Wangsa Sailendra: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (- tapi + tetapi)
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 9:
Di Indonesia nama Śailendravamsa dijumpai pertama kali di dalam [[prasasti Kalasan]] dari tahun 778 Masehi (''Śailendragurubhis; Śailendrawańśatilakasya; Śailendrarajagurubhis''). Kemudian nama itu ditemukan di dalam [[prasasti Kelurak]] dari tahun 782 Masehi (Śailendrawańśatilakena), dalam [[prasasti Abhayagiriwihara]] dari tahun 792 Masehi (''dharmmatuńgadewasyaśailendra''), [[prasasti Sojomerto]] dari sekitar tahun 700 Masehi (''selendranamah'') dan [[prasasti Kayumwuńan]] dari tahun 824 Masehi (śailendrawańśatilaka). Di luar Indonesia nama ini ditemukan dalam [[prasasti Ligor]] dari tahun 775 Masehi dan [[prasasti Nalanda]].
 
Mengenai asal usul keluarga Śailendra banyak dipersoalkan oleh beberapa sarjana. Berbagai pendapat telah dikemukakan oleh sejarawan dan arkeologis dari berbagai negara. Ada yang mengatakan bahawa keluarga Śailendra berasal dari Sumatra, dari India, dan dari [[Funan]].
 
=== Teori India ===
Baris 20:
Teori Nusantara mengajukan kepulauan Nusantara; terutama pulau Sumatera atau Jawa; sebagai tanah air wangsa ini. Teori ini mengajukan bahwa wangsa Śailendra mungkin berasal dari Sumatera yang kemudian berpindah dan berkuasa di Jawa, atau mungkin wangsa asli dari pulau Jawa tetapi mendapatkan pengaruh kuat dari Sriwijaya.
 
Menurut beberapa sejarawan, keluarga Śailendra berasal dari Sumatera yang bermigrasi ke Jawa Tengah setelah Sriwijaya melakukan ekspansi ke tanah Jawa pada abad ke-7 Masehi dengan menyerang kerajaan [[Tarumanagara]] dan ''Ho-ling'' di Jawa.<ref name="end">{{cite book|last=Munoz|first=Paul Michel|title=Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula|publisher=Editions Didier Millet|date=2006|location=Singapore|url=|doi=|pages=pages 171|id= ISBN 981-4155-67-5}}</ref>. Serangan Sriwijaya atas Jawa berdasarkan atas [[Prasasti Kota Kapur]] yang mencanangkan ekspansi atas Bhumi Jawa yang tidak mau berbhakti kepada Sriwijaya. Ia mengemukakan gagasannya itu didasarkan atas sebutan gelar Dapunta Selendra pada [[prasasti Sojomerto]]. Gelar ini ditemukan juga pada [[prasasti Kedukan Bukit]] pada nama ''Dapunta Hiyaŋ''. [[Prasasti Sojomerto]] dan [[prasasti Kedukan Bukit]] merupakan prasasti yang berbahasa [[Melayu Kuna]].
 
Teori Nusantara juga dikemukakan oleh [[Poerbatjaraka]]. Pendapat dari Poerbatjaraka yang didasarkan atas [[Carita Parahiyangan]] kemudian diperkuat dengan sebuah temuan prasasti di wilayah Kabupaten Batang. Di dalam prasasti yang dikenal dengan nama [[prasasti Sojomerto]] itu disebutkan nama Dapunta Selendra, nama ayahnya (Santanū), nama ibunya (Bhadrawati), dan nama istrinya (Sampūla) (da pū nta selendra namah santanū nāma nda bapa nda bhadrawati nāma nda aya nda sampūla nāma nda ..). Menurut Boechari, tokoh yang bernama Dapunta Selendra adalah bakal raja-raja keturunan Śailendra yang berkuasa di Mdaŋ.
Nama ''Dapunta Selendra'' jelas merupakan ejaan Melayu dari kata dalam [[bahasa Sanskerta]] ''Śailendra'' karena di dalam prasasti digunakan bahasa [[Melayu Kuna]]. Jika demikian, kalau keluarga Śailendra berasal dari India Selatan tentunya mereka memakai bahasa Sansekerta di dalam prasasti-prasastinya. Dengan ditemukannya [[prasasti Sojomerto]] telah diketahui asal keluarga Śailendra dengan pendirinya Dapunta Selendra. Berdasarkan paleografinya, prasasti Sojomerto berasal dari sekitar pertengahan abad ke-7 Masehi.
 
Menurut Poerbatjaraka, Sanjaya dan keturunan-keturunannya itu ialah raja-raja dari keluarga Śailendra, asli Nusantara yang menganut agama Śiwa. Tetapi sejak Paņamkaran berpindah agama menjadi penganut Buddha Mahāyāna, raja-raja di [[Kerajaan Medang|Matarām]] menjadi penganut agama Buddha Mahāyāna juga. Pendapatnya itu didasarkan atas [[Carita Parahiyangan]] yang menyebutkan bahwa Rakai Sañjaya menyuruh anaknya Rakai Panaraban atau Rakai Tamperan untuk berpindah agama karena agama yang dianutnya (aliran Saiwa) ditakuti oleh semua orang. Kabar mengenai Rakai Panangkaran yang berpindah agama dari aliran Saiwa menjadi Buddha Mahayana juga sesuai dengan isi [[Prasasti Raja Sankhara]] (koleksi Museum Adam Malik yang kini hilang).
Baris 30:
Kemudian [[Prasasti Canggal]] menyebutkan bahwa Sañjaya mendirikan sebuah lingga di bukit Sthīrańga untuk tujuan dan keselamatan rakyatnya. Disebutkan pula bahwa Sañjaya memerintah Jawa menggantikan Sanna; Raja Sanna mempunyai saudara perempuan bernama Sanaha yang kemudian dikawininya dan melahirkan Sañjaya.
Dari [[prasasti Sojomerto]] dan [[prasasti Canggal]] telah diketahui nama tiga orang penguasa di Mdaŋ (Matarām), yaitu Dapunta Selendra, Sanna, dan Sañjaya. Raja Sañjaya mulai berkuasa di Mdaŋ pada tahun 717 Masehi. Dari [[Carita Parahiyangan]] dapat diketahui bahwa Sena (Raja Sanna) berkuasa selama 7 tahun. Kalau Sañjaya naik takhta pada tahun 717 Masehi, maka Sanna naik takhta sekitar tahun 710 Masehi. Hal ini berarti untuk sampai kepada Dapunta Selendra (pertengahan abad ke-7 Masehi) masih ada sisa sekitar 60 tahun. Kalau seorang penguasa memerintah lamanya kira-kira 25 tahun, maka setidak-tidaknya masih ada 2 penguasa lagi untuk sampai kepada Dapunta Selendra.
 
Dalam [[Carita Parahiyangan]] disebutkan bahawa Raja Mandimiñak mendapat putra Sang Sena (Sanna). Ia memegang pemerintahan selama 7 tahun, dan Mandimiñak diganti oleh Sang Sena yang memerintah 7 tahun. Dari urutan raja-raja yang memerintah itu, dapat diduga bahwa Mandimiñak mulai berkuasa sejak tahun 703 Masehi. Ini berarti masih ada 1 orang lagi yang berkuasa sebelum Mandimiñak.
Baris 40:
== Era Kerajaan Medang ==
[[Berkas:Kalasan Temple.jpg|thumb|150px|[[Candi Kalasan]] sebagai tempat pemujaan [[Tara (Bodhisattva)|Dewi Tara]].]]
Selama ini kerajaan Medang dianggap diperintah oleh dua wangsa yaitu Wangsa Sailendra yang beragama Buddha dan [[Wangsa Sanjaya]] yang beragama Hindu Siwa, pendapat ini pertama kali diperkenalkan oleh Bosch.<ref>{{cite journal | last = Bosch | first =F.D.K. | authorlink = | year = 1952 | title = Çriwijaya, de Çailendrawamsa- en de Sańjayawamça| journal = B.K.I. | volume = 108 | issue = | pages = 113-123}}</ref> Pada awal era Medang atau Mataram Kuno, wangsa Sailendra cukup dominan di Jawa Tengah. Menurut para ahli sejarah, wangsa Sanjaya awalnya berada di bawah pengaruh kekuasaan wangsa Sailendra. Mengenai persaingan kekuasaan tersebut tidak diketahui secara pasti, akan tetapi kedua-duanya sama-sama berkuasa di Jawa Tengah. Sementara Poerbatjaraka menolak anggapan Bosch mengenai adanya dua wangsa kembar berbeda agama yang saling bersaing ini. Menurutnya hanya ada satu wangsa dan satu kerajaan, yaitu wangsa Sailendra dan Kerajaan Medang. Sanjaya dan keturunannya adalah anggota Sailendra juga.<ref>(Poerbatjaraka, 1958: 254-264)</ref> Ditambah menurut Boechari, melalui penafsirannya atas [[Prasasti Sojomerto]] bahwa wangsa Sailendra pada mulanya memuja Siwa, sebelum Panangkaran beralih keyakinan menjadi penganut Buddha Mahayana.
 
Raja-raja yang berkuasa dari keluarga Sailendra tertera dalam [[prasasti Ligor]], [[prasasti Nalanda]] maupun [[prasasti Klurak]], sedangkan raja-raja dari keluarga Sanjaya tertera dalam [[prasasti Canggal]] dan [[prasasti Mantyasih]]. Berdasarkan candi-candi, peninggalan kerajaan Mataram Kuno dari abad ke-8 dan ke-9 yang bercorak Budha (Sailendra) umumnya terletak di Jawa Tengah bagian selatan, sedangkan yang bercorak Hindu (Sanjaya) umumnya terletak di Jawa Tengah bagian utara.
Baris 46:
Berdasarkan penafsiran atas [[prasasti Canggal]] (732 M) Sanjaya memang mendirikan Shivalingga baru ([[Candi Gunung Wukir]]), artinya ia membangun dasar pusat pemerintahan baru. Hal ini karena raja Jawa pendahulunya, Raja Sanna wafat dan kerajaannya tercerai-berai diserang musuh. Saudari Sanna adalah Sannaha, ibunda Sanjaya, artinya Sanjaya masih kemenakan Sanna. Sanjaya mempersatukan bekas kerajaan Sanna, memindahkan ibu kota dan naik takhta membangun kraton baru di Mdang i Bhumi Mataram. Hal ini sesuai dengan adat dan kepercayaan Jawa bahwa kraton yang sudah pernah pralaya, diserang, kalah dan diduduki musuh, sudah buruk peruntungannya sehingga harus pindah mencari tempat lain untuk membangun kraton baru. Hal ini serupa dengan zaman kemudian pada masa Mataram Islam yang meninggalkan Kartasura yang sudah pernah diduduki musuh dan berpindah ke Surakarta. Perpindahan pusat pemerintahan ini bukan berarti berakhirnya wangsa yang berkuasa. Hal ini sama dengan Airlangga pada zaman kemudian yang membangun kerajaan baru, tetapi ia masih merupakan keturunan wangsa penguasa terdahulu, kelanjutan Dharmawangsa yang juga anggota wangsa Isyana. Maka disimpulkan meski Sanjaya memindahkan ibu kota ke Mataram, ia tetap merupakan kelanjutan dari wangsa Sailendra yang menurut prasasti Sojomerto didirikan oleh Dapunta Selendra.
 
Pada masa pemerintahan raja [[Indra (raja Mataram)|Indra]] (782-812), puteranya, [[Samaratungga]], dinikahkan dengan [[Dewi Tara]], puteri [[Dharmasetu]], Maharaja Sriwijaya. Prasasti yang ditemukan tidak jauh dari [[Candi Kalasan]] memberikan penjelasan bahwa candi tersebut dibangun untuk menghormati Tara sebagai [[Bodhisattva]] wanita. Pada tahun 790, Sailendra menyerang dan mengalahkan Chenla (Kamboja Selatan), kemudian sempat berkuasa di sana selama beberapa tahun.
 
[[Candi Borobudur]] selesai dibangun pada masa pemerintahan raja Samaratungga (812-833). Borobudur merupakan monumen Buddha terbesar di dunia, dan kini menjadi salah satu kebanggaan bangsa Indonesia. Dari hasil pernikahannya dengan Dewi Tara, Samaratungga memiliki putri bernama [[Pramodhawardhani]] dan putra bernama [[Balaputradewa]]. Balaputra kemudian memerintah di Sriwijaya, maka selain pernah berkuasa di Medang, wangsa Sailendra juga berkuasa di Sriwijaya.