Moewardi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Rachmat-bot (bicara | kontrib)
k cosmetic changes, replaced: Azas → Asas, dibawah → di bawah (2), removed stub tag
Aday (bicara | kontrib)
k edit
Baris 3:
Moewardi adalah seorang dokter lulusan [[STOVIA]]. Setelah lulus, ia melanjutkan pendidikan Spesialisasi Telinga Hidung Tenggorokan ([[THT]]). Selain itu aa adalah ketua [[Barisan Pelopor]] tahun 1945 di [[Kota Surakarta|Surakarta]] dan terlibat dalam peristiwa [[proklamasi]] [[17 Agustus]] [[1945]]. Dalam acara tersebut, ia juga turut memberikan sambutan setelah [[Soewirjo]], wakil wali kota [[Jakarta]] saat itu.
 
== Sejarah ==
Di [[Solo]], dr.Muwardi mendirikan sekolah kedokteran dan membentuk gerakan rakyat untuk melawan aksi-aksi [[PKI]]. Pada [[peristiwa Madiun]] dia adalah salah satu tokoh yang dikabarkan hilang dan diduga dibunuh oleh pemberontak selain Gubernur [[Soeryo]].
 
Baris 13 ⟶ 14:
Dia memandangi pakaian Muwardi yang masih bersih tak bernoda sedikit pun, “baru ganti itu !”, pikirnya. Sayang kalau ia harus jalan di lumpur. Air kotor dan lumpurnya tentu akan segera melekat pada sepatu dan celananya. “Tidak !”. “Jangan !” “Pak dokter harus tetap bersih, agar dapat segera mengunjungi orang sakit lainnya,” Akhirnya mau tidak mau, Muwardi digendong oleh si gembel. Sehingga Muwardi digendong di punggung si gembel dari jalan besar hingga ke rumah si sakit.
 
== Kepanduan ==
Demikian pula pulangnya kembali ke mobil. Begitulah kecintaan rakyat gembel kepadanya. Setiap kalender menunjuk tanggal 13 September, itu adalah tanggal yang patut dikenang oleh seluruh masyarakat Indonesia, sebab pada tanggal 13 September 1930 oleh prakarsa seorang pemuda Muwardi lahirlah kepanduan baru di Jakarta, sebagai penjelmaan dari bersatunya tiga organisasi kepanduan di Indonesia yaitu Pandu Kebangsaan, Pandu Pemuda Sumatra dan Indonesische Nationaal Padvinders Organisatie.
 
Baris 21 ⟶ 23:
Hampir seluruhnya sudah meninggal. Namun, jika kepada mereka ditanya pendapat mereka tentang Muwardi, semua tentu akan menyatakan bahwa Dr. Muwardi adalah salah seorang pemimpin Indonesia yang telah hidup sederhana, berjuang secara konsekwen dan mati menyedihkan untuk rakyatnya !. Rasa kemanusiaan Muwardi yang besar pada masa itu kepada sesama patut menjadi cerminan dokter masa kini di Solo, agar tidak melakukan tindakan diskrimisasi terhadap manusia.
 
'''== Putera Seorang Guru dari Jakenan '''==
 
Muwardi dilahirkan di Desa Randukuning, Pati, Jawa Tengah, Rebo Pahing 30 Januari 1907 jam 10.15 malam 15 Besar tahun Jawa 1836. Sebagai putera ke-7 dari Mas Sastrowardojo dan Roepeni, seorang mantri guru. Sebuah kedudukan yang sangat berwibawa pada zaman itu. Muwardi adalah ber-13-saudara, laki-laki dan perempuan. Dari keturunan Sastrowardojo yang hidup ada yang menjadi pegawai Pamong Praja, ada juga tetap menjadi wiraswasta saja. Diantaranya menjadi seorang analis kesehatan yaitu Supardi, Pemimpin Laboratorium Kesehatan Daerah Jogjakarta sekitar tahun 1940-1950 yang merupakan kakak dari Muwardi. Analis kesehatan yang lainnya adalah adik Muwardi yaitu Darsono.
 
Baris 29 ⟶ 30:
Pada tahun 1913 Bapak Sastrowardojo pindah ke Desa Jakenan untuk mengajar di Sekolah Rakyat Bumi Putera, karena kepintarannya Muwardi dipindahkan ke HIS (Hollandsch Inlandsche School) di Kudus yaitu sekolah dasar dengan bahasa pengantar bahasa Belanda. Sebagai seorang pendidik, Sastrowardojo ingin agar putra-putrinya menjadi orang yang lebih pandai dan memiliki kedudukan lebih tinggi daripada dirinya. Melihat kepandaian Muwardi dan rasa sayang jika anaknya sekolah terlalu jauh dari rumah Sastrowardojo memindahkan Moewardi ke Europesche Lagere School di Pati.
 
=== STOVIA ===
Setamat dari ELS tahun 1921 ayahnya meminta Dr. Umar di Cilacap (Ayah angkat dari Mayjen Ernst[[Ernest Julius Magenda-]], Direktur Intelejen ABRI era 1960-an) memberi rekomendasi agar Moewardi dapat masuk ke STOVIA (School Tot Opleiding Voor Inlandshe Aartsen) atau Sekolah Dokter Bumi Putera di Jakarta. Pada zaman itu, tidak hanya kecerdasan otak yang dapat mengantarkan seseorang untuk menikmati pendidikan namun diperlukan juga rekomendasi dari seseorang yang terpandang. Hampir 12 tahun waktu yang diperlukan oleh Muwardi untuk dapat mendapatkan ijazah dokternya, bukan karena bodoh.
 
Keaktifannya di dunia mahasiswa dan kepanduanlah yang menyebabkan Muwardi harus menunda-nunda kelulusannya. Meski dirasa berat dan membutuhkan waktu yang cukup lama (baru lulus 1 Desember 1933), namun seharusnya ijazah tersebut sudah dua tahun terdahulu (1931) diberikan kepada Muwardi. Kecerdasan Moewardi masih diingat oleh para gurunya di STOVIA. Seorang gurunya bahkan menawarkan jabatan sebagai Beroeps-Assistant atau Asisten Proffesor pada Geneeskundige Hoge School (Sekolah Tinggi Kedokteran bagian Hidung, Kerongkongan dan Telinga).
 
=== Sebagai dokter ===
Muwardi menjadi asisten dari Dr. Hendarmin hingga saat ia meninggalkan kota Jakarta. Muwardi akhirnya mendapat brevet yang mengakui keahliannya. Selama lima tahun Muwardi bekerja sebagai dokter swasta. Muwardi pernah tinggal di Kebonsirih, di mana istrinya yang pertama (Soeprapti) meninggal dunia. Dengan meninggalkan seorang puteri (Tjitjik) dan seorang putera (Adi) yang masih bayi. Muwardi juga pernah berdiam di Tanahabang, dekat jalan Kebayoran atau Palmerah.
 
Ditengah-tengah masyarakat gembel, yang menyebabkan dia mendapat julukan Dokter Gembel dari kawan-kawan seprofesi nya, julukan ini terdengar merendahkan namun sebenarnya menyiratkan kekaguman. Karena tak semua orang berani dan rela melakukannya, bukan ?!. Merintis kepanduan Indonesia Pada masa belajar di STOVIA, Muwardi, menunjukkan minat yang besar terhadap pergerakan pemuda. Ia masuk Jong Java dan giat dalam kegiatan kepanduan. Pada masa-masa awal belajar di STOVIA Muwardi pernah menjadi anggota Nederlansch Indiche Padvinder Vereneging (NIPV).
 
=== Kepanduan ===
Organisasi pandu yang dimulai oleh adanyacabangadanya cabang Nederlandse sPadvinders Organisatie (NPO) pada tahun 1912, yang pada saat pecahnya Perang Dunia I memiliki kwartir besar tersendiri kemudian berganti nama menjadiNederlands Indische Padvinders Vereeniging (NIPV) pada tahun 1916. Keanggotaan NIPV terdiri dari anak-anak Belanda dan Bumi Putera. Dalam organisasi tersebut juga terdapat NIPC (Nederlands Indische Padvinders Club) organisasi kepanduan untuk usia anak-anak, tercatat Sri Sultan Hamengkubuwana IX pada saat kelas 3 Eerste Europese Lagere Schoolpernah bergabung dengan organisasi ini.
 
Muwardi adalah seorang pandu yang aktif dan disiplin. Karena kecakapannya, Muwardi sampai dipilih menjadi Assistant Troep atau Ploeg-leider atau Kepala Pasukan Pandu. Tingkat tersebut pada NIPV adalah tingkatan Pandu kelas I. Padahal tingkatan tersebut adalah tingkatan yang jarang dicapai oleh seorang pandu bumi putera yang bernaung di bawah panji-panji NIPV. Namun, Muwardi tak lama menjadi anggota NIPV, rasa nasionalisme lah yang membuat Muwardi memilih untuk pergi meninggalkan NIPV untuk selama-lamanya.
 
Pada waktu dia hendak diangkat menjadi kepala pasukan kepanduan dia menolak mengucapkan sumpah setia terhadap Raja Belanda. Peristiwa keluar dari NIPV itu terjadi tahun 1925. Selain aktif di gerakan kepanduan Muwardi juga aktif dalam Jong Java, karena kecerdasannya dan kecintaanya pada dunia jurnalistik pada tahun 1922 Muwardi mendapat kepercayaan untuk memimpin Redaksi Majalah Jong-Java bersama adiknya, yaitu Sutojo. Kemudian tahun 1925 Muwardi dipercaya sebagai Ketua Jong-Java Cabang Jakarta. Dan terpilih sebagai salah satu utusan Jong Java pada Kongres Pemuda Nasional di Jakarta. Muwardi termasuk yang ikut mengikrarkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.
Baris 55 ⟶ 59:
Gagasan itu berdasarkan prinsip Muwardi bahwa “pandu yang satu adalah saudara pandu yang lainnya. Oleh karena itu, seluruh pandu harus menjadi satu.”. Setelah diadakan perundingan, dicapailah kesepakatan bahwa Pandu Kebangsaan, Pandu Sumatera (PPS), dan Indoneisch Nationale Padvinders Organisatie (INPO) untuk melebur menjadi satu organisasi kepanduan dengan nama Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) pada 13 September 1930. Di organisasi tersebut Muwardi duduk sebagai Komisaris Besar Kepanduan Bangsa Indonesia.
 
Patut dicatat adalah Umar Wirahadikusuma adalah anggota KBI semasa sekolah di tingkat ELS, dan kebetulan pada 18 September 1948 menjabat sebagai Pimpinan Batalyon IV Divisi Siliwangi dari Brigade Sadikin bermarkas di Colomandu dan turut memberantas PKI saat itu. Setelah mengadakan kongresnya yang pertama di Ambarwinangun, Yogyakarta pada akhir Desember 1930. Pucuk .;pimpinan dijabat oleh Soewardjo Tirtosoepono dan Muwardi, masing-masing sebagai Ketua Pengurus Besar dan Komisaris Besar. Kongres itu juga terkenal sebagai Jambore Nasional KBI I dikunjungi oleh 2/3 dari 57 cabang yang tersebar di Jawa, Bali, Madura dan Sumatera.
 
Pembicaraan dalam kongres itu dititik beratkan pada perumusan yang sudah ada berasal dari ketiga kepanduan yang telah menjadi satu untuk dipakai pedoman kerja KBI sampai ada ketetapan dari kongres. Menjelang berakhirnya Jambore tiba-tiba pada waktu itu, di sekitar daerah Muntilan dekat Yogyakarta ditimpa bencana alam dengan meletusnya Gunung Merapi.
Baris 93 ⟶ 97:
Tujuh belas kepanduan menghentikan serentak organisasinya masing-masing untuk bersatu dalam Pandu Rakyat Indonesia (PRI) di kota Solo pada tanggal 28 Desember 1945. Ketua sementara PRI dijabat oleh Muwardi dan Komisaris Besarnya Hertog. Perkumpulan ini didukung oleh segenap pimpinan dan tokoh serta dikuatkan dengan “Janji Ikatan Sakti”, lalu pemerintah RI mengakui PRI sebagai satu-satunya organisasi ke[[pramuka]]<nowiki/>an yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan No.93/Bag. A, tertanggal 1 Februari 1947.
 
==== Selama penjajahan Jepang ====
Pengawal Dwi Tunggal Tahun 1944 pemerintah Jepang membentuk Jawa Hokokai (Kebaktian Rakyat Indonesia) yang pimpinan organisasinya langsung berada di bawah komando pemerintah militer Jepang. Jawa Hokokai mempunyai barisan yang namanya Shuisintai atau Barisan Pelopor yang terdiri dari pemuda. Pemimpin umum Barisan Pelopor adalah Bung Karno, sedang Sudiro sebagai Pelaksana Pimpinan Pimpinan Harian dengan dibantu oleh para anggota pengurus, seperti Chaerul Saleh, Agus Karma, Asmara Hadi, Mashud, Sukarjo Wirjopranoto, dan Otto Iskandardinata.