Abubakar bin Ali Syahab: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Cosmetic changes |
|||
Baris 9:
-->
== Masa muda dan pendidikan ==
Lahir di [[Jakarta]] pada tanggal 28 Rajab 1288 H (130 tahun lalu), dari seorang ayah bernama Ali bin Abubakar bin Umar Shahab, kelahiran Damun, Tarim, [[Hadramaut]].
Dalam usia 10 tahun, pada tahun 1297 H, Habib Abubakar bersama ayahnya serta saudaranya Muhammad dan Sidah, berangkat ke Hadramaut. Di Hadramaut, ia mengabiskan waktunya untuk menuntut ilmu dari berbagai guru terkenal di sana, baik di Damun, Tarim, maupun Seywun.
Habib Abubakar kembali ke Indonesia melalui Syihir, [[Aden]], [[Singapura]], dan tiba di Jakarta pada tanggal 3 Rajab 1321 H.
== Pendirian Jamiat Kheir ==
Dalam situasi dan tekanan kolonial yang keras, Habib Abubakar tampil untuk mendirikan sebuah perguruan Islam, yang bukan hanya mengajarkan agama, tapi juga pendidikan umum.
Selain Habib Abubakar, turut serta mendirikan perguruan ini sejumlah pemuda [[Alawiyyin]] yang mempunyai kesamaan pendapat dan tekad untuk memajukan Islam di Indonesia,
Habib Ali bin Abubakar Shahab sebagai ketua Jamiat Kheir, juga ikut mendorong organisasi ini ketika pindah dari Pekojan ke Jalan Karet (kini jalan KH Mas Mansyur, Tanah Abang).
== Perjalanan ke luar negeri dan naik haji ==
Setelah Jamiat Kheir berkembang dan semakin banyak muridnya, dalam usia 50 tahun atau pada tanggal 1 Mei 1926 ia kembali berangkat ke Hadramaut untuk kedua kalinya.
Di tempat-tempat yang dikunjunginya, ia dan dua putranya yang masih berusia 20-an tahun selalu membahas upaya untuk meningkatkan syiar dan pendidikan Islam sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW, "Belajarlah kamu dari sejak buaian sampai ke liang lahat".
Habib Abubakar juga tidak segan untuk mencari dan mengumpulkan biaya selama di [[Jawa]], [[Palembang]] dan Singapura untuk membangun sebuah madarasah di Damun, Hadramaut.
Pada 27 Syawwal 1354 H Habib Abubakar menunaikan [[ibadah haji]].
== Melanjutkan pengabdian di Indonesia ==
Pada 11 Safar 1356 H bertepatan dengan 23 April 1937 M Habib Abubakar berangkat pulang ke Jakarta.
Pada 14 November 1940 ia menghadiri pembukaan madrasah/ma'had di [[Pekalongan]], yang dibangun oleh sepupunya Habib Husein bin Ahmad bin Abubakar Shahab.
Habib Abubakar tidak pernah berhenti berjuang untuk Islam dan masyarakat. Berbagai kegiatan di bidang sosial dan pendidikan tidak pernah henti-hentinya dilakukannya, karena bidang ini tidak lepas dari perhatiannya. Selain tenaga, ia juga tidak segan-segan untuk mendermakan harta bendanya.
== Wafat, warisan dan keturunannya ==
Pada tanggal 18 Maret 1944 M, saat pendudukan Jepang, tokoh yang juga ikut dalam mendirikan Malja Al Shahab di tahun 1913 bersama sejumlah pemuda Al Shahab ini, menghadap ke hadirat Allah SWT. Ia wafat di Jakarta dan dimakamkan di pekuburan wakaf [[Tanah Abang, Jakarta Pusat|Tanah Abang]], tanah wakaf kakeknya Said Naum.
Di zaman Gubernur [[Ali Sadikin]] di tahun 70-an pemakaman ini dipindahkan ke Jeruk Purut dan Karet, dan tidak ada yang mengetahui dimana jasad beliau dipindahkan. Lahannya dipergunakan untuk membangun rumah susun pertama di Indonesia, berikut sebuah masjid lengkap dengan madrasahnya yang memakai nama Said Naum untuk mengabadikan wakafnya.
Habib Abubakar meninggalkan tujuh orang putra-putri, yaitu putra tertua Abdurrahman, serta Abdullah, Hamid, Idrus, Zahrah, Muznah dan Ali.
Jamiat Kheir yang didirikan oleh Habib Abubakar bin Ali Shahab hingga kini diakui oleh pemerintah RI dan ahli sejarah Islam Indonesia sebagai organisasi Islam yang banyak melahirkan tokoh-tokoh perjuangan Indonesia. Mereka antara lain seperti [[Ahmad Dahlan|KH. Ahmad Dahlan]] (pendiri [[Muhammadiyah]]), [[Hadji Oemar Said Tjokroaminoto|HOS. Tjokroaminoto]] (pendiri [[Sarekat Islam]]), [[Kiai Haji Samanhudi|H. Samanhudi]] (tokoh [[Sarekat Dagang Islamiyah]]), [[Agus Salim|H. Agus Salim]] (tokoh [[Konferensi Meja Bundar]]), dan tokoh-tokoh perintis kemerdekaan lainnya yang merupakan anggota atau setidak-tidaknya mempunyai hubungan dekat dengan Jamiat Kheir.
[[Kategori:Arab-Indonesia]]
|