Rasuna Said: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
→‎Perjuangan politik: Memperkecil resolusi
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 13:
|spouse =
}}
'''Hajjah Rangkayo Rasuna Said''' ({{lahirmati|[[Maninjau]], [[Agam]], [[Sumatera Barat]]|14|9|1910|[[Jakarta]]|2|11|1965}}) adalah salah seorang pejuang kemerdekaan [[Indonesia]] dan juga merupakan [[pahlawan]] nasional Indonesia. Seperti [[Kartini]], ia juga memperjuangkan adanya persamaan hak antara pria dan wanita. Ia dimakamkan di [[TMP Kalibata]], Jakarta.
 
== Kehidupan awal ==
H.R. Rasuna Said dilahirkan pada 15 September 1910, di Desa Panyinggahan, [[Maninjau]], [[Kabupaten Agam]], [[Sumatera Barat]]. Ia merupakan keturunan bangsawan Minang. Ayahnya bernama Muhamad Said, seorang saudagar [[saudagar Minangkabau]] dan bekas aktivis pergerakan.
 
Setelah menamatkan jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD), Rasuna Said remaja dikirimkan sang ayah untuk melanjutkan pendidikan di pesantren Ar-Rasyidiyah. Saat itu, ia merupakan satu-satunya santri perempuan. Ia dikenal sebagai sosok yang pandai, cerdas, dan pemberani. Rasuna Said kemudian melanjutkan pendidikan di [[Diniyah Putri]] [[Padang Panjang]], dan bertemu dengan [[Rahmah El Yunusiyyah]], seorang tokoh gerakan [[Thawalib]]. Gerakan Thawalib adalah gerakan yang dibangun kaum reformis islamIslam di Sumatera Barat. Banyak pemimpin gerakan ini dipengaruhi oleh pemikiran nasionalis-Islam [[Turki]], [[Mustafa Kemal Atatürk]].
 
Rasuna Said sangatlah memperhatikan kemajuan dan pendidikan kaum wanita, ia sempat mengajar di [[Diniyah Putri]] sebagai guru. Namun pada tahun 1930, Rasuna Said berhenti mengajar karena memiliki pandangan bahwa kemajuan kaum wanita tidak hanya bisa didapat dengan mendirikan sekolah, tetapi harus disertai perjuangan [[politik]]. Rasuna Said ingin memasukkan pendidikan politik dalam kurikulum sekolah Diniyah School Putri, tetapi ditolak. Rasuna Said kemudian mendalami agama pada Haji Rasul atau Dr H [[Abdul Karim Amrullah]] yang mengajarkan pentingnya pembaharuan pemikiran Islam dan kebebasan berfikir yang nantinya banyak mempengaruhi pandangan Rasuna Said.
 
Kontroversi [[poligami]] pernah ramai dan menjadi polemik di ranah Minang tahun 1930-an. Ini berakibat pada meningkatnya angka kawin cerai. Rasuna Said menganggap, kelakuan ini bagian dari pelecehan terhadap kaum wanita.
Baris 26:
== Perjuangan politik ==
[[Berkas:RasunaSaid.jpg|175px||thumb|Rasuna Said]]
Awal perjuangan politik Rasuna Said dimulai dengan beraktifitas di Sarekat Rakyat (SR) sebagai Sekretaris cabang. Rasuna Said kemudian juga bergabung dengan Soematra Thawalib dan mendirikan Persatoean[[Persatuan MoesliminMuslimin Indonesia]] (PERMI) di [[Bukittinggi]] pada tahun 1930. Rasuna Said juga ikut mengajar di sekolah-sekolah yang didirikan PERMI dan kemudian mendirikan Sekolah Thawalib di [[Padang]], dan memimpin Kursus Putri dan Normal Kursus di Bukittinggi. Rasuna Said sangat mahir dalam berpidato mengecam pemerintahan Belanda. Rasuna Said juga tercatat sebagai wanita pertama yang terkena hukum ''Speek Delict'', yaitu hukum kolonial Belanda yang menyatakan bahwa siapapun dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda.
 
Rasuna Said sempat di tangkap bersama teman seperjuangannya [[Rasimah Ismail]], dan dipenjara pada tahun 1932 di [[Semarang]]. Setelah keluar dari penjara, Rasuna Said meneruskan pendidikannya di Islamic College pimpinan KH Mochtar Jahja dan Dr Kusuma Atmaja.
 
== Jurnalis ==
Baris 36:
Pada tahun 1937, di Medan, Rasuna mendirikan perguruan putri. Untuk menyebar-luaskan gagasan-gagasannya, ia membuat majalah mingguan bernama ''Menara Poeteri''. Slogan koran ini mirip dengan slogan [[Bung Karno]], "Ini dadaku, mana dadamu". Koran ini banyak berbicara soal perempuan. Meski begitu, sasaran pokoknya adalah memasukkan kesadaran pergerakan, yaitu antikolonialisme, di tengah-tengah kaum perempuan. Rasuna Said mengasuh rubrik "Pojok". Ia sering menggunakan nama samaran: Seliguri, yang konon kabarnya merupakan nama sebuah bunga. Tulisan-tulisan Rasuna dikenal tajam, kupasannya mengena sasaran, dan selalu mengambil sikap lantang antikolonial.
 
Sebuah koran di [[Surabaya]], ''Penyebar Semangat'', pernah menulis perihal ''Menara Poetri ini'', "Di Medan ada sebuah surat kabar bernama ''Menara Poetri''; isinya dimaksudkan untuk jagad keputrian. Bahasanya bagus, dipimpin oleh Rangkayo Rasuna Said, seorang putri yang pernah masuk penjara karena berkorban untuk pergerakan nasional." Akan tetapi, koran ''Menara Poetri'' tidak berumur panjang. Persoalannya, sebagian besar pelanggannya tidak membayar tagihan korannya. Konon, hanya 10 persen pembaca ''Menara Poetri'' yang membayar tagihan. Karena itu, ''Menara Poetri'' pun ditutup. Pada saat itu, memang banyak majalah atau koran yang tutup karena persoalan pendanaan. Rasuna memilih pulang ke kampung halaman, Sumatera Barat.
 
Pada masa pendudukan [[Jepang]], Rasuna Said ikut serta sebagai pendiri organisasi pemuda Nippon Raya di [[Padang]] yang kemudian dibubarkan oleh Pemerintah Jepang.