Gajah Mada: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ekpermana (bicara | kontrib)
Ekpermana (bicara | kontrib)
Baris 76:
Adapun ''Kidung Sunda'' menyebutkan bahwa Gajah Mada tidak meninggal. Kidung ini membeberkan bahwa Gajah Mada moksa dalam pakaian kebesaran bak Dewa Visnu. Dia moksa di halaman kepatihan kembali ke khayangan. Namun, Agus Aris Munandar menyatakan bahwa akhir kehidupan Gajah Mada lenyap dalam uraian ketidakpastian karena dia malu dengan pecahnya tragedi Bubat. Selanjutnya, menurut Agus, bisa ditafsirkan bahwa Gajah Mada memang sakit dan meninggal di Kota Majapahit atau di area ''Karsyan'' yang tak jauh dari sana. Itu sebagaimana dengan keterangan kembalinya Rajasanagara ke ibukota Majapahit dalam ''Nagarakretagama'', segera setelah mendengar sang patih sakit.
 
Absennya Gajah Mada dalam politik Majapahit meninggalkan luka bagi sang raja. Hayam Wuruk sangat bersedih. Bahkan dikisahkan raja itu begitu putus asa. Dia langsung menemui ibunya, kedua adik, dan kedua iparnya untuk membicarakan pengganti kedudukan sang [[Mahapatih|Mahapatih Amangkubhumi]]. Namun, "Baginda berpegang teguh, Adimenteri Gadjah Mada tak akan diganti,” tulis ''Nagarakretagama'' pupuh 71/3.<ref>http://historia.id/kuno/misteri-kematian-gajah-mada, diakses 17 Mei 2017</ref>
 
Hayam Wuruk pun mengadakan sidang Dewan Sapta Prabu untuk memutuskan pengganti Gajah Mada. Karena tidak ada satu pun yang sanggup menggantikan Patih Gajah Mada, Hayam Wuruk kemudian memilih empat Mahamantri Agung dibawah pimpinan Mpu Nala Tanding untuk selanjutnya membantunya dalam menyelenggarakan segala urusan negara. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Mereka pun digantikan oleh dua orang mentri yaitu Gajah Enggon dan Gajah Manguri. Akhirnya Hayam Wuruk memutuskan untuk mengangkat Gajah Enggon sebagai [[Mahapatih|Mahapatih Amangkubhumi]] menggantikan posisi Gajah Mada.