Gajah Mada: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Menolak perubahan teks terakhir (oleh 114.124.171.9) dan mengembalikan revisi 12993808 oleh Raudalkhudri
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 75:
''"Tersebut pada tahun saka angin delapan utama (1285). Baginda menuju Simping demi pemindahan candi makam... Sekembalinya dari Simping segera masuk ke pura. Terpaku mendengar Adimenteri Gajah Mada gering. Pernah mencurahkan tenaga untuk keluhuran ke Jawa. Di Pulau Bali serta Kota Sadeng memusnahkan musuh.”''
 
Begitulah bunyi pemberitaan dalam ''[[Kakawin Nagarakretagama]]'' pupuh 70/1-3 dikutip Slamet Muljana dalam ''Tafsir Sejarah Nagarakretagama''. Raja Majapahit Rajasanegara atau [[Hayam Wuruk]] yang sedang melakukan perjalanan upacara keagamaan ke [[Simping]] (Blitar) dikejutkan dengan berita Gajah Mada sakit. Dia segera kembali ke ibukota Majapahit.
 
Meski perannya di Kerajaan Majapahit begitu melegenda, akhir riwayat Gajah Mada hingga kini masih belum jelas. Arkeolog Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar dalam ''Gajah Mada Biografi Politik'' menulis, ada berbagai sumber yang mencoba menjelaskan akhir hidup Gajah Mada. Sumber pertama adalah ''[[Kakawin Nagarakretagama]]''  yang ditulis oleh Mpu Prapanca itu mengisahkan akhir hidup Gajah Mada dengan kematiannya yang wajar pada tahun 1286 Saka ([[1364]] M). Dari cerita-cerita rakyat Jawa Timur, Gajah Mada dikisahkan menarik diri setelah Peristiwa Bubat dan memilih hidup sebagai pertapa di Madakaripura di pedalaman Probolinggo selatan, wilayah kaki pegunungan Bromo-Semeru. Di wilayah Probolinggo ini memang terdapat air terjun bernama Madakaripura yang airnya jatuh dari tebing yang tinggi. Di balik air terjun yang mengguyur bak tirai itu terdapat deretan ceruk dan satu goa yang cukup menjorok dalam dan dipercaya dulu Gajah Mada menjadi pertapa dengan menarik diri dari dunia ramai sebagai ''wanaprastha'' (menyepi tinggal di hutan) hingga akhir hayatnya.