihak akhirnya saling bertukar wilayah. Tanintharyi diserahkan oleh Siam kepada Birma dan Lan Na diserahkan oleh Birma kepada Siam.