Djaelani Naro: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 71:
 
 
Sejak beberapa hari sebelum Sidang Umum M P R dimulai pada tanggal 1 Maret 1988 Situasi Politik memanas untuk kalangan Elite elite Politik pasalnya dihadapan Pimpinan Fraksi Golkar yg datang dan disusupi beberapa Pati AD menghadap Soeharto sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar , Soeharto tidak mengeluarkan siapa Nama Calon Wapres yg bakal bersanding dgnnya seperti 5 TAHUN sebelumnya yg menginginkan Jenderal TNI Pur Umar Wirahadikusumah orang Sumedang menjadi Wapres,

Jenderal- Jenderal Senior Rejim Militer Soeharto antara lain Jenderal Amir Machmud mantan Ketua MPR/DPR, Jenderal M Jusuf Ketua BPK, Jenderal M Panggabean Ketua DPA, Jenderal Surono Menko Polkam, Laksamana Soedomo mantan Pangkopkamtib dan lain2 melihat adanya peluang besar pada Sidang Umum MPR 1988 dgn rencana Soeharto membuka Peluang bagi Elite2 ABRI Birokrat Golkar untuk jadi calon secara pemilihan bebas siapa yg akan mendampingi Presiden sehingga Penentuan Cawapres Golkar menjadi alot ,

pada tgl 29 Febuari Fraksi PPP MPR telah membuat konferensi Pers bahwa akan mencalonkan DR HJ NARO SH sebagai Cawapres periode 1988-1993, sedangkan DPP Golkar yg menang Pemilu 1987 sebanyak 70 persen, ketinggalan tak mengumumkan Cawapresnya kalah Manuver dengan DPP PPP hingga elite2 Golkar, ABRI dan Birokrat Geger
Pada tanggal 1 Maret pada pembukaan Sidang Umum MPR jam 10 pagi anggota DPP Golkar dikerahkan kasak kusuk mencari Ketua Umum DPP PPP DR H J NARO SH untuk melobbi karena koran2 se Indonesia telah memuat Headline Pencalonan Wapres DR HJ NARO SH yg menghebohkan kader2 Golkar, ABRI dan Birokrat dan terutama Elite2 Politik