Badan usaha milik negara: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: penggantian teks otomatis (dibawah, +di bawah)
Baris 33:
Di Indonesia, definisi BUMN menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN dapat pula berupa [[perusahaan nirlaba]] yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup khalayak luas, baik dalam bentuk barang atau jasa.
 
Sejak tahun [[2001]] seluruh entitas BUMN berada dibawahdi bawah pengawasan dan pengelolaan [[Kementerian Badan Usaha Milik Negara Indonesia|Kementerian BUMN]] yang dipimpin oleh [[Daftar Menteri Badan Usaha Milik Negara Indonesia|Menteri BUMN]].
 
BUMN di Indonesia berbentuk perusahaan perseroan, perusahaan umum, dan perusahaan jawatan.
Baris 88:
=== Isu terkait BUMN di Indonesia ===
{{pemastian}}
Sejak pendiriannya di Indonesia, BUMN juga kerap menjadi sasaran isu dari berbagai pihak. Dari KKN, dalih kesejahteraan dan nasionalisme hingga benteng kapitalisme. Isu mulai menerpa BUMN secara signifikan pada jaman orde baru, BUMN kerap menjadi sasaran "sapi perah", bagi oknum birokrat dan pejabat partai. Otomatis, direksi BUMN yang menjabat tentu tidak bisa bekerja dengan tenang dengan banyaknya kepentingan yang ingin memanfaatkan keadaan tersebut. Bagaimana tidak, mereka bekerja dibawahdi bawah tekanan yang sangat tinggi, dimana mereka sekali tidak menuruti permintaan sang oknum, dari diturunkan jabatan hingga, penghilangan anggota keluarga menjadi taruhan. Hal ini terbukti benarnya, ketika Direktur Utama [[Garuda Indonesia]], [[Wiweko Soepono]] yang dikenal sebagai tokoh yang sangat otoriter, namun reformis dengan membawa garuda sebagai maskapai yang paling berpengaruh di belahan bumi selatan dan menciptakan sistem pesawat berkokpit dua pilot, malah diberhentikan dengan tidak hormat hanya karena tidak mau menerima proposal usaha dari salah satu pejabat tinggi negara.
 
Tidak hanya berhenti disitu saja, turunnya performa ekonomi Indonesia pada masa reformasi mendorong Pemerintah untuk mengharuskan BUMN melakukan program restrukturisasi secara besar-besaran, salah satunya adalah privatisasi. Akhirnya, muncul isu nasionalisme dan kesejahteraan yang menjadi alasan kuat dibalik penolakkan masyarakat terkait privatisasi. Kebanyakan, para pendukung dari pendapat ini membenarkan pernyataan bahwa setiap objek usaha yang dikerjakan dan diperdagangkan dalam kegiatan usaha BUMN merupakan milik negara yang secara tidak langsung dimiliki rakyat. Namun, tanpa disadari oleh para pendukung itu sendiri, isu ini justru dijadikan tameng dan beking terselubung bagi para oknum pejabat tinggi negara dan pengusaha yang menolak privatisasi demi melindungi keuntungannya, sekaligus sebagai ajang pembodohan untuk masyarakat untuk mempercayai isu tersebut dengan dibumbui isu-isu yang tidak rasional, berlogika dan berdata, bahkan menjatuhkan BUMN itu sendiri. Otomatis, hal seperti inilah yang justru perlu diperhatikan oleh masyarakat, yaitu bukan siapa yang menguasai,bukan siapa yang mendapat untung, tetapi siapa yang memanfaatkan keadaan tersebut.