Sumber hukum Islam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RusdianaDablang (bicara | kontrib)
RusdianaDablang (bicara | kontrib)
Baris 123:
Kata al-‘Urf dalam ayat tersebut, yang manusia disuruh mengerjakannya, oleh [[Ulama]] Ushul fiqih dipahami sebagai sesuatu yang baik dan telah menjadi [[adat|kebiasaan masyarakat]]. Berdasarkan itu maka ayat tersebut dipahami sebagai perintah untuk mengerjakan sesuatu yang telah dianggap baik sehingga telah menjadi tradisi dalam suatu masyarakat. Kata ''al-ma‘ruf'' artinya sesuatu yang diakui baik oleh hati. Ayat di atas tidak diragukan lagi bahwa seruan ini didasarkan pada pertimbangan kebiasaan yang baik pada umat, dan hal yang menurut kesepakatan mereka berguna bagi kemaslahatan mereka. Kata al-ma‘ruf ialah kata umum yang mencakup setiap hal yang diakui. Oleh karena itu kata al-ma‘ruf hanya disebutkan untuk hal yang sudah merupakan perjanjian umum sesama manusia, baik dalam soal mu‘amalah maupun adat istiadat.
 
[[Berkas:Ahmed el-Tayeb May 2015 (17963337671).jpg|jempol|kanan|[[:commons:Category:Ahmed el-Tayeb|al-Tayyibal-Tayyib Khudari al-Sayyid]], guru besar Ushul Fiqih di [[Universitas Al-Azhar]] Mesir menjelaskan bahwa mazhab yang dikenal banyak menggunakan [[Urf|'Urf]] sebagai landasan hukum adalah kalangan [[Hanafi|Hanafiyah]] dan kalangan [[Maliki|Malikiyyah]], dan selanjutnya oleh kalangan [[Hanbali|Hanabilah]] dan kalangan [[Mazhab Syafi'i|Syafi’iyah]].]]

Menurut hasil penelitian [[:commons:Category:Ahmed el-Tayeb|al-Tayyibal-Tayyib Khudari al-Sayyid]], guru besar Ushul Fiqih di [[Universitas Al-Azhar]] Mesir dalam karyanya ''fi al-ijtihad ma la nassa fih'', bahwa mazhab yang dikenal banyak menggunakan ‘Urf sebagai landasan hukum adalah kalangan [[Hanafi|Hanafiyah]] dan kalangan [[Maliki|Malikiyyah]], dan selanjutnya oleh kalangan [[Hanbali|Hanabilah]] dan kalangan [[Mazhab Syafi'i|Syafi’iyah]]. Menurutnya, pada prinspnya mazhab-mazhab besar fiqih tersebut sepakat menerima adat istiadat sebagai landasan pembentukan hukum, meskipun dalam jumlah dan rinciannya terdapat perbedaan pendapat di antara mazhab-mazhab tersebut, sehingga ‘Urf dimasukkan kedalam kelompok dalil-dalil yang diperselisihkan dikalangan ulama.<ref>Prof.Dr. Satria Effendi, M. Zein, MA, Ushul fiqih, Jakarta: kencana, 2005</ref>
 
Pada dasarnya, syariat Islam dari masa awal banyak menampung dan mengakui adat atau tradisi itu selam tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Kedatangan Islam bukan menghapuskan sama sekali tradisi yang telah menyatu dengan masyrakat. Tetapi secara selektif ada yang diakui dan dilestarikan serta ada pula yang dihapuskan. Misal adat kebiasaan yang diakui, kerja sama dagang dengan cara berbagi untung (al-mudarabah). Praktik seperti ini telah berkembang di [[Arabia pra-Islam|bangsa Arab sebelum Islam]]. Berdasarkan kenyataan ini, para Ulama menyimpulkan bahwa adat istiadat yang baik secara sah dapat dijadikan landasan hukum, bilamana memenuhi beberapa persyaratan.<ref>Prof.Dr. Satria Effendi, M. Zein, MA, Ushul fiqih, Jakarta: kencana, 2005</ref>