Sunan Kudus: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
k Bot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 35:
| weight = 81 kg
}}
'''Sunan Kudus''' adalah salah satu penyebar agama Islam di Indonesia yang tergabung dalam [[walisongo]], yang
Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. Bapaknya yaitu [[Sunan Ngudung]] adalah putra Sultan di Palestina yang bernama Sayyid Fadhal Ali Murtazha (Raja Pandita/Raden Santri) yang berhijrah fi sabilillah hingga ke Jawa dan sampailah di Kekhilafahan Islam Demak dan diangkat menjadi Panglima Perang.
Baris 47:
Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, dengan Syarifah Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng Melaka binti Sunan Ampel. Sunan Kudus adalah keturunan ke-24 dari Nabi Muhammad. Sunan Kudus bin Sunan Ngudung bin Fadhal Ali Murtadha bin Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin Jamaluddin Al-Husain bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah.<ref name="Shohibul Faroji Azmatkhan">{{cite book|pages=30 |title=Ensiklopedi Nasab Imam Al-Husain|first=Shohibul Faroji |last=Azmatkhan|publisher=Penerbit Walisongo Center|year=2011|isbn=9789798451164}}</ref>
== Sunan Kudus dalam Babad Tanah Jawi ==
Babad Tanah Jawi (selanjutnya disebut BTJ) adalah terjemahan dari Punika Serat Babad Tanah Jawi Wiwit Saking Nabi Adam Doemoegiing Taoen 1647 yang disusun oleh W. L. Olthof di Leiden, Belanda, pada tahun 1941. Seperti pada pengertian babad pada umumnya, di sini terdapat cerita-cerita tentang pendirian sebuah negara (kerajaan) dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di seputar kerajaan tersebut.
“…Orang di tanah Jawa taat serta menganut agama Islam. Mereka bermusyawarah akan mendirikan masjid di Demak. Para wali saling berbagi tugas, semua sudah siap sedia. Hanya Sunan Kali Jaga yang masih ketinggalan, bagian garapannya belum berbentuk, sebab sedang tirakat di Pamantingan. Sekembalinya ke Demak, masjid sudah akan didirikan. Sunan Kali Jaga segera mengumpulkan sisa-sisa kayu bekas sudah menjadi tiang.Pagi harinya tanggal 1 bulan Dulkangidah masjid didirikan dengan sengkalan tahun 1428. Kiblat di masjid searah dengan ka’bah di Mekkah. Penghulunya Sunan Kudus. Setelah beberapa Jumat berdirinya masjid tadi, ketika para wali sedang berdzikir bersama di masjid itu, Sunan Kudus duduk khusuk bertafakur di bawah beduk, tiba-tiba ada bungkusan jatuh dari atas-buku kulit kambing, di dalamnya ada sajadah serta selendang Kanjeng Rasul.” <ref name="W. L. Olthof">Punika Serat Babad Tanah Jawi Wiwit Saking Nabi Adam Doemoegiing Taoen 1647</ref>
Baris 57:
Arya Penangsang begitu tega membunuh Sunan Prawata sebab ayahnya juga dibunuh oleh Sunan Prawata, saat pulang dari sholat Jum'at. Ia dicegat di tengah jalan oleh utusan Sunan Prawata bernama Sura Yata. Ki Sura Yata tadi juga sudah dibunuh oleh teman ayahnya Arya Jipang.
Sunan Prawata tadi mempunyai saudara perempuan namanya Ratu Kali Nyamat. Dia begitu tidak terima atas kematian saudara laki-lakinya itu. Lalu berangkat ke Kudus bersama suaminya berniat minta keadilan kepada Sunan Kudus. Lalu jawab Sunan Kudus, “Kakakmu itu sudah hutang pati
Pada suatu ketika Sunan Kudus sedang berbincang-bincang dengan Arya Penangsang, Sunan Kudus berkata, “Kakakmu Sunan Prawata dan
== Asal usul nama kota Kudus ==
Baris 94:
Beberapa nilai toleransi yang diperlihatkan oleh Sunan Kudus terhadap pengikutnya yakni dengan melarang menyembelih sapi kepada para pengikutnya. Bukan saja melarang untuk menyembelih, sapi yang notabene halal bagi kaum muslim juga ditempatkan di halaman masjid kala itu.
Langkah Sunan Kudus tersebut tentu mengundang rasa simpatik masyarakat yang waktu itu menganggap sapi sebagai hewan suci. Mereka kemudian berduyun-duyun mendatangi Sunan Kudus untuk
Lama-kelamaan, bermula dari situ, masyarakat semakin banyak yang mendatangi masjid sekaligus mendengarkan petuah-petuah Sunan Kudus. Islam tumbuh dengan cepat. Mungkin akan menjadi lain ceritanya jika Sunan Kudus melawan arus mayoritas dengan menyembelih sapi.
Baris 101:
Pola akulturasi budaya lokal Hindu-Budha dengan Islam juga bisa dilihat dari peninggalan Sunan Kudus berupa menara. Menara Kudus bukanlah menara yang berarsitektur bangunan Timur Tengah, melainkan lebih mirip dengan bangunan Candi Jago atau serupa juga dengan bangunan Pura di Bali.
Menara tersebut difungsikan oleh Sunan Kudus sebagai tempat adzan dan tempat untuk memukul bedug setiap kali datangnya bulan Ramadhan. Kini, menara yang konon merupakan menara masjid tertua di wilayah Jawa tersebut dijadikan sebagai landmark
Strategi (akulturasi) dakwah Sunan Kudus adalah suatu hal yang melampaui zamannya. Melampaui zaman karena dakwah dengan mengusung nilai-nilai akulturasi saat itu belumlah ramai dipraktikkan oleh penyebar Islam di Indonesia pada umumnya.
Baris 116:
Di antara keturunan Sunan Kudus yang menjadi Ulama' dan Tokoh di Indonesia adalah: Syekh Kholil Bangkalan Azmatkhan Ba'alawi Al-Husaini, Syekh Bahruddin Azmatkhan Ba'alawi Al-Husaini, dan Syekh [[Shohibul Faroji Azmatkhan Ba'alawi Al-Husaini]].
== Referensi ==
{{reflist}}
== Bacaan lanjutan ==
* Amaruli, Rabith Jihan dan Dhanang Respati Puguh. 2006. Pembauran Komunitas Tionghoa Muslim di Kudus 1961-1998. Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Dipoegoro: Sabda Volume 1 Nomor 1.
* Ibrahim, Zahrah. 1986. Sastera Sejarah Interpretasi dan Penilaian. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pelajaran Malaysia.
Baris 126:
* Olthof, W. L. 2008. Babad Tanah Jawi. Yogyakarta: Penerbit Narasi.
* Purwadi dan Enis Niken H. 2007. Dakwah Wali Songo: Penyebaran Islam Berbasis Kultural di Tanah Jawa. Yogyakarta: Panji Pustaka.
* Said, Nur. 2009. Pendidikan Multikultural Warisan Kanjeng Sunan Kudus. Kudus: CV Brillian
* Steenbrink, Karel A. 1988. Mencari Tuhan Dengan Kacamata Barat: Kajian Kritis Mengenai Agama di Indonesia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press.
* Sutrisno, Budiono Hadi. 2007. Sejarah Wali Songo: Misi Pengislaman di Jawa. Yogyakarta: Graha Pustaka.
Baris 137:
{{Walisongo}}
{{indo-bio-stub}}▼
[[Kategori:Walisongo|Kudus]]
[[Kategori:Kematian 1550|Kudus]]
[[Kategori:Tokoh penyebar Islam di Indonesia]]
▲{{indo-bio-stub}}
|