Kerajaan Selaparang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Fani H. Anam (bicara | kontrib)
k Ada yang ngacak-acak, jadi ku ubah sedikit.
Karedok78 (bicara | kontrib)
Baris 8:
Disebutkan di dalam daun [[Lontar]] tersebut bahwa agama Islam salah satunya pertama kali dibawa dan disebarkan oleh seorang muballigh dari kota [[Bagdad]], [[Iraq]], bernama '''[[Syaikh|AsySyaikh]] [[Sayyid|As-Sayyid]] Nūrurrasyīd Ibnu Hajar al-Haytami'''. Masyarakat [[Pulau Lombok]] secara turun-temurun lebih mengenal dia dengan sebutan ''''''Ghaus 'Abdurrazzāq''''''. Dia inilah, selain sebagai penyebar agama [[Islam]], dipercaya juga sebagai menurunkan [[Sultan|Sulthan-Sulthan]] dari kerajaan-kerajaan yang ada di [[Pulau Lombok]].<ref>{{id}} Ibrahim Husni. ''Draf Penelitian tentang Sejarah Nahdlatul Wathan dan Tuan Guru Kyai Hajji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid''. Lombok Timur. 1982 (Tidak Diterbitkan). hlm. 1.</ref> Namun selain dia, '''Betara Tunggul Nala''' (''Nala Segara'') diyakini pula sebagai leluhur Sulthan-Sulthan di [[Pulau Lombok]].
 
Betara Nala memiliki seorang putra bernama '''Deneq Mas Putra Pengendeng Segara Katon Rambitan''' yang bernama asli '''Sayyid 'Abdrurrahman'''. Dia ini dikenal pula dengan nama [[Wali Nyatok]], seorang muballigh dan [[Wali|Wali Allah]]. Kata ''"Nyatoq"'' artinya Nyata. Ia disebut sebagai pendiri [[Kerajaan Kayangan]] yang merupakan cikal bakal Kerajaan Selaparang. Namun, karena ketinggian ilmu tarekatnya ([[thariqah]]), maka dia memilih untuk mengundurkan diri dari panggung Kerajaan Kayangan dan kemudian menetap di desa [[Rambitan]], [[Lombok Tengah]], sebagai penyebar agama Islam di wilayah ini.<ref>{{id}} Lalu Djelenga. ''Keris di Lombok''. Mataram. 2002. Yayasan Pusaka Selaparang. hlm. 20.</ref> '''Wali Nyatok''' ini di Pulau [[Bali]] terkenal dengan nama [[Pedanda Sakti Wawu Rauh]] atau [[Danghyang Dwijendra]]. Adapun di [[Sumbawa]] terkenal dengan nama '''Tuan Semeru''', sedangkan di [[Pulau]] [[Jawa]] dia bernama '''Aji Duta Semu''' atau '''Pangeran Sangupati'''. Wali Nyatoq dikenal juga di Lombok dengan nama '''Datu Pangeran Djajing Sorga''' yang dipercaya datang dari [[Majapahit]], Kabangan, [[Jawa Timur]], untuk menyebarkan agama Islam. Ia mengarang kitab Jatiswara, Prembonan, Lampanan Wayang, Tashawwuf dan Fiqh. Dalam proses menyebarkan agama Islam, salah satu media yang digunakannya adalah [[Wayang]], sebagaimana yang dilakukan pula oleh [[Sunan Kalijaga]]. Adapun bentuk mistik [[Islam]] yang dibawanya merupakan kombinasi ([[sinkretisme]]) antara mistisme Islam ([[Sufisme]]) dengan salah satu ajaran filsafat [[Hindu]], yaitu [[Advaita Vedanta]].<ref>{{id}} Usri Indah Handayani. ''Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Nusa Tenggara Barat''. Mataram. 2004. Museum Negri Prov NTB.</ref>
 
Kembali ke soal Kerajaan Selaparang dan Ghaus 'Abdurrazzāq. Tidak diketahui secara pasti kapan tepatnya dia masuk ke [[Pulau Lombok]]. Namun pendapat terkuat menyebutkan bahwa dia datang ke [[Pulau Lombok]] untuk pertama kalinya sekitar tahun 600-an [[Hijriyah]] atau [[abad ke-13]] [[Masehi]] (antara tahun 1201 hingga 1300 [[Masehi]]). Ghaus 'Abdurrazzāq mendarat di [[Lombok Utara]] yang disebut dengan [[Bayan]]. Diapun menetap dan berda'wah di sana. Dia kemudian menikah dan lahirlahi tiga orang anak, ya'ni '''Sayyid Umar''', yang kemudian menjadi datu [[Gunung Pujut|Kerajaan Pujut]], '''Sayyid Amir''', yang kemudian menjadi datu [[Kerajaan Pejanggik]], dan '''Syarifah Qomariah''' atau yang lebih terkenal dengan sebutan '''Dewi Anjani'''.<ref>{{id}} Ibrahim Husni. ''Loc. Cit''...</ref>