Tahun Baru Imlek: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Menambahkan penjelasan sesuai dengan isi dari PP 1946 No.2/Um tentang "Aturan tentang Hari Raya" dan Keppres No 24 Tahun 1953 tentang "Hari-Hari Libur".
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 115:
 
Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun [[2000]] ketika Presiden [[Abdurrahman Wahid]] mencabut Inpres Nomor 14/1967. Kemudian Presiden [[Abdurrahman Wahid]] menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor [[19 (angka)|19]]/2001 tertanggal [[9 April]] [[2001]] yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya). Baru pada tahun [[2002]], Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden [[Megawati Soekarnoputri]] mulai tahun [[2003]].
 
Pada tahun 1946, ketika Republik Indonesia baru berdiri, Presiden Soekarno mengeluarkan Penetapan Pemerintah tentang hari-hari raya umat beragama No.2/OEM-1946 yang pada pasal 4 nya ditetapkan 4 hari raya orang Tionghoa yaitu Tahun Baru Imlek, hari wafatnya Khonghucu ( tanggal 18 bulan 2 Imlek), Ceng Beng dan hari lahirnya Khonghucu (tanggal 27 bulan 2 Imlek). Dengan demikian secara tegas dapat dinyatakan bahwa Hari Raya Tahun Baru Imlek Kongzili merupakan hari raya Agama Tionghoa.
 
Pada tahun 1946, ketika Republik Indonesia baru berdiri, Presiden Soekarno mengeluarkan Penetapan Pemerintah 1946 No.2/Um tentang “Aturan tentang Hari Raya” tertanggal 18 Juni 1946. Penetapan Pemerintah tersebut ditanda-tangani oleh Presiden Sukarno, dan diketahui oleh Menteri Agama H. Rasjidi, dan diumumkan pada tanggal 18 Juni 1946 oleh Sekretariat Negara A.G. Pringgodigdo. Penetapan Pemerintah mengenai "Aturan tentang Hari Raya" tersebut ditetapkan karena pertimbangan perlunya diadakan aturan tentang hari raya, dan setelah mendengar masukan dari Badan Komite Nasional Pusat. Penetapan Pemerintah tersebut terdiri dari 8 (delapan) pasal yang dibagi ke dalam Aturan Umum (Pasal 1 sampai dengan Pasal 5), Aturan Khusus (Pasal 6 dan Pasal 7), dan Aturan Tambahan (Pasal 8). Yang dimaksud dengan Aturan Umum adalah aturan yang bersifat umum dan berlaku untuk seluruh golongan rakyat Indonesia. Aturan Khusus adalah aturan yang bersifat khusus dan hanya berlaku untuk golongan tertentu saja sebagaimana yang disebutkan dalam Penetapan Pemerintah ini. Pasal 1 mengatur mengenai Hari raya Umum yang terdiri dari 2 hari raya sebagai-berikut: 1. Tahun Baru, 1 Januari; dan 2. Hari Proklamasi Kemerdekaan, 17 Agustus. Pasal 2 mengatur mengenai Hari Raya Islam (terdiri dari 8 (delapan) hari raya). Pasal 3 untuk Hari Raya Kristen (terdiri dari 5 (lima) hari raya). Pasal 4 mengatur hari raya khusus untuk etnis Tionghoa sebagai-berikut: Hari Raya Tiong Hwa (ejaan baru adalah Tionghoa) ialah, terdiri dari: 1.Tahun Baru (Catatan: Tahun Baru orang Tiong Hwa yaitu tahun baru Imlek - Ancient Chinese: 歲首; literally: "year's start", juga dikenal sebagai 春節 Lunar New Year, Spring Festiva); 2. Hari Wafatnya N. Khong Hu Cu (Catatan: 至聖忌辰 18 bulan 2 Imlek. Singkatan N. adalah singkatan dari Nabi); 3. Tsing Bing (Catatan: Qingming (清明) / Cheng Beng (Bahasa Hokkian); dan 4. Hari Lahirnya N. Khong Hu Cu (Catatan: 至聖誕, 27 bulan 8 Imlek). Pasal 5 menyatakan sebagai berikut: "Pada Hari Raya Umum, Islam dan Kristen, maka semua kantor Pemerintah ditutup, kecuali kantor-kantor pejabatan penting yang menurut pendapat kepalanya harus dibuka sehari atau setengah hari. Pada hari Raya Tiong Hwa, maka semua kantor Pemerintah dibuka setengah hari, kecuali kantor-kantor pejabatan penting yang menurut pendapat kepalanya harus dibuka sehari, sedangkan pegawai bangsa Tiong Hwa diwajibkan masuk kantor". Aturan Khusus, Pasal 6 menetapkan tanggal dan hari yang dirayakan untuk Tahun 1946, yang terdiri dari hari dan tanggal untuk Hari Raya Umum, Hari Raya Islam, Hari Raya Kristen, dan Hari Raya Tiong Hwa. Untuk tahun 1946, "Hari Raya Tiong Hwa ditetapkan sebagai-berikut: 1.Tahun Baru 2 Februari 1946 (Catatan: Tahun Masehi); 2. Hari Wafatnya N. Khong Hu Cu 29 Maret 1946 (Catatan: Tahun Masehi); 3. Tsing Bing 5 April 1946 (Catatan: Tahun Masehi); dan 4. Hari Lahirnya N. Khong Hu Cu 22 September 1946 (Catatan: Tahun Masehi)". Aturan Khusus, Pasal 7 menyatakan bahwa "untuk seterusnya, buat tiap-tiap tahun, Hari Raya tersebut ditetapkan oleh Menteri Agama". Aturan Tambahan, Pasal 8 menyatakan bahwa "Peraturan ini mulai berlaku pada hari diumumkan". Dengan demikian berdasarkan Penetapan Pemerintah 1946 No.2/Um tentang “Aturan tentang Hari Raya” tertanggal 18 Juni 1946 secara tegas dapat dinyatakan bahwa Hari Raya Tahun Baru Imlek Kongzili merupakan hari raya Agama Tionghoa yang ditujukan khusus hanya kepada etnis Tionghoa.
 
Hari Raya khusus etnis Tionghoa yang terdiri dari 4 (empat) hari raya sebagaimana yang dijelaskan di atas hanya berlaku dari periode 18 Juni 1946 sampai dengan 1 Januari 1953. Hari Raya khusus etnis Tionghoa tersebut dihapuskan seluruhnya secara resmi melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1953 tentang "Hari-Hari Libur" tertanggal 1 Januari 1953, yang ditanda-tangani oleh Wakil Presiden Republik Indonesia H. Mohammad Hatta (lahir dengan nama Mohammad Athar, populer sebagai Bung Hatta dengan masa jabatan sebagai Wakil Presiden dari tanggal 18 Agustus 1945 - 1 Desember 1956). Catatan: Walaupun menggunakan judul surat "Keputusan Presiden Republik Indonesia", namun keputusan ini tidak ditanda-tangani oleh Presiden Republik Indonesia. Besar Kemungkinan Presiden Soekarno tidak mengetahui isi surat Keputusan Presiden yang diterbitkan oleh Wakil Presiden. Pasal 1 dari Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1953 tersebut hanya menetapkan Hari Raya Umum (Catatan: Terdiri dari 2 hari raya), Hari Raya Islam (Catatan: Terdiri dari 6 hari raya ditambah 1 hari untuk Id’l Fitri hari kedua) dan Hari Raya Kristen (Catatan: Terdiri dari 5 hari raya) serta 1 (satu) Hari Raya Buruh (yang dirayakan setiap tanggal 1 Mei), sebagai hari libur nasional. Dengan demikian mulai 1 Januari 1953, hari libur umum yang berlaku berjumlah seluruhnya 14 hari libur. Sesuai dengan isi paragraph Penjelasan dari Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1953, paragraph ke-4 menyatakan sebagai berikut: "Hari-hari libur fakultatif ditiadakan. Pada hari-hari Santa Maria (15 Agustus), Natal Kedua (26 Desember), permulaan Ramadhan, Peringatan Angkatan Perang (5 Oktober), Pahlawan (10 November) dan Tahun Baru Imlek, bagi yang berkepentingan diberi kebebasan untuk menjalankan peribadatannya dengan lebih dahulu memberitahu¬kanmemberitahukan kepada Kepala Kantor yang bersangkutan". Paragraph ke-4 tersebut dengan tegas meniadakan adanya hari libur yang bersifat fakultatif. Bagi Pegawai etnis Tionghoa yang berkepentingan untuk merayakan Hari Raya Tahun Baru Imlek diberi kebebasan untuk menjalankan peribadatannya dengan syarat harus lebih dahulu memberitahu¬kanmemberitahukan kepada Kepala Kantor yang bersangkutan.
 
Orang Tionghoa yang pertama kali mengusulkan larangan total untuk merayakan Imlek, adat istiadat, dan budaya Tionghoa di Indonesia kepada Presiden Soeharto sekitar tahun 1966-1967 adalah [[Kristoforus Sindhunata]] alias Ong Tjong Hay. Namun, Presiden Soeharto merasa usulan tersebut terlalu berlebihan, dan tetap mengizinkan perayaan Imlek, adat istiadat, dan budaya Tionghoa namun diselengarakan hanya di rumah keluarga Tionghoa dan di tempat yang tertutup, hal inilah yang mendasari diterbikannya Inpres No. 14/1967.
 
Pada 6 Desember 1967, Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden No.14/1967 tentang pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina. Dalam instruksi tersebut ditetapkan bahwa seluruh Upacara Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Tionghoa hanya boleh dirayakan di lingkungan keluarga dan dalam ruangan tertutup. Instruksi Presiden ini bertujuan mengeliminasi secara sistematis dan bertahap atas identitas diri orang-orang Tionghoa terhadap Kebudayaan Tionghoa termasuk Kepercayaan, Agama dan Adat Istiadatnya. Dengan dikeluarkannya Inpres tersebut, seluruh Perayaan Tradisi dan Keagamaan Etnis Tionghoa termasuk Tahun Baru Imlek, Cap Go Meh, Pehcun dan sebagainya dilarang dirayakan secara terbuka. Demikian juga tarian Barongsai dan Liong dilarang dipertunjukkan.