Ekonomi Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ahmaditya Irsyad (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Ahmaditya Irsyad (bicara | kontrib)
Baris 59:
== Sejarah Ekonomi Indonesia ==
{{Main article|Sejarah Ekonomi Indonesia}}
=== Pasca Kemerdekaan (1945-1950) ===
==== Inflasi yang sangat tinggi ====
Peredaran mata uang yang berbeda-beda secara liar mengakibatkan munculnya ketidakstabilan kegiatan ekonomi di indonesia, dimana pada saat itu terdapat 3 mata uang yang berbeda yaitu, mata uang [[De Javasche Bank]], mata uang pemerintah [[Hindia Belanda]], dan mata uang pendudukan [[Jepang]]. Pada saat itu diperkirakan mata uang Jepang yang beredar di masyarakat sebesar 4 miliar. Dari jumlah tersebut, yang beredar di Jawa saja, diperkirakan mencapai 1,6 miliar. Hal ini mengakibatkan terjadinya inflasi yang tidak terkendali dan hal ini mengakibatkan sebagian besar kalangan masyarakat kalangan bawah seperti masyarakat umum dan petani kesulitan untuk memakai uangnya untuk ditukarkan menjadi bahan pangan dan kebutuhan sehari-hari karena harganya yang tidak terjangkau. Oleh karena itu, untuk sementara waktu Pemerintah RI menetapkan secara resmi tiga mata uang berlaku di wilayah RI. Meski kebijakan ''tri-currency'' diberlakukan, hal tersebut tidak berdampak secara signifikan pada laju inflasi yang terjadi di Indonesia, karena pada saat itu Indonesia masih berjuang lagi untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia setelah diketahui bahwa sekutu kembali ke Indonesia dibawah pimpinan Panglima AFNEI untuk mengembalikan Indonesia dari penjajahan Jepang kepada Belanda.
 
Kedatangan armada pasukan AFNEI diberbagai penjuru pulau Indonesia dimanfaatkan oleh sekutu dengan menduduki beberapa kota besar di Indonesia dan menguasai instansi keuangan seperti kantor kas perbankan. Penguasaan bank-bank oleh Sekutu bertujuan agar mampu mengedarkan uang cadangan sebesar 2,3 miliar untuk keperluan operasi mereka. Panglima AFNEI, Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford pada tanggal [[6 Maret]] [[1946]] mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu yang bertujuan untuk mengganti mata uang Jepang yang nilainya sudah sangat turun. Pemerintah melalui Perdana Menteri Syahrir memprotes kebijakan tersebut. Karena hal itu berarti pihak Sekutu telah melanggar persetujuan yang telah disepakati, yakni selama belum ada penyelesaian politik mengenai status Indonesia, tidak akan ada mata uang baru. Pemerintah RI langsung merespon langkah sekutu dengan mencetak dan mengedarkan mata uang baru yaitu [[Oeang Republik Indonesia]] (ORI) sebagai pengganti uang Jepang untuk mempertahankan kedaulatan ekonomi Indonesia yang dilaksanakan oleh [[Bank Negara Indonesia]] yang didirikan pada tanggal [[1 November]] [[1946]] yang dipimpin oleh [[Margono Djojohadikusumo]].
 
==== Blokade Transportasi Laut oleh Belanda ====
Perebutan Belanda untuk mengambil kembali indoensia dari kemerdekaan yang diraih pada masa kekosongan kekuasaan dilancarkan tidka hanya dari sisi militer, tetapi juga sisi transportasi barang dan ekonomi. Blokade laut yang dimulai sejak bulan November 1945 oleh Belanda bertujuan untuk menekan gerak ekonomi Indonesia untuk membiayai peperangan melawan sekutu dan Belanda. Blokade tersebut memberikan dampak yang cukup serius dalam beberapa hal seperti:
* Kurangnya persenjataan yang masuk ke Indonesia
* Minimnya pendapatan akibat pelarangan ekspor hasil-hasil bumi Indonesia
* Sulitnya Indonesia mendapatkan bantuan luar negeri
* Anggaran Negara menjadi tidak bermanfaat untuk membiayai perlawanan melawan Belanda
==== Perjuangan Mempertahankan Ekonomi Indonesia ====
Terdapat langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah Indonesia untuk tetap mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari segi ekonomi, seperti:
* Digalakkannya Program Pinjaman Nasional yang dipimpin oleh [[Menteri Keuangan Indonesia]], Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan [[Juli]] [[1946]] untuk digunakan sebagai pengisi Anggaran Negara untuk dijadikan modal Pemerintah untuk membangun sarana dan prasarana serta modal mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan nasional.
* Melakukan pelanggaran blokade laut Belanda untuk mengamankan bantuan luar negeri berupa beras dari [[India]] seberat 500.000 ton dan mengadakan kontrak dengan perusahaan pelayaran swasta [[Amerika Serikat]] untuk membawa hasil bumi Indonesia untuk diekspor ke negara lain.
* Konferensi ekonomi nasional yang dilaksanakan pada bulan [[Februari]] [[1946]] dengan tujuan untuk mendiskusikan permasalahan ekonomi yang dihadapi serta merumuskan solusinya dengan menghasilkan kesepakatan seputar masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan.
* Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) [[1948]] yaitu mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
* Pembentukan Badan Perancang Ekonomi pada tanggal [[19 Januari]] [[1947]] yang dipimpin oleh Menteri Persediaan Makanan Rakyat, [[IJ Kasimo]] untuk memberi rekomendasi dan saran terkait kebijakan pemerintah dalam mengelola dan membangun ekonomi Indonesia. Dibawah kepemimpinannya, BPE menghasilkan rencana 5 tahunan yang bernama ''Kasimo Plan'' yang bertujuan untuk mengembangkan dan membangun industri pangan Indonesia melalui langkah:
# Memperbanyak kebun bibit dan padi unggul
# Pencegahan penyembelihan hewan pertanian
# Penanaman kembali tanah kosong
# Pemindahan penduduk (transmigrasi) 20 juta jiwa dari [[Jawa]] ke [[Sumatera]] dalam jangka waktu 1-15 tahun.
 
==== Gunting Syafruddin ====
[[Gunting Syafruddin]] merupakan kebijakan yang digagas oleh Menteri Keuangan [[Syafruddin Prawiranegara]] untuk mengurangi defisit anggaran yang mencapai Rp 5,1 Miliar. Kebijakan yang disahkan pada tanggal [[20 Maret]] [[1950]] SK Menteri Keuangan Nomor 1 tanggal [[19 Maret]] [[1950]] ini bertujuan untuk memotong nilai uang yang Rp. 2,50 ke atas menjadi tinggal setengahnya. Hal ini memberikan keuntungan pada Pemerintah Indonesia dengan berkurangnya jumlah peredaran uang dan hal ini menjadi alasan Pemerintah Belanda meminjamkan dana sebesar Rp 200 Juta, sekaligus meningkatkan kredibilitas anggaran negara.
 
==== Sistem Ekonomi Gerakan Benteng ====
[[Sistem Ekonomi Gerakan Benteng]] merupakan program pemerintah Republik Indonesia untuk mendorong transisi ekonomi Indonesia dari berbasis pertanian menjadi berbasis industri. Program yang digagas oleh [[Sumitro Djojohadikusumo]] yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri serta Perdagangan Indonesia bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi nasional dari berbasis kolonial menjadi ekonomi pembangunan. Program ini mengakomodasi kegiatan seperti:
* Menumbuhkan dan mengembangkan minat kewirausahaan dikalangan masyarakat bangsa Indonesia untuk tidak bergantung kepada instansi pemerintahan atau menggantungkan ekonomi pada pendapatan dari pekerjaan belaka.
* Memberikan edukasi dan kesempatan kepada wirausahawan nasional untuk mendapatkan akses keuangan yang terjangkau dan pendidikan pengelolaan finansial usaha untuk mengembangkan usahanya yang sekaligus berkontribusi bagi pembangunan ekonomi Indonesia dengan bentuk penyerapan tenaga kerja, produktivitas usaha yang efektif dan peningakatn nilai tambah usaha terhadap produk domestik bruto nasional.
Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Namun, program ini tidak dapat berjalan dengan baik, hal ini terjadi karena:
* Wirausahawan yang menerima pembiayaan kegiatan usaha belum memiliki edukasi dan wawasan yang layak dan memadai untuk menerapkan disiplin ilmu usaha.
* Wirausahawan yang menerima pembiayaan kegiatan usaha belum memiliki mental meningkatkan pendapatan, masih sebatas untuk mendapatkan pemasukan.
* Wirausahawan yang menerima pembiayaan kegiatan usaha belum memiliki kreativitas untuk menyiasati ketidakmampuannya dalam menunjang kegiatan usahnya.
* Wirausahawan yang menerima pembiayaan kegiatan usaha belum memiliki kepercayaan diri untuk mengembangkan usahanya dengan mudah.
* Wirausahawan yang menerima pembiayaan kegiatan usaha belum memiliki kesabaran dalam meniti perkembangan usahanya dengan baik.
* Wirausahawan yang menerima pembiayaan kegiatan usaha belum memiliki integritas terhadap apa yang diamanahkan kepadanya.
Program yang diharapkan mampu menjadi stimulus ekonomi Indonesia, malah menjadi penyebab sumber defisit anggaran 1952 yang mencapai Rp 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun 1951 sebesar 1,7 miliar rupiah.
 
=== Demokrasi Parlementer (1951-1959) ===
==== Nasionalisasi De Javasche Bank ====
Nasionalisasi [[De Javasche Bank]] oleh Pemerintah Indonesia yang terjadi pada akhir tahun [[1951]], merupakan bentuk perlawanan ekonomi Indonesia untuk kembali merebut kedaulatan ekonomi nasional. Nasionalisasi diambil oleh pemerintah Indonesia setelah melewati berbagai diskusi yang menghasilkan kesimpulan bahwa, peraturan mengenai pemberian kredit harus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda sangat menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter untuk menunjang kegiatan pembangunan di Indonesia. Nasionalisasi ini bertujuan untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor serta melakukan penghematan secara drastis. De Javasche Bank yang dinasionalisasi berubah nama menjadi [[Bank Indonesia]] pada tanggal [[15 Desember]] 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951 yang bertindak sebagai bank sentral dan bank sirkulasi dimana fungsi ini dulunya dipegang oleh Bank Nasional Indonesia.
 
==== Sistem Ekonomi Ali-Baba ====
Sistem ekonomi Ali-Baba merupakan program pemberdayaan pengusaha Indonesia antara pengusaha pribumi dan non-pribumi untuk mengembangkan minat kewirausahaan pengusaha pribumi dan meningkatkan kerjasama dengan pengusaha non-pribumi. Program yang diprakarsai oleh Menteri Koordinator Ekonomi,
Keuangan, Industri dan Perdagangan Indonesia, [[Iskaq Tjokrohadisurjo]] pada masa Kabinet Ali I. Tujuan dari program ini adalah:
* Untuk mengembangkan minat, edukasi dan wawasan kewirausahaan pengusaha pribumi.
* Agar terbentuk kerjasama antara para pengusaha pribumi dan pengusaha non-pribumi untuk memajukan ekonomi nasional.
* Mendorong transisi ekonomi nasional yang digerakkan dari sistem ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
Ali digambarkan sebagai pengusaha [[pribumi]] sedangkan Baba digambarkan sebagai pengusaha non pribumi khususnya [[Tionghoa]]. Lewat program ini, Pemerintah menyediakan dan menyalurkan kredit dan lisensi usaha bagi wirausahawan swasta nasional. Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang ada. Pelaksanaan kebijakan Ali-Baba ini mewajibkan pengusaha pribumi untuk memberikan pendidikan dan pelatihan-latihan kepada tenaga kerja Indonesia sebagai bentuk pertanggungjawaban pengusaha terhadap aliran kredit dan lisensi yang diberikan negara kepada pengusaha. Lagi-lagi, program ini tidak berjalan dengan baik sebab:
* Wirausahawan pribumi kurang memiliki usaha untuk menambahkan edukasi dan wawasan pada usahanya untuk memberikan nilai tambah pada kegiatannya.
* Wirausahawan pribumi terkesan tidak mau sulit dalam beradaptasi pada dunia usaha, sehingga muncul wirausahawan pribumi ingin dimanja dunia usaha.
* Wirausahawan pribumi sulit beradaptasi pada dunia usaha yang cepat berubah karena sifatnya yang tidak mau repot beradaptasi dalam dunia usaha.
 
==== Persaingan Finansial Ekonomi (Finek) ====
Pada masa Kabinet [[Burhanuddin Harahap]], Menteri Luar Negeri Indonesia [[Ida Anak Agung Gde Agung]] menjadi ketua delegasi Indonesia yang dikirim oleh Pemerintah Indonesia menuju [[Jenewa]], [[Swiss]] untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Pada tanggal [[7 Januari]] [[1956]] dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi:
* Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
* Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
* Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak.
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil langkah secara sepihak. Tanggal [[13 Februari]] [[1956]] Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak. Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Soekarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB. Dampaknya adalah banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.
 
==== Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) ====
Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.
Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar rupiah.
RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena :
* Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
* Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
* Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.
 
==== Musyawarah Nasional Pembangunan ====
Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena:
* Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
* Terjadi ketegangan politik yang tak dapat diredakan.
* Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
Hal ini membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga meningkatkan defisit Indonesia. Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian Barat mencapai konfrontasi bersenjata.
 
=== Demokrasi Terpimpin (1959-1965) ===
==== Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ====
Sesudah [[Dekret Presiden 5 Juli 1959]] dikeluarkan, Pemerintah masa Kabinet Karya pada tanggal [[15 Agustus]] [[1959]] membentuk Badan Negara yang bernama Dewan Perancang Nasional (Nama terdahulu [[Badan Perencanaan Pembangunan Nasional]]) untuk menyusun perencanaan pembangunan ekonomi nasional. Badan Negara yang pimpin oleh [[Moh. Yamin]] dan beranggotakan sebanyak 50 orang ini sebenarnya sudah direncanakan untuk dibentuk sebelum masa demokrasi parlementer berakhir dengan berupa landasan hukum PP no 23 Tahun 1958 yang kemudian disahkan oleh Parlemen menjadi UU no 8 Tahun 1958. Depernas sendiri untuk pertama kalinya sejak dibentuk, telah menghasilkan produk perencanaan pembangunan ekonomi nasional yang bernama "Pembangunan Nasional Semesta Tahapan Tahun 1961-1969" yang kemudian disahkan oleh MPRS sebagai Tap MPRS no II/MPRS/1960 menjadi landasan hukum pembangunan ekonomi nasional. Pada tahun 1963, Depernas berubah nama menjadi Bappenas dan posisi Moh. Yamin sebagai kepala Depernas digantikan oleh Presiden Soekarno.
 
==== Devaluasi Rupiah ====
Kebijakan devaluasi rupiah diambil pada tanggal [[25 Agustus]] [[1959]] oleh Pemerintah Indonesia setelah melewati berbagai kajian dan diskusi secara intensif dengan Bank Sentral dan Kementerian terkait untuk menyelesaikan masalah inflasi yang perkembangannya tidak terkendali. Kebijakan yang akan mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat ini berdampak pada:
* Nilai uang berdenominasi Rp 5.00,00 menjadi Rp 50,00
* Nilai uang berdenominasi Rp 1.000,00 menjadi Rp 100,00
* Pembekuan rekening tabungan yang bernilai Rp 25.000,00 keatas
Namun, kebijakan ini sendiri malah tidak berdampak signfikan untuk menahan perkembangan inflasi.
 
==== Deklarasi Ekonomi (Dekon) ====
Deklarasi Ekonomi yang dipublikasikan pada tanggal [[28 Maret]] [[1963]] oleh Pemerintah Indonesia bertujuan untuk menciptakan ekonomi yang bersifat nasional, demokratis dan bebas dari imperialisme untuk mencapai tahapan ekonomi sosialis dengan cara terpimpin dari negara. Deklarasi ini juga menjadi langkah pemerintah untuk menghadapi ekonomi yang kian memburuk. Dalam pelaksanaannya, dekon sendiri justru mengakibat terjadinya stagnansi ekonomi bagi Indonesia, karena banyaknya ketidakmampuan yang Pemerintah selesaikan dalam menangani masalah ekonomi, seperti:
*Meningkatnya CAD/DTB (''Current-Account Deficit''/Defisit Transaksi Berjalan) hingga mencapai 40 kali dari penerimaan Anggaran Negara
*Tidak terkendalinya pencetakkan uang yang mengakibatkan terjadinya inflasi yang tidak terkendali
*Meningkatnya biaya hidup masyarakat hingga 70% akibat naiknya barang kebutuhan sebesar 400%
Hal ini diakibatkan karena:
*Penanganan masalah ekonomi yang tidak rasional dan objektif
*Pendahuluan kepentingan politik mengakibatkan masyarakat menderita
Dekon sendiri menjadi salah satu kebijakan ekonomi yang paling muram dalam sejarah kebijakan ekonomi di Indonesia.
 
=== Orde Baru (1966-1998) ===
Seiring dengan munculnya berbagai demonstrasi di kalangan masyarakat untuk menuntut Presiden Soekarno untuk mundur dari jabatan yang dipegangnya selama lebih dari 20 tahun akibat gejolak politik dan ekonomi yang berujung pada kemiskinan masyarakat menjadi peringatan keras bagi Soekarno untuk mundur dari tampuk kepemimpinan sebagai Presiden. Soekarno yang terdesak akibat berbagai demonstrasi tersebut, memutuskan untuk memulai transisi kepemimpinan pemerintahan dengan menunjuk [[Soeharto]] melalui [[Surat Perintah Sebelas Maret]] sebagai landasan hukum untuk mengijinkan Soeharto sebagai penjabat Presiden untuk segera menyusun transisi ekonomi Indonesia yang sudah terseok-seok akibat berbagi kebijakan politik yang hedonistik. Utang luar negeri menggunung, defisit melebar tidak terkendali dan inflasi mencapai ratusan persen serta kemiskinan dimana-mana hingga keamanan yang tidak kondusif menjadi permasalahan utama yang harus diselesaikan oleh Soeharto yang baru saja menjabat sebagai Presiden.